Jumat, 23 Mei 2014

Nama Mahasiswa                 : Kartika Sari Berlian.
NIM                                        : 4915122550.
Tugas                                      : Individu.
Nama Dosen                          : Drs. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd.
Mata Kuliah                          : Metodologi Penelitian Pendidikan IPS.

 



TUGAS MANDIRI 14-15
Mencari Contoh Penelitian Kualitatif sesuai dengan jenis/strategi
 

Ada beberapa strategi penelitian dalam penelitian kualitatif, di antaranya adalah studi kasus, etnografi, fenomenologi, ethnometodologi, grounded theory, metode biografi, metode histories, clinical models, dan action research. Namun yang akan dibahas kali ini ada lima dari delapan strategi penelitian tersebut. Kelima strategi tersebut adalah studi kasus, etnografi, fenomenologi, ethnometodologi, grounded theory, dan metode biografi.
1.  Studi Kasus
            Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu . Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya[1].
Contoh penelitian studi kasus
Judul : Kekerasan Seksual dalam Keluarga
(Kasus Pada Masyarakat Nelayan di Kabupaten Rembang)
Oleh : Drs. Ngabiyanto, M.Si
Dr. Nugrahaningsih WH, M.Kes
Drs. Suhadi, M.Si

Kekerasan (violence) secara umum dapat diartikan sebagai suatu serangan terhadap fisik dan psikis serta integritas mental seseorang (Fakih, 2000:75). Kekerasan dapat terjadi terhadap siapa saja dengan alasan apa saja. Diantara beragam alasan yang memunculkan kekerasan tersebut ada satu jenis kekerasan yang dilakukan karena keyakinan gender. Kekerasan gender dapat terjadi di dalam dan diluar rumah tangga. Pada kondisi masyarakat dengan relasi kekuasaan gender yang bersifat patriakal, maka pada umumnya korban kekerasan gender adalah kaum perempuan.
Tujuan penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan permasalahan kekerasan seksual yang terjadi pada masyarakat nelayan yang meliputi jenis frekuensi dan tingkat kekerasan di Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah (2) mengetahui dampak kekerasan seksual terhadap kasus perceraian pada masyarakat nelayan yang memiliki karakteristik budaya yang tipikal. Lokasi penelitian di Kabupaten Rembang. Pendekatan penelitian ini menggunakan strategi studi kasus dengan subjek penelitian pada unit keluarga dan petugas pemerintah seperti polisi, pejabat pengadilan agama, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan teknik yang beragam, baik tekstual maupun kontekstual, aalisis domain dan analisis konteks.
Simpulan penelitian ini (1) bentuk kekerasan seksual di masyarakat nelayan Rembang meliputi pelecehan seksual, kawin paksa dan pencabulan (2) faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual adalah faktor kultural yang keras pada masyarakat nelayan dan karakter suami yang keras dan kasar, faktor kemiskinan dan ketidakberdayaan kultural. (3) perempuan dengan resiko korban kekerasan seksual yang tinggia dalah istri dengan usia yang tidak terbatas pada usia muda tetapi juga perempuan istri yang telah berusia lanjut (4) sebagai persoalan sosial kekerasan seksual masih belum didasari sepenuhnya oleh masyarakat baik oleh korban maupun pelaku. Sehingga dalam statistik kriminal kekerasan seksual masih merupakan dark member yang disebabkan oleh rendahnya masyarakat membawa masalah keluarga ini pada kepolisian. (5) kekerasan seksual yang menjadi penyebab peceraian adalah kawin paksa dengan jumlah kasus rata-rata per tahun empat puluh pasangan memperoleh putusan cerai dari pengadilan agama katena kasus kawin paksa.

Berdasar hasil penelitian ini dapat diajukan saran sebagai berikut :
1) Perlu ditingkatkan tentang sosialisasi kesetaraan gende pada masyarakat nelayan di Kabupaten Rembang khususnya untuk kecamatan kota.
2) Pihak Polres Rembang perlu melakukan sosialisasi tentang adanya Unit Pelayanan Khusus untuk menangani korban kekerasan yang terjadi pada anak-anak dan perempuan[2].

2.  Etnografi atau Etnosains  
Menurut Airasian, Mills dan Gay, etnografi merupakan studi tentang pola kebudayaan serta perspektif pastisipan di dalamlatar alamiah. Menurut Haris yang telah dikutip Cresswell, penelitian etnografi merupakan sebuah model kualitatif dimana peneliti menjabarkan serta menginterpretasikan pola perilaku, kepercayaan, nilai serta bahasa yang dipahami dan digunakan oleh suatu kelompok. Peneliti etnografer meneliti desain yang diikuti 1 kelompok, misalnya oleh beberapa orang lebih dari 20, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan yang biasa diteliti di dalam grounded theory. Tapi dapat juga lebih sedikit seperti sejumlah guru di dalam suatu sekolah tapi tetap di dalam lingkup kelompok besar ( sekolah ).
Dalam melakukan penelitian etnografi seorang peneliti harus membuat hubungan yang sangat dekat dengan narasumber dari obyek komunitas penelitiannya. Sebagai contoh peneliti etnografi Jonathan Kozol diatas, untuk meneliti perkumpulan kulit hitam di bronx, ia juga ikut hidup di sana dalam beberapa bulan denhan tujuan untuk dapat menyelami kehidupan mereka.
Dengan berjalannya waktu masyarakat di sana mulai percaya dan yakin kepada Kozol serta mau berbagai tentang perasaan terdalam mereka serta mengenai perbedaan warna kulit dan kemiskinan. Etnografi meneliti sebuah proses serta hasil akhir. Jadi akhir dari penelitian etnografi adalah membuat karangan yang kaya gambaran jelas serta mendalam tentang obyek penelitian / thick description. Sedikit ulasan ini semoga dapat menambah wawasan anda akan penelitian etnografi sehingga bisa anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari[3].
Contoh:
KARAKTERISTIK BUDAYA  SEKOLAH BERKARAKTER
Dr. Nusa Putra
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekolah bisa dilihat dan dimaknai dengan banyak cara. Sekolah adalah sebuah sistem yang terdiri dari banyak unsur pendukung. Sekolah  merupakan lembaga pendidikan formal. Sekolah adalah komunitas yang diikat oleh tujuan yang terencana dan terukur. Sekolah adalah masyarakat belajar. Sekolah adalah cermin masyarakat.
Apapun makna sekolah dan bagaimanapun sekolah dilihat, sekolah merupakan tempat penyemaian nilai-nilai, baik nilai-nilai yang harus dilestarikan maupun nilai-nilai yang mengandung benih perubahan. Sebagai akibatnya sekolah harus terus menerus menata dan mengembangkan beragram program dan aktivitas yang membuatnya memiliki kemampuan untuk sekaligus  bisa menghadapi tuntutan masyarakat dan tantangan hari depan bagi anak didiknya.
Tidak mudah bagi sekolah untuk menghadapi tuntunan dan tantangan itu. Sebab sekolah, negeri atau swasta, terikat pada sejumlah aturan yang harus dipenuhi sebagai syarat keberadaan dan kelangsungannya. Dalam konteks seperti inilah sekolah harus mengembangkan kreativitas untuk mempertahankan keberadaannya, membentuk dan mengembangkan jati diri atau karakteristik sekolah, menciptakan berbagai aturan dan program yang dapat membentuk dan mengembangkan peserta didik, mengembangkan berbagai tradisi dan kebiasaan atau habitus yang mengarah pada keunggulan komparatif dan kompetitif sekolah.
Sekolah juga harus mengembangkan kemampuan untuk memilah, memilih, dan mengolah berbagai aspirasi, tuntutan masyarakat, peserta didik, dan tujuan serta target yang telah ditentukan pemerintah yang terus meningkat setiap tahunnya. Hanya dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan itulah sekolah dapat mempertahankan dan meningkatkan kebermaknaannya bagi masyarakat yang menjadi pemangku kepentingan yang utama.
Dalam berbagai upaya sekolah untuk memenuhi tuntutan dan tantangan tersebut, melewati waktu dan beragam pengalaman, biasanya secara terstruktur atau tidak, sekolah kemudian memiliki sejumlah tradisi, kebiasaan, nilai, aturan main, dan simbol-simbol yang membuat sekolah itu berbeda dari sekolah lain. Pada tingkat ini, sekolah telah mengembangkan, melaksanakan dan menghayati budaya sekolah.
Peterson dan Deal (2009:7) menegaskan bahwa budaya sekolah sangat penting dikaji karena  sangat menentukan kinerja, tampilan dan mutu sekolah. Peterson dan Deal (2009:9) menguraikan,
Culture exist in deeper elements of a school: the unwritten rules and assumptions, the combination of rituals and traditions, the array of symbols and artifact, the special language and phrasing that staff and the students use, and the expectations about change and learning that saturate the school’s world.
Sementara itu Finnan & Swanson (2000:78) menjelaskan,
A school’s culture is composite of a culture that existed in the past, the cultural assumptions brought to the school by members of the school community, and the cultural force in the larger community…. The assumptions, beliefs, and values that shape school cultures can be grouped into five components of school culture. They include the following:
1.      Assumptinos related to expectations for children
2.      Assumptions held by children about themselves and their future
3.      Assumptions related to expectation for adult (teachers, principals, and parents)
4.      Assumptions about educational practices that are considered “acceptable”
5.      Assumptions about the value of changes.
Beranjak dari pendapat-pendapat di atas tampak dengan jelas bahwa penelitian tentang budaya sekolah mencakupi suatu kawasan yang sangat luas dan sekaligus mendalam. Penelitian bisa beranjak dari bangunan fisik sekolah, tata letak gedung, halaman, tempat ibadah, lingkungan, kebersihan sekolah, manajemen sekolah, kualitas pegawai, model dan kualitas pelayanan, tradisi sekolah, prestasi sekolah, fasilitas pendukung pemelajaran, sejarah sekolah, model-model dan metode pemelajaran, model dan pelaksanaan evaluasi, kegiatan ekstra kurikuler, latar belakang dan kualitas guru, model kepemimpinan kepala sekolah. Juga masuk dalam bidang kajian: nilai-nilai, aturan, kebiasaan, harapan, keinginan, dan aspirasi yang berkembang di kalangan murid, guru, kepala sekolah, orang tua murid, dan masyarakat. Bisa digali pula persepsi serta harapan murid terkait dengan dirinya, gurunya, sekolahnya, dan hari depannya. Hal yang sama bisa digali dari guru, kepala sekolah dan orang tua murid. Termasuk dalam kawasan budaya sekolah adalah model komunikasi dan interaksi yang terjalin di sekolah antara murid dengan murid, murid dengan guru, guru dengan guru, murid dengan kepala sekolah, guru dengan kepala sekolah, sekolah dan masyarakat. Tidak ketinggalan cara dan tradisi sekolah mengelola konflik, menerapkan hukuman dan memberi penghargaan. Cara-cara sekolah mengembangkan kompetisi dan kooperasi di antara murid, guru, dan kelas. Model dan strategi sekolah menata kelas, kantin, taman, dan toilet. Budaya sekolah memang merentang dari yang abstrak seperti nilai sampai yang konkret seperti penataan ruang, sangat luas dan mendalam.

B. Fokus Masalah
Penelitian tentang budaya sekolah sangat luas cakupannya. Oleh karena itu pada penelitian ini   dibatasi fokusnya pada budaya sekolah yang mencakup tradisi akademis dan sosial. Pembatasan ini didasarkan pada keyakinan bahwa kedua tradisi ini sangat menentukan kualitas dan keberadaan sekolah.
Tradisi akademis mencakup:
1.      Guru: rekrutmen, pembinaan, kompetensi, penilaian kinerja dan sistem penghargaan
2.      Proses pemelajaran: metode pemelajaran, sistem  evaluasi, program-program tambahan dan pengayaan, solusi bagi siswa lambat, sistem penghargaan bagi siswa berprestasi, sistem kompetisi dan kooperasi antar siswa dan kelas, pemanfaatan perpustakaan dan laboratorium, kegiatan-kegiatan khusus akademik, teknik-teknik motivasi yang dikembangkan
3.      Kegiatan ekstra kurikuler: bentuk dan jenis, keberlangsungan, dan keikutsertaan murid dan guru
4.      Capaian prestasi: sekolah, murid dan guru: pada tingkat sekolah, daerah, nasional dan internasional
Tradisi sosial meliputi:
·         Model-model komunikas dan interaksi: siswa-siswa, siswa-guru, guru-guru, siswa-kepala sekolah, guru-kepala sekolah, sekolah-masyarakat
·         Kegiatan-kegiatan sosial
·         Sumbangansih sosial pada masyarakat
·         Status sosial ekonomi murid dan guru
Fokus ini akan berkembang selama penelitian belangsung. Namun cakupannya tetap pada kedua tradisi yang telah ditentukan.
Atas dasar fokus masalah di atas, pertanyaan penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah karakteristik budaya Sekolah Berkarakter terkait dengan tradisi akademis dan sosial?”

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki sejumlah tujuan spesifik sebagai berikut:
1.      Mendapatkan gambaran atau deskripsi yang lengkap tentang latar penelitian terkait dengan aspek geografis, demografis, fisik, dan sosial budaya
2.      Mengkaji secara lengkap, rinci dan mendalam tradisi akademis sekolah sesuai dengan fokus yang telah ditentukan
3.      Mengkaji secara lengkap, rinci, dan mendalam tradisi sosial sekolah sesuai dengan fokus yang telah ditentukan
4.      Mendapatkan gambaran yang menyeluruh, rinci, lengkap dan mendalam tentang budaya sekolah terkait dengan tradisi akademis dan sosial yang dirumuskan dalam bentuk model dan proses.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian budaya sekolah ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe atau strategi etnografi. Creswell (2012:462) menguraikan,
Ethnographic design are qualitative research procedures for describing, analyzing and interpreting a culture-sharing group’s patterns of behavior, beliefs, and language that develop over time.
Etnografi diplih karena merupakan tipe penelitian kualitatif yang fokusnya adalah mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan kebudayaan kelompok. Terkait dengan pendidikan, sebagaimana dijelaskan oleh Wiersma & Jurs (2009:273) etnografi merupakan,
The process of providing holistic and scientific descriptions of educational system, processes, and phenomenon within their specific contexts.
Dengan demikian etnografi pendidikan adalah metode yang paling tepat untuk mengeksplorasi budaya sekolah seperti telah dirumuskan dalam fokus masalah.

B. Tahapan Penelitian
Penelitian etnografis ini dilaksanakan mengikuti tahapan dan proses penelitian kualitatif yang bersifat induktif, dan terdiri dari tahapan sebagai berikut:
1. Tahap penjajakan atau orientasi lapangan ( grand tour)
·         Para peneliti melakukan kegiatan terkait dengan administrasi/perizinan
·         Para peneliti melakukan diskusi menentukan strategi untuk memasuki latar penelitian
·         Para peneliti melakukan kunjungan ke latar atau tempat penelitian dilaksanakan. Ini merupakan kegiatan inti pada tahapan ini. Sewaktu berada di tempat penelitian, dalam penelitian ini adalah Sekolah Berkarakter, para peneliti melakukan pengawamatan dan wawancara. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum tentang latar penelitian, membangun hubungan dengan partisipan, dan mencari informan kunci
·         Para peneliti membuat catatan lapangan sebagai hasil kunjungan ke latar penelitian.
2. Tahap Perumusan Temuan Awal dan Penentuan Strategi Penelitian
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yang menganalisis data sepanjang penelitian berlangsung, maka para peneliti melakukan analisis terhadap catatan lapangan yang dihasilkan dari tahapan penjajakan. Berdasarkan temuan awal ini, para peneliti menentukan strategi lapangan terkait dengan fokus mana yang akan dikaji lebih dulu, siapa dari partisipan yang akan diwawancara, atau para peneliti bersepakat untuk  membentuk dua kelompok dan masing-masing kelompok menggali fokus yang berbeda. Semua keputusan sangat tergantung temuan lapangan.
3. Tahap Eksplorasi Fokus Penelitian (mini tour)
Tahap ini merupakan tahap inti atau utama dalam penelitian etnografis ini. Pada tahap ini para peneliti mengeksplorasi fokus penelitian melalui wawancara kualitatif, pengamatan biasa dan pengamatan partisipatif, focus discussion groups (FGD), dan analisis dokumen. Para peneliti harus mewawancara para murid, para guru para pimpinan sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yang dapat memberikan informasi terkait fokus penelitian. Para peneliti juga harus melakukan pengamatan terhadap berbagai aktivitas yang terkait dengan fokus penelitian, melaksanakan FGD, mencari dan menganalisis dokumen yang tekait dengan fokus penelitian. Para peneliti harus membuat berbagai catatan kualitatif yaitu catatan lapangan, notulensi FGD, dan hasil analisis dokumen.
4. Tahap Analisis Data Lanjutan
Pada tahap kedua telah dilakukan analisis data terhadap hasil penjajakan lapangan. Selama proses eksplorasi fokus, para peneliti juga melakukan analisis data untuk menentukan eksplorasi lebih lanjut. Ketika kegiatan eksplorasi sudah sampai pada data jenuh, penelitian diakhiri dan analisi data dilanjutkan. Oleh karena kegiatan inti sudah dilakukan, didapatkan deskripsi yang menyeluruh, lengkap, rinci dan mendalam, maka dilakukan analisis data lanjutan yang bisa menghasilkan kategori, tema, pola, proses, dan model tradisi akademis dan sosial.
5. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif tidak dilakukan pemeriksaan kebasahan instrumen, tetapi pemeriksaan keabsahan data. Nusa Putra (2012a:87-88) menjelaskan, untuk keperluan pemeriksaan keabsahan data dikembangkan empat indikator, yaitu: (1) kredibilitas, (2) keteralihan atau transferability, (3) kebergantungan, dan (4) kepastian. Uji kredibilitas data diperiksa dengan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Perpanjangan pengamatan
b. Peningkatan ketekunan pengamatan
c. Triangulasi
d. Pengecekan teman sejawat
e. Pengecekan anggota
f.  Analisis kasus negatif
g. Kecukupan referensial.
Dalam penelitian ini diusahakan semua indikator pemeriksaan keabsahan data   digunakan untuk memastikan  bahwa datanya akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Tahap Analisis Data Akhir dan Perumusan Hasil Penelitian
Setelah pemeriksaan keabsahan data, dilakukan analisis akhir untuk menyimpulkan hasil penelitian dan temuan penelitian. Analisis ini merupakan kelanjutan dari analisis sebelumnya. Pada tahap ini sudah bisa disimpulkan katergori, tema, pola, model dan proses dari fokus penelitian.
7. Tahap Pembuatan Laporan
Keseluruhan proses dan hasil penelitian harus  ditulis secara sistematis dalam laporan akhir yang berisi keseluruhan proses,   kesimpulan dan semua yang ditemukan dalam penelitian. Dalam laporan ini dilampirkan catatan lapangan, dan hasil analisis data beserta semua dokumen yang dianalisis yang ditemukan selama proses  penelitian berlangsung, dan foto-foto.
8. Tahap Pasca Lapangan
Para peneliti melakukan atau menyelenggarakan seminar untuk mendapatkan masukan dan mempertanggungjawabkan proses dan hasil penelitian.

C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian etnografis ini menggunakan teknik pengumpulan data yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, dan yang kerap digunakan dalam penelitian etnografis. Teknik yang lazim digunakan  untuk pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah:
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara kualitatif atau yang juga dikenal sebagai wawancara mendalam. Berbeda dengan wawancara formal yang biasanya sangat terstruktur dan relatif terbatas atau tertutup. Wawancara mendalam dilakukan secara informal dalam bentuk perbincangan sehari-hari terhadap semua partisipan. Wawancara bertujuan menggali fokus penelitian secara mendalam, karena itu dilakukan secara berkelanjutan, dan pada partisipan tertentu mungkin dilakukan berulang-ulang.
2. Pengamatan
Dalam penelitian kualitatif, pengamatan dilakukan dengan beragam jenis pengamatan yaitu pengamatan biasa atau terjarak, pengamatan terlibat atau partisipatif terbatas, dan pengamatan terlibat atau partisipatif penuh. Dalam proses penelitian, para peneliti akan menentukan aktivitas, peristiwa atau kejadian apa saja yang harus diamati. Peneliti juga akan menentukan    kapan waktunya melakukan pengematan partisipatif untuk menggali fokus lebih dalam dan rinci.
3. Analisis Dokumen
Untuk mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atas fokus penelitian, para peneliti akan mengumpulkan sejumlah dokumen seperti silabus, rencana pelaksaan pemelajaran, pekerjaan siswa dan berbagai dokumen yang terkait lainnya. Domumen-dokumen itu dianalisis untuk memperdalam, dan memperinci temuan penelitian.
4. Focus Groups Discussion (FGD)
Oleh karena yang diteliti adalah budaya sekolah yang melibatkan dan dihayati oleh komunitas, maka perlu untuk mendiskusikan berbagai topik agar didapatkan pandangan yang lebih komprehensif tentang fokus penelitian. Diskusi akan dilakukan dalam kelompok dengan topik-topik tertentu yang dapat membantu memperdalam sekaligus memeriksa data. FGD bisa dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari para siswa, para siswa dan guru, para guru dan orang tua siswa, para guru dan pimpinan sekolah, para siswa, guru, dan kepala sekolah.

Saukko (2003:62,64,67) menambahkan beberapa cara yang biasa digunakan untuk memperkaya data yaitu:
a. Self-reflexivity
Refleksi peneliti atau para peneliti atas temuan atau   hasil perbincangan dengan partisipan  dan hasil pengamatan. Agar terhindar dari bias pribadi sebaiknya refleksi tersebut merupakan hasil perbincangan mendalam dengan teman sejawat yang memiliki keahlian.
b. Polyvocality
Kemampuan peneliti atau para peneliti untuk menemukan suara atau pendapat yang sangat majemuk, bahkan saling bertentangan dari   para partisipan terkait dengan fokus penelitian. Temuan ini dapat ditinjaklanjuti dan diperdalam dalam FGD.
c. Testimony/Pengakuan/Kesaksian
Dalam penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi testimoni atau pengakuan dari partisipan yang terlibat dalam fokus penelitian sangat penting untuk dimanfaatkan demi pendalaman dan pemahaman fokus. Bagaimana pengalaman murid dan guru selama bersekolah, akan lebih mendalam jika  diungkapkan dalam bentuk testimoni. Seperti semua data, testimoni pastilah juga harus diperiksa keabsahannya.
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah peneliti atau para peneliti. Demi kecukupan referensial, para peneliti dapat menggunakan catatan, kamera foto, kamera video, dan perekam suara.
E. Teknik Sampling Purposif
Dalam penelitian kualitatif teknik samplingnya adalah purposif. Dipilih atas tujuan dan alasan tertentu. Para partisipan yang akan diwawancara dan diamati dalam penelitian ini dipilih karena mereka adalah orang-orang yang terlibat dan menghayati tradisi akademik dan sosial di sekolah yang diteliti. Karena alasan itu mereka dipilih sebagai partisipan yang diteliti. Dalam prakteknya akan digunakan teknik ‘bola salju’ yang semakin lama akan semakin membesar dan padat. Artinya partisipan yang satu akan menunjuk pertisipan yang lain, aktivitas tertentu terkait dengan aktivitas lain, begitulah seterusnya sampai seluruh fokus penelitian tergali dan terungkap.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah modifikasi dari Milles & Huberman (Nusa Putra,2011:204) dan analisis kategori Spradley yang disederhanakan[4].

3.  Fenomenologi
            Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak nyata.
Pada dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok fenomenologi adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
Fenomenologi menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran. Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep yang bersifat intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau gejala. Natanson menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua pandangan sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial[5].
Anak-anak ini hidup di jalanan. Tidur di emperan toko, taman kota, terminal bus, stasiun kereta api, kolong jembatan, bahkan di trotoar jalanan. Macam-macam pekerjaan yang mereka lakoni. Mengamen, tukang parkir liar, menjadi pemulung, pengemis, dan spesialis maling kecil-kecilan yang suka ngutil rokok atau minuman kaleng di berbagai kios pinggiran jalan. Beberapa di antara mereka ada yang menjadi petugas kebersihan tak resmi yang membersihkan bis dan metro mini di terminal pada malam atau dini hari. Sebagian dari mereka masih memiliki keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh, dan di kampung halaman yang jauh dari tempat mereka tinggal sekarang. Sejumlah anak sudah tidak jelas di mana keluarganya.
Mereka yang keluarganya tinggal di pemukiman kumuh, biasanya beraktivitas tidak jauh dari tempat tinggal orang tuanya. Tetapi mereka enggan pulang karena menghindari kekerasan orang tuanya yang memaksa mencari uang, dan suka memukul jika anak-anak itu tidak dapat menyerahkan setoran dalam jumlah tertentu. Anak-anak yang lari dari keluarga ini kemudian membentuk komunitas jalanan. Komunitas jalanan bukan hanya hidup di jalan bersama-sama. Komunitas jalanan adalah hidup bersama di jalan menghadapi resiko jalanan bersama-sama. Resiko itu adalah kehidupan yang keras dan liar, tanpa perlindungan, hidup penuh tekanan, dan ancaman.
Untuk dapat bertahan hidup di jalanan yang cenderung keras dan liar, anak-anak itu harus cerdas. Bukan sekadar cerdas membaca, menulis dan berhitung (calistung). Calistung seperti yang diajarkan di sekolah kurang berguna bagi mereka untuk dapat bertahan hidup di jalanan. Anak-anak itu mesti cerdas untuk merespon, mengantisipasi, dan menghindari kekerasan yang berasal dari preman, anak jalanan yang lebih besar dan kuat, petugas keamanan dan ketertiban yang suka sekali memburu mereka, dan memenangkan persaingan dengan teman sebaya.
Itu berarti kecerdasan yang harus mereka miliki dan kembangkan berisi sejumlah unsur yaitu: keberanian, kecepatan mengambil keputusan dan bertindak, lincah dan licin merespon petugas keamanan dan ketertiban, sabar dan tegar menghadapi penderitaan,tidak suka mengeluh, dan hidup dalam kegembiraan bersama teman-teman senasib sepenanggungan. Rasanya kecerdasan seperti ini tidak pernah atau kurang diajarkan, apalagi dipraktikkan pada pendidikan formal di sekolah.
Anak-anak itu adalah anak-anak kehidupan, sekolahnya adalah jalanan, gurunya adalah pengalaman, ujiannya adalah penderitaan, dan tanda kelulusannya adalah pengakuan dan keberterimaan dalam komunitas jalanan, serta bertahan hidup dalam beragam tantangan. Mereka tidak dapat dinilai dengan infikator-indikator yang digunakan bagi anak-anak yang tumbuh kembang dalam keluarga normal dan sekolah formal. Anak-anak jalanan ini bisa jadi gagal bila harus menghadapi ujian di sekolah, namun mereka selalu berhasil melalui ujian kehidupan. Keberhasilan itulah yang membuat mereka dapat terus bertahan hidup dalam kegembiraan jalanan.
Karena hidup dan besar di jalan, mereka tidak memiliki nomor induk siswa nasional, tidak terdaftar dalam buku besar sekolah formal, tidak muncul dalam data sensus penduduk, dan tidak pernah diikutkan dalam program apapun. Satu-satunya program yang mereka rasakan dampaknya adalah program pembersihan kota dari para gepeng yaitu gelandangan dan pengemis. Itulah pula sebabnya mereka sering dikejar-kejar polisi pamong praja. Mereka adalah warga Indonesia, karena lahir, besar, dan tinggal di Indonesia. Tak lebih dan tak kurang. Tetapi mereka tidak dapat diikutsertakan dalam program apapun, sebab tidak pernah terdaftar di mana pun. Karena itu mereka harus mengembangkan sendiri kecerdasan jalanan untuk dapat bertahan hidup.
Persoalan terbesar bagi anak-anak ini adalah bagaimana caranya agar mereka menjadi warga negara yang sesungguhnya, dapat merasakan haknya sebagai warga negara. Mereka adalah sebagian kecil dari orang-orang marginal, orang-orang yang dipinggirkan dan harus diberdayakan. Bagaimana caranya? Dari mana pemberdayaan itu bisa dimulai? Anak-anak miskin ini adalah korban, korban dari kekerasan dan kegagalan para orang tua membesarkan mereka dengan cara yang normal. Orang tuanya juga adalah korban. Korban kebijakan pembangunan yang berorientasi kekotaan dan pertumbuhan. Ini bermakna kemiskinan yang dihadapi anak-anak itu, beserta resiko yang mengikutinya adalah cermin dari kegagalan negara bangsa ini mewujudkan apa yang ditulis dalam undang-undang dasar. Kemampuan anak-anak miskin itu mengembangkan kecerdasan jalanan tidak membuat negara bangsa bisa merasa bebas dari tanggungjawab untuk mewujudkan perintah undang-undang dasar.
KEMISKINAN BISA MEMACU ANAK-ANAK MENGEMBANGKAN  KECERDASAN JALANAN[6].

4.  Etnometodologi
            Tujuan Etnometodologi adalah mencari dasar-dasar yang mendukung terwujudnya interaksi social, atau dengan kata lain etnometodologi berusaha mendapatkan basic rule-nya, yaitu resource we employ in our mutual construction and negotiation of our everyday practical activities (Philipson, 1972: 148).
            Karena etnometodologi terutama ditujukan pada proses interaksi social serta bagaimana pelaku-pelaku yang terlibat di dalamnya bisa berinteraksi dan memahami proses itu sendiri, maka etnometodologi juga memperhatikan bahasa atau percakapan yang ada di antara para pelaku. Anggapan para ahli di sini adalah bahwa bahasa merupakan alat untuk membangun kenyataan social dan sarana untuk mengkomunikasikan kenyataan-kenyataan social serta makna-makna yang dimiliki oleh para pelaku yang terlibat  dalam suatu interaksi (Ahimsa-Putra, 1986: 116). Bahasa yang diperhatikan di sini adalah bahasa yang alami yang berada dalam dalam konteks atau setting tertentu. Percakapan tersebut kemudian dianalisis dari sini mereka berharap mampu mengungkapkan mutual processes of reality negotiating contructions and maintenance (Phillipson, 1972: 148)[7].
Contoh-contoh kasus dalam pendekatan etnometodologi :
1.      Adat Larung Sesaji. Sebenarnya tidak ada hubungan yang erat antara upacara atau sesaji dengan berhentinya bencana. Hal ini terlihat dari meski adanya rutinitas “nglarung” tetapi bencana alam maupun sosial masih terjadi di mana-mana. Namun karena manusia memiliki refleksi, masih adanya bencana-bencana tersebut direfleksikan berbeda, seperti, mereka mengatakan pada dirinya sendiri bahwa, “Mungkin persembahan yang diberikan kurang banyak dan tak tepat waktu, sehingga ritual tersebut tidak diterima dengan baik oleh Yang Maha Kuasa”. Dari sini terlihat adanya proses berpikir dan evaluasi diri dari sang Peritual tersebut.

2.      Membuat tertawa. Gail Jefferson mempertanyakan bagaimana orang tahu kapan saatnya tertawa dalam percakapan. Menurut pandangan awam, tertawa sama sekali bebas waktunya dalam percakapan atau interaksi, artinya, kapan saja dikehendaki. Tetapi Jefferson menemukan bahwa beberapa ciri structural mendasar suatu ucapan dimaksudkan untuk membuat pihak lain agar tertawa yakni pertama, penempatan tawa oleh pembicara di ujung ucapannya. Kedua, tertawa diletakkan di tengah pembicaraan, misalnya di tengah kalimat. Jadi, kemungkinan yang dapat menimbulkan tertawa tak diorganisir sebebas yang diperkirakan orang. Masalahnya bukanlah sesuatu yang akan terjadi, tertawa atau apa pun lainnya, tapi tertawa harus terjadi atas dasar suka rela atau oleh ajakan.
Dari contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa teori etnometodologi memberikan cara-cara atau metode yang di gunakan dalam suatu interaksi antara sesama manusia agar tercipta suatu keteraturan sosial yang baik dan sempurna[8].

5.  Grounded Theory
            Pada penelitian dengan menggunakan strategi ini, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan konseptual, teori, dan hipotesis tertentu. Glesser dan Strauss mengetengahkan dua jenis teori,vyaitu teori substantive tertentu, atau empiris, dari pengamatan bersifat sosiologis, seperti perawatan pasien, pendidikan professional, kenakalan atau penyimpangan adapt, hubungan ras, atau organisasi/badan penelitian. Sedangkan teori formal deitemukan dan dibentuk untuk kawasan kategori konseptual teoritik atau untuk bidang pengamatan sosiologis formal atau konseptual, seperti tanda cacat, tingkah laku yang menyimpang dari adapt, organisasi formal, sosialisasi, kekuasaan, dan kekuatan social, atau mobilitas social.
            Menurut Schlegel dan Stern, ada tiga elemen dasar dari grounded theory, yang masing-masing tidak terpisahkan satu dengan yang lain, yaitu (1) konsep; (2) kategori; (3) proposisi.
1)      Konsep
Dalam frounded theory, teori dibangun dari konsep, bukan langsung dari data itu sendiri. Sedangkan konsep diperoleh melalui konseptualitas dari data. Tipe konsep yang harus dirumuskan ada dua cirri pokok, yaitu (1) konsep itu haruslah analitis-telah cukup digeneralisasikan guna merancang dan menentukan cirri-ciri kesatuan yang kongkrit, tetapi bukan kesatuan itu sendiri; dan (2) konsep juga harus bisa dirasakanartinya bisa mengemukakan gambaran penuh arti, ditambah dengan ilustrasi yang tepat, yang memudahkan orang bisa menangkap referensinya dari segi pengalamannya sendiri.
2)      Kategori
Kategori adalah unsure konseptual dari suatu teori, sedangkan kawasannya adalah aspek atu unsure suatu kategori. Kategori maupun kawasannya adalah konsep yang ditujukan oleh data yang pada mulanya menyatakannya, maka kategori dan kawasannya ini akan tetap, jadi tidak akan berubah atau menjadi lebih jelas ataupun meniadakan.
3)      Proposisi atau Hipotesis
Pada elemen ketiga ini, pada awalnya Glaser dan Strauss (1967) menyebut sebagai hipotesis, tetapi istilah proposisi tampaknya dianggap paling tepat. Hal ini dikarenakan disadari bahwa proposisi menunjukkan adanya hubungan konseptual, sedangkan hipotesis lebih menunjuk pada hubungan terukur.  Dalam grounded theory yang dihasilkan adalah hubungan konseptual, bukan hubungan terukur sehingga digunakan istilah-istilah proposisi. Hipotesis dalam penelitian grounded adalah suatu pernyataan ilmiah yang terus dikembangkan[9].
contoh proposal grounded teori
MANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA PERGURUAN TINGGI
(Studi tentang Pengaruh Kompetensi Individu, Kreativitas Pimpinan dan Faktor Lingkungan Terhadap Kinerja Universitas Swasta di Bekasi )
A. Latar Belakang
Pendidikan bagi bangsa merupakan wahana untuk membangun sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh tantangan, berkaitan dengan hal tersebut, sangat disadari bahwa pendidikan merupakan fundamen bagi suatu bangsa, oleh karena itu kegiatan pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki abad milenium ketiga ini. Meskipun pengembangan sumber daya manusia tidak mutlak hanya dapat dilakukan melalui pendidikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana utama untuk pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara sistematis, terprogram, dan berjenjang, upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.
Memasuki era globalisasi dan keterbukaan yang menuntut profesionalisme sumber daya manusia yang andal dan memiliki daya saing yang tinggi, maka pendidikan tinggi memiliki peran yang strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat memenuhi tuntutan tersebut. Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan yang memiliki potensi sumber daya manusia dan agent of change dalam masyarakat perlu memperhatikan sumber daya yang dimilikinya, terutama pimpinan selaku pengelola dan penanggung jawab kinerja lembaga. Karena persoalan kualitas dan kinerja pendidikan akan banyak ditentukan oleh kualitas pengelolanya, kualitas dan kinerja pendidikan akan banyak berkaitan dengan soal bagaimana kompetensi individu dan kreatifitas pimpinan serta faktor lingkungan dalam mengelola lembaganya. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang berkualitas, berkemampuan, memiliki sikap kreatif yang tinggi, penuh komitmen, dapat berprestasi, serta lingkungan yang kondusif dan sinergis.
Pimpinan perguruan tinggi harus kompeten, karena “kompetensi merupakan pilarnya kinerja”. Proses transformasi kompetensi individu menjadi kinerja sangat dipengaruhi oleh faktor individu, organisasi dan psikologi. Kompetensi adalah suatu hal yang dituntut pada faktor individu dan menunjukkan kepada tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi yang diharapkan.
Pimpinan perguruan tinggi harus memiliki kreativitas, karena kreativitas dari langkah yang dikembangkan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi merupakan salah satu keberhasilan organisasi, orisinalitas dan kreativitas tindakan pimpinan berkorelasi positif dan signifikan dengan prestasi dari organisasi yang dipimpinnya. Sedangkan kinerja manajemen dipengaruhi oleh lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam memilih input dan dalam menghasilkan output.
Dalam pengelolaan perguruan tinggi tugas dan tanggung jawab pimpinan sangat ditekankan pentingnya, yakni: (1) pimpinan perguruan tinggi harus memiliki visi tentang lembaga yang dipimpinnya, dan harus mampu mengkomunikasikan visi itu kepada seluruh karyawan dan mahasiswa serta masyarakat umum, serta membimbing pemimpin bawahan menjabarkan visi itu menjadi program kerja berkesinambungan, (2) mampu berkomunikasi dengan seluruh karyawan, mahasiswa dan masyarakat, (3) mampu memberikan perhatian utama pada peningkatan kualitas pelayanan terhadap mahasiswa dan stakeholders.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan dan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan, maka masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut: bahwa upaya-upaya untuk pengembangan kinerja universitas swasta khususnya di daerah dalam rangka mencapai kesetaraan dan kesepadanan atau kesejajaran dengan universitas negeri dan/atau universitas swasta yang telah mapan di kota besar, nampaknya belum diimbangi dan mendapat dukungan yang memadai diantaranya dari sumber daya pimpinan selaku pengelola dan penanggung jawab utama kinerja lembaganya. Sumber daya dimaksudkan sebagai bentuk kualitas kompetensi individu, kreativitas yang dimiliki para pimpinannya serta faktor lingkungan yang mengitarinya. Sehingga upaya pembinaan yang telah dilakukan belum dapat menciptakan keberhasilan profil keahlian kepemimpinan perguruan tinggi bermutu, prestasi akademik yang tinggi, dan sustainabilitas yang mantap.
Tema masalah di atas menunjukkan dengan jelas adanya faktor-faktor tertentu dalam kondisi pengembangan kinerja universitas swasta di daerah khususnya yang situasinya perlu konfirmasi agar tantangan yang ditimbulkannya dapat diatasi dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor yang dimaksud, di satu sisi berupa aspek kepemimpinan dan perilaku organisasi yang dimiliki para pimpinan universitas swasta, yaitu kompetensi individu, dan kreativitas, serta dukungan faktor lingkungan. Sedangkan di sisi lain ditemui faktor produktivitas yang merupakan bagian dari kinerja universitas swasta yang terdiri dari profil kepemimpinan, prestasi akademik dan sustainabilitas.
C. Perumusan Masalah
1. Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan yang bagaimanakah yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan universitas swasta untuk mencapai kinerja yang telah ditetapkan dengan efektif dan efisien ?
2. Bagaimanakah keadaan kompetensi individu, kreativitas, dan faktor lingkungan; profil kepemimpinan, tingkat prestasi akademik dan sustainabilitas universitas swasta dewasa ini ?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi individu, kreativitas pimpinan, faktor lingkungan dengan kinerja universitas swasta dalam wujud profil kepemimpinan, prestasi akademik dan sustainabilitas ?
4. Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan ?
5. Apakah profil kepemimpinan secara langsung dan positif berpengaruh terhadap kinerja universitas swasta ?
6. Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun prestasi akademik ?
7. Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun sustainabilitas ?
8. Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun kinerja universitas swasta dalam prestasi akademik dan sustainabilitas ?
9. Apakah terdapat perbedaan yang berarti pengaruh variabel kompetensi individu kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan terhadap Kinerja universitas swasta dalam wujud profil kepemimpinan, prestasi akadedmik, dan sustainabilitas dilihat dari identitas universitas yang berdomisili di Kota Bekasi dan di Luar Kota Bekasi ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ditetapkan sebelum kegiatan penelitian dimulai, karena tujuan ini akan menentukan arah atau sasaran yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan umum penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang profil atau ciri-ciri pimpinan sebagai pengelola dan penanggung jawab kinerja universitas melalui kajian hubungan dan pengaruh kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan sebagai variabel independen terhadap profil kepemimpinan, prestasi akademik, dan sustainabilitas universitas swasta sebagai variabel dependen. Sehingga dapat mengembangkan dan merencanakan sumber daya pimpinan serta mengelola faktor pendukung atau moderator secara sinergistik untuk meningkatkan kinerja universitas secara berkelanjutan.
E. Manfaat Penelitian
Secara keilmuan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengayaan keilmuan dan khasanah penelitian empirik di bidang kepemimpinan, perilaku organisasi, dan manajemen pendidikan secara lebih luas, khususnya dalam manajemen pengembangan sumber daya pimpinan yang sesuai dengan kebutuhan nyata secara empiris, dan secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: (1) sebagai pedoman untuk pengembangan sumber daya manusia, khususnya sumber daya pimpinan, dalam upaya peningkatan dan pembinaan universitas swasta, terutama di daerah dalam rangka mencapai kesetaraan dan kesepadanan dengan universitas negeri dan universitas swasta yang telah mapan di kota-kota besar, (2) untuk meningkatkan keahlian pimpinan dalam melaksanakan dan mengamalkan ciri-ciri kepemimpinan perguruan tinggi yang bermutu, (3) untuk meningkatkan prestasi akademik, dan sustainabilitas universitas swasta khususnya di daerah, (4) sebagai dasar pertimbangan dalam rangka melakukan penataan kembali institusi pendidikan tinggi (Reinventing the University).
F. Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
Perguruan tinggi adalah lembaga ilmiah, lembaga pendidikan tinggi, dan komunitas ilmiah sebagai “agent of change” yang mengemban misi sosial budaya, dan misi nasional. Perguruan tinggi di Indonesia pada saat ini dihadapkan pada tantangan globalisasi yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan IPTEK yang sangat cepat, relevansi hasil pendidikan, perkembangan ekonomi nasional, kebijakan pemerintah, dan kondisi internal perguruan tinggi itu sendiri. Dari masalah-masalah tersebut sebenarnya masalah pokok yang dihadapi secara nasional di era globalisasi adalah masalah pengembangan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang sesuai. Karena itu perguruan tinggi memiliki tugas dan peran yang sangat penting, dan harus segera dibenahi sedemikian rupa sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas secara berkelanjutan, kemandirian dan kerjasama serta daya saing secara sehat. Persoalan kualitas, kemandirian, dan kinerja pendidikan akan banyak ditentukan antara lain oleh kualitas pimpinan yang mengelolanya, kualitas dan kinerja universitas akan banyak berkaitan dengan soal bagaimana kompetensi individu dan kreatifitas pimpinan serta faktor lingkungan dalam mengelola lembaganya.
Dengan memperhatikan teori, kerangka berfikir, rumusan masalah, asumsi dan premis, dalam penelitian ini dirumuskan hipoteisis sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi individu, kreativitas pimpinan, dan faktor lingkungan dengan profil kepemimpinan, prestasi akademik, sustainabilitas, dan kinerja universitas.
2. Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh langsung, positif dan nyata terhadap profil kepemimpinan.
3. Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata terhadap prestasi akademik.
4. Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata terhadap sustainabilitas.
5. Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata terhadap kinerja universitas swasta.
6. Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh langsung, positif dan nyata terhadap prestasi akademik dan akan semakin kuat dengan adanya dukungan profil kepemimpinan.
7. Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh langsung, positif dan nyata terhadap sustainabilitas dan akan semakin kuat dengan adanya dukungan profil kepemimpinan.
8. Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh langsung, positif dan nyata terhadap kinerja universitas dan akan semakin kuat dengan adanya dukungan profil kepemimpinan.
9. Terdapat perbedaan yang berarti pengaruh variabel kompetensi individu kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan terhadap kinerja universitas dalam wujud profil kepemimpinan, prestasi akadedmik, dan sustainabilitas dilihat dari identitas universitas swasta yang berdomisili di Kota Bekasi dan di Luar Kota Bekasi.
G. Metode Penelitian
Berpijak pada teori administrasi pendidikan, sumber daya manusia, perilaku organisasi pendidikan dan aspek kepemimpinan, metoda penelitian digunakan metoda survey, pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta Grouded theory dengan menggunakan instrumen penelitian. Lokasi penelitian pada delapan universitas swasta di Jawa Barat, masing-masing empat universitas swasta di Kota Bekasi dan empat universitas swasta di Luar Kota Bekasi. Data-data hasil persepsi responden dianalisis secara statistik dengan software SPSS-Versi 10,0.
H. Strategi Pengolahan Data
Analisis data statistik dilakukan dengan maksud membantu peneliti dalam memberi makna terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan analisis data statistik guna: (1) Menguji kualitas instrumen penelitian dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas kuesioner, (2) Menguji normalitas data hasil penelitian, (3) Menguji hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian melalui analisis korelasi, analisis regresi dan analisis path[10].

6.  Metode Biografi
            Dalam siklus hidup seseorang, dari kelahiran hingga kematian, berbagai kejadian dialami oleh individu. Pengalaman ini merupakan unsure yang sangat menarik untuk diketahui karena ia bersifat akumulatif yang tidak hanya menjelaskan apa saja yang dialami oleh seseorang, tetapi setting di mana kejadian dan pengalaman itu berlangsung. Metode biografi berusaha merekam kembali pengalaman yang terakumulasi tersebut. Biografi karenanya merupakan sejarah individual yang menyangkut berbagai tahap kehidupan dan pengalaman yang dialami dari waktu ke waktu.
            Biografi ini memiliki banyak varian, antara lain potret, profil, memoir, life history, autobiografi, dan diary. Varian semacam ini tidak hanya menunjukkan cara di dalam melihat pengalaman yang terakumulasi tersebut, tetapi juga memperlihatkan perluasan dari metode ini sebagai metode yang penting dalam penelitian social.
            Bahan yang digunakan dalam biografi ini adalah dokumen (termasuk surat-surat pribadi) dan hasil wawancara, tidak hanya dengan orang yang bersangkutan, tetapi juga dengan orang yang disekelilingnya. Dengan cara ini pula individu dapat dikendalikan sekaligus melihat data dari dimensi yang lain karena biografi bagaimanapun juga merupakan bagian dari proses representasi social[11].
Contoh NUNUN, SARI, BILLA, CACA, CICI, NADIN, SHELLA, PUPUT,...
Mereka adalah para perempuan karib dekatku. Sering kali aku berkumpul bersama jika sedang letih. Bercanda, bercengkrama dan berbagi makanan. Jika aku sedang olah raga mereka sering ikut meramaikan. Pasti sangat seru. Mereka yang tentukan lagu apa yang mesti diperdengarkan sebagai pengiring. Mereka sibuk berjoget dengan gaya yang heboh dan lucu. Mereka sering nyamper ke rumah ngajak jalan dan ngobrol. Biasanya mereka laporan macam-macam hal tentang diri masing-masing. Mengerjakan apa saja dan jalan-jalan ke mana saja.
Shella yang paling tua, ia kini kelas tiga, Puput kelas dua , Billa kelas satu. Semuanya masih SD. Nunun TK. Sari, Caca, dan Cici baru akan masuk TK. Mereka hanya sebagian dari sekitar lima belas anak yang sering bersamaku. Aku sudah lama bermain dengan mereka, sejak mereka bayi. Mereka memanggilku Pak Ucha.
Setiap kali aku pulang mereka berlarian mengejar. Biasanya minta permen. Aku selalu bawakan mereka permen, coklat, biskuit, donat, dan kue. Aku hafal siapa suka apa. Karena itu aku sering bawa macam-macam oleh-oleh untuk mereka.
Jika aku lama tak di rumah karena harus tugas keluar kota, mereka sering ke rumah bertanya pada anak atau istriku, Pak Ucha kemana seh? Sering juga mereka pergi ke rumah supirku dan bertanya Pak Ucha koq gak pulang-pulang.
Bila sudah sore dan belum mandi, para ibu masing-masing menyuruh mereka mandi dan bilang, ada Pak Ucha tu, ayo pada mandi. Mereka biasanya berlari ke rumahku. Bila tak melihat mobilku, mereka biasanya tetap bermain dan tak mau mandi. Dan bilang ke ibunya, Pak Ucha gak ada lage. Biasanya para ibu mulai mengejar mereka agar segera mandi. Bila  melihat ada mobil, biasanya mereka langsung mandi. Setelah mandi ramai-ramai datang ke rumah dan laporan kalo mereka sudah mandi. Aku kemudian membagikan permen.
Jika berkumpul dan makan cemilan bareng, mereka suka cerita bahwa Nunun pacaran ama Dhani. Nunun akan bilang bahwa Sari pacarnya si Opic. Sari laporan bahwa Billa pacaran ama Egi. Lucunya mereka sering bilang begini, Pak Ucha Egi lope ama Billa, sambil dua jari telunjuk dan dua jari jempol dipertemukan membentuk gambar hati. Rasanya ini mereka dapatkan dari sinetron.
Mereka sering ngobrol tentang sinetron di depanku. Aku sama sekali gak faham karena gak permah nonton. Mereka sering minta difoto dan minta fotonya dimasukin di internet. Katanya supaya jadi terkenal kaya Ayu Ting Ting. Walah, mereka tahu internet.
Pernah mereka nyamper aku sambil joget bareng-bareng dan nyanyi lagu Oplosan. Ada-ada saja. Mereka bisa menirukan joget Caesar dan gaya Soimah. Dulu waktu lagu Mbah Surip Tak Gendong lagi ngetop, mereka masih lebih kecil, tapi mereka bisa menyanyikannya  lirik lagu yang diucapkan dengan tidak sempurna. Tentu dengan meniru gaya Mbah Surip.
Aku sering mendapat laporan tentang apa yang terjadi di sekitar rumah. Aku memang sangat jarang di rumah. Mereka cerita dengan seru sambil bertengkar kecil dengan sesama teman saat bercerita tentang ibu ini berantem dengan ibu itu , suami istri ribut,  dan segala macam kejadian lainnya. Kacau juga ya, anak-anak koq pada ngerumpi. Aku biasa mendengarkan saja dan membiarkan mereka saling bantah untuk melengkapi cerita.
Kadang mereka mengajakku berkeliling,menunjukkan di rumah mana terjadi keributan sewaktu aku tidak di rumah. Bila aku menolak, Sari suka bilang ya Pak Ucha payah. Aku gak faham maksudnya. Apapun kejadian selama aku tidak di rumah pasti diceritakan.
Lucunya adalah saat  tidak ada mobil di rumahku. Saat sore aku keluar dan nyamper mereka. Mereka kaget. Dan segera lari ke rumahku untuk memastikan apakah mobil ada atau tidak. Bila tidak ada, mereka suka marah dan bilang, ih Pak Ucha boong ni. Koq Pak Ucha ada, kan mobilnya gak ada. Biasanya mereka ngomel-ngomel dan pergi mandi.
Nunun yang nama sebenarnya Nurul, tapi karena belum bisa bilang R dia menyebut dirinya Nunun, adalah provokator paling berani. Ia biasa membawa teman-temannya ke rumahku dan meminta makanan. Kadang-kadang aku sengaja bilang gak ada makanan. Dia langsung nanya lagi, permen? Gak ada, jawabku. Coklat? Gak punya. Anggun deh anggun aja, maksudnya anggur. Belum beli. E....donat. Gak ada. Pisang aja. Gak punya. Dia langsung teriak, sorakin Pak Ucha. Temen-temennya rame-rame teriak sambil jalan tinggalkan rumahku, Pak Ucha...pelit. Sari yang imut biasanya lebih ketus, ah Pak Ucha payah, udah gak temenan.
Biasanya aku pergi dua atau tiga hari. Kemarin aku pergi delapan hari mendampingi mahasiswa KKL ke Bromo. Rupanya mereka penasaran. Mereka sudah tanya ke putraku, Pak Ucha kemana dan kapan pulang. Putraku suka godain mereka dan bilang gak tahu tu. Nunun tanya pada emaknya, Pak Ucha kemana koq gak pulang-pulang. Emaknya bilang Pak Ucha udah pindah rumah. Walah, mereka jadi heboh, tapi tak percaya karena mobil dan istriku masih di rumah. Mereka menanyakan pada istriku kapan Pak Ucha pulang. Hari Minggu jawab istriku, mereka tampaknya seneng karena aku belum pindah. Hanya ibu mereka pada sewot. Sebab Bila disuruh mandi, mereka bilang gak mau. Jika ibunya katakan, nanti dilaporin Pak Ucha kamu belum mandi. Mereka dengan santai bilang, Pak Ucha gak ada tau, Pak Ucha gak pulang-pulang.
Waktu aku pulang, mereka pada  nyemper dan marah-marah. Mereka bilang Pak Ucha kemana aja, koq lama amat gak pulang-pulang. Nunun yang paling banyak omong. Dia lapor macem-macem, termasuk Billa udah gak pacaran ama Egi. Dia juga cerita Pak J mantan supirku masuk rumah sakit. Mereka berlomba cerita apa saja. Aku cuma mendengar dan memberi komentar. Lama kami ngobrol. Karena sudah sore, aku minta semua mereka pada mandi dulu. Beberapa saat kemudian, Nunun teriak-teriak laporan udah mandi. Aku keluar, walah kacau, yang dateng banyak banget. Permennya gak cukup. Aku cari makanan apa saja yang masih bisa dibagi. Untungnya masih ada buah-buahan. Setelah pembagian mereka meninggalkan rumahku.
ANAK-ANAK ADALAH MASA DEPAN NEGERI INI, MEREKA PANTAS MENDAPATKAN PERHATIAN DAN PENGASUHAN TERBAIK[12].



[5] [5] http://id.wikipedia.org/wiki/Fenomenologi diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul: 20:28
[6] www.paknusa.blogspot.com (diakses pada 18 mei 2014, pukul 20.00 wib)