Jumat, 23 November 2012

MAHASISWA DAN PERUBAHAN SOSIAL



Bicara tentang mahasiswa, ada beberapa pandangan tentang mahasiswa diantaranya mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan tinggi, mahasiswa mempunyai bagian yang luas diantara masyarakat dan sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang diantara angkatan muda.
            Di sini mahasiswa di lihat sebagai intelektual muda yang identik dengan kreativitas dan solusi. Dalam berbagai hal, mahasiswa dituntut untuk dapat berperanan lebih nyata terhadap perubahan atau paling tidak menjadi pendokong dari sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Kesadaran yang tumbuh dalam masyarakat untuk melakukan perubahan terhadap sistem yang cenderung berorientasi pada kekuasaan, menuntut peranan yang lebih dari mahasiswa sebagai agen perubahan sosial.
Di samping itu sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa juga memiliki karakter positif lainnya, antara lain idealis dan energik. Idealis berarti mahasiswa masih belum terkotori oleh kepentingan pribadi dan juga belum terbebani oleh beban posisinya sebagai mahasiswa. Artinya mahasiswa masih bebas menempatkan diri pada posisi yang dia anggap terbaik, pemuda biasanya siap sedia melakukan kewajiban yang dibebankan oleh suatu ideologi jika mereka telah meyakini akan kebenaran ideologi itu.
Mahasiswa menempati kedudukan yang khas (special position) di masyarakat, baik dalam artian masyarakat kampus maupun di luar kampus. Kekhasan ini tampak pada serentetan atribut yang disandang mahasiswa, misal : intelektual muda, kelompok penekan (pressure group), agen pembaharu (agent of change), dan kelompok anti status quo. Dalam konteks pergerakan politik di Indonesia, sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia sudah eksis sejak sebelum kemerdekaan. Bahkan, dapat dikatakan mereka adalah pelopor pergerakan kemerdekaan secara modern melalui organisasi-organisasi pergerakan mahasiswa.
Dalam perspektif sosial, mahasiswa pun menunjukkan dinamika tersendiri sebagai kelompok yang secara konsisten memperjuangkan hak-hak kaum tertindas serta memberi kontribusi yang tidak kecil dalam rekayasa perubahan sosial menuju masyarakat yang lebih baik. Posisi mahasiswa yang netral (Neutral position) dan tidak mempunyai kepentingan tertentu atau dibawah kepentingan telah menempatkannya pada posisi yang sangat disegani dan dihormati dalam setiap proses perubahan sosial masyarakat.
Perubahan Sosial
            Perubahan sosial adalah suatu fenomena yang menarik sebab masalah sosial adalah perkara yang berhubungan dengan persoalan manusia sehingga tak sedikit para ahli soiologi mengkaji masalah ini. Sementara perubahan itu sendiri-baik yang sudah, sedang atau sudah berlangsungsangat perlu diketahui apakah memberi banyak manfaat (dalam arti mampu memenuhi kebutuhan manusia).
Memang, para ahli sosiologi tampaknya belum begitu sepakat tentang pengertian dan penggunaan istilah ”Perubahan sosial” tersebut. Sebagian dari mereka mengartikan istilah itu dengan evolusi, pembangunan, perkembangan, dan perubahan yang terjadi di masyarkat. Dengan kata lain, istilah “Perubahan sosial” itu terbuka untuk didiskusikan. Sosiolog Nisbet, membedakan penggunaaan istilah change dengan evolution, dengan maksud untuk mendeteksi “perubahan”. Change diartikannya sebagai terjadinya diskontinuitas dalam proses kehidupan masyarakat ; sementara evolution diartikan sebagai terdapatnya suatu kontinuitas dalam proses yang sama.
Peran Mahasiswa
Mahasiswa adalah kelompok masyarakat yang sedang menekuni bidang ilmu tertentu dalam lembaga pendidikan formal. Kelompok ini sering juga disebut sebagai “Golongan intelektual muda” yang penuh bakat dan potensi. Posisi yang demikian ini sudah barang tentu bersifat sementara karena kelak di kemudian hari mereka tidak lagi mahasiswa dan mereka justru menjadi pelaku-pelaku intim dalam kehidupan suatu negara atau masyarakat.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan untuk memerankan peran itu. Jika gagal akan berdampak negatif pada masyarakat yang di pimpinnya; demikian pula sebaliknya. Dalam perubahan sosial yang dasyat saat ini, mahasiswa sering dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan dan dilematis. Suatu pilihan yang teramat sulit harus ditentukan, apakah ia terjun dalam arus perubahan sekaligus mencoba mengarahkan dan mengendalikan arah perubahan itu; ataukah sekedar menjadi pengamat dan penonton dari perubahan atau mungkin justru menjdi korban obyek sasaran dari perubahan yang dikendalikan oleh orang lain .
Melihat realitas dan tantangan diatas,mahasiswa memiliki posisi yang sangat berat namun sangat strategis dan sangat menentukan. Bukan zamannya lagi untuk sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi; tetapi harus mewarnai perubahan tersebut dengan warna masyarakat yang akan dituju dari perubahan tersebut adalah benar-benar masyarakat yang adil dan makmur.

Minggu, 28 Oktober 2012

KEBUDAYAAN KOREA

TUGAS PENGANTAR ANTROPOLOGI
Nama :Kartika Sari Berlian

No Reg :4915122550

Dosen :Drs. Eko Siswono, M,SI


PENDAHULUAN 
Korea atau sewaktu bersatunya dikenal sebagai Choson, negeri yang dijuluki Land Of Morning Calm memiliki kebudayaan yang tak ternilai harganya. Sebut saja contohnya adalah Kuil Bulguksa, Observatorium tertua di dunia-Ch’omsongdae, hingga Tugu Ssanggyong. Itu baru kebudayaan berwujud fisik belum lagi kebudayaan yang bersifat imaterial atau dengan kata lain kebudayaan ideal. Karena memang kebudayaan tidak hanya yang kelihatan wujudnya tapi juga, ada yang wujudnya tidak terlihat secara kasat mata namun sebenarnya ada, inilah yang disebut kebudayaan ideal atau kebudayaan gagasan. Kebudayaan ideal Korea, sebenarnya kebanyakan hanya kebudayaan ideal turunan. Contohnya adalah ajaran Kong-Hu-Chu yang melekat erat dalam kehidupan sosial dan etos kerja orang Korea tentu saja bukan kebudayaan ideal asli Korea, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kong-Hu-Cu adalah kebudayaan ideal dari Cina dengan penggagasnya adalah Konfusius, seorang filsuf Cina. Kemudian, ada semangat keagamaan yang berasal dari kebudayaan Buddha yang menganjurkan pengikutnya agar beragama Buddha, inilah yang membuat orang Korea tertarik beragama. Tapi, tentu saja ada kebudayaan ideal asli Korea, seperti Hwangdo (Jalan Ksatria). Hwangdo mengajarkan bahwa orang Korea harus memiliki integritas dan disiplin yang tinggi. Hwangdo pada dahulu kala tadinya hanya untuk bangsawan tapi, sekarang semua orang Korea mengaplikasikannya.


 PERMASALAHAN 
Kebudayaan-kebudayaan yang ada di bagian pendahuluan, nampaknya adalah pondasi-pondasi bagi kebudayaan Korea sekarang. Mungkin dapat dikatakan semua kebudayaan Korea bersatu (Choson) menjadi dasar bagi kebudayaan Korea sekarang. Karena ingin memastikan bahwa semua kebudayaan Korea bersatu adalah pondasi dari kebudayaan Korea sekarang dan khususnya kebudayaan Korea Selatan serta untuk menjawab pertanyaan: “apakah hanya Korea Selatan yang mengadopsi kebudayaan Korea bersatu, sedangkan Korea Utara sama sekali tidak mengadopsinya ? Maka, penulis membuat makalah ini yang berjudul “Kebudayaan Korea Selatan Adalah Kebudayaan Korea Bersatu”. 1) Bagaimana sejarah terbentuknya Negara korea ? 2) Bagaimana budaya perkawinan di Korea ? 3) Bagaimana kebudayaan Korea dalam hal keturunan ? 4) Bagaimana budaya pakaian adapt Korea ? 5) Apa saja bagian-bagian dari baju adapt Korea ? 6) Apa makanan khas dari Korea ? 

 PEMBAHASAN


Kebudayaan Korea berawal dari lahirnya kerajaan pertama Korea, yaitu kerajaan Choson karena di masa kerajaan ini lahir dongeng yang menceritakan nenek moyang bangsa Korea. Dongeng ini dikenal dengan nama legenda Tan’gun. Dongeng ini bercerita bahwa ada seorang dewa langit yang bernama Hwanung yang turun ke bumi, kemudian dia mengajak anak buahnya untuk ikut turun ke bumi. Di bumi mereka mendirikan kerajaan di suatu tempat, di mana lagi kalau bukan di Semenanjung Korea.


Suatu ketika, ada seekor macan dan beruang menemui Hwanung dengan tujuan meminta Hwanung agar mengubah diri mereka yang berwujud binatang menjadi manusia. Hwanung mengabulkan permintaan mereka, ia memberikan sejumlah rumput dan sejumlah siung bawang putih serta memerintahkan mereka memakannya dan menghindari matahari selama 100 hari. Mereka harus melaksanakan perintah tersebut jika mereka ingin menjadi manusia


Beruang yang melaksanakan perintah Hwanung dengan sabar akhirnya menjelma menjadi perempuan dalam waktu kurang dari dua bulan, tetapi macan yang tidak sabar melaksanakan perintah Hwanung gagal menjelma menjadi manusia. Karena macan tersebut tidak tahan makan bawang putih dan rumput terus menerus maka, dia akhirnya keluar dari gua dan memakan daging. Padahal, jika macan itu bersabar seminggu lagi saja, menurut Hwanung macan itu menjadi laki-laki dan tentu saja berpasangan dengan beruang yang menjadi perempuan tersebut.


Hwanung merasa empati dengan beruang yang menjelma menjadi perempuan tersebut karena ia tidak memiliki pasangan hidup sehingga akhirnya Hwanung menikahinya. Kemudian, mereka memiliki putra yang diberi nama Tan’gun yang selanjutnya menjadi nenek moyang bangsa Korea. Sekitar tahun 2300 Sebelum Masehi, Tan’gun menyatukan suku Tungusic dan kemudian mendirikan kerajaan yang dikenal dengan kerajaan Choson kuno dengan ibukota Asadah (Pyongyang sekarang).


Meskipun legenda Tan’gun hanya sebuah mitos yang kurang didukung fakta-fakta sejarah, namun legenda tersebut merefleksikan idealisme Korea serta memberikan kebanggan bangsa Korea sebagai bangsa yang memiliki sejarah dan kebudayaan tertua. Oleh karena itu, bangsa Korea tetap melestarikan legenda tersebut dan menjadi sumber kebangkitan spiritual bagi bangsa Korea saat menghadapi krisis rasial dan nasional





Berlanjut ke masa tiga kerajaan, yaitu Koguryo, Paekche dan Silla. Di masa ini nampaknya hanya sistem tulisan idu yang terkenal dan mempengaruhi kebudayaan Korea sekarang khususnya di Korea Selatan karena memang idu masih dipelajari orang Korea Selatan sekarang. Idu pada masa itu dikembangkan untuk menerjemahkan kata-kata dalam bahasa Korea ke bentuk tullisan Cina, karena pada masa ini seorang cendekiawan bernama Sol Ch’ong dari kerajaan Silla mensistemasisasi dan mengolah sistem ini

Kemudian, saat tiga kerajaan ini ingin menguasai Korea atas nama satu kerajaan atau bahasa halusnya adalah penyatuan Korea. Mulailah, adanya budaya perang atau permusuhan satu sama lain (sentimen kerajaan)


Akhirnya, ketiga kerajaan itu dapat disatukan dibawah bendera kerajaan Silla dan ketiga kerajaan itu memadukan, kebudayaannya, maka terciptalah Kuil Bulguksa yang dibuat penganut Buddha dari Silla, ajaran Kong-Hu-Cu yang dijadikan sistem sosial dasar masyarakat, padahal tadinya ajaran Kong-Hu-Cu, hanya berkembang di Paekche, dan pembuatan observatorium bintang-Ch’omsongdae, hingga Tugu Ssanggyong yang dimulai pada masa kerajaan Koguryo.


Maju ke abad pertengahan tepatnya abad ke-16, di Korea terdapat  seorang laksamana perang bernama, Laksamana Yi Sun-Sin beliaulah yang membuat kapal anti peluru pertama kali di dunia yang diberi nama “kapal kura-kura”, untuk menangkal invasi Jepang.

Saat Jepang menginvasi Korea tentu saja ada kebudayaan Jepang, yang berasimilasi dengan kebudayaan Korea, ini terlihat dari pakaian tradisional Korea yang bernama Hanbok, yang merupakan perpaduan kimono ala Jepang dan baju katun Korea. Kemudian, saat orang Eropa, ikut datang ke Korea mereka membawa agama Kristen ke Korea serta etos kerja keras ala Eropa dan individualisme plus liberalisme dan imperalisme Eropa. Ketika Perang Dunia berakhir, Korea mengalami vacum of power, seperti Indonesia, tapi, akhirnya oleh PBB, Amerika Serikat dan Uni Sovyet, Korea dibagi dua tepat di garis 38 derajat, menjadi Korea Selatan dan Korea Utara


Budaya Korea
a)     Budaya Perkawinan

Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem Patrilinial. Pria memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarga dan diwajibkan untuk bekerja. Wanita diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak dan menjaga rumah.
Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan. Para janda, jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga yang terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya walaupun istrinya tersebut mati muda.

b)    Budaya dalam hal keturunan

Dalam budaya Korea , keturunan atau anak dianggap sebagai sebuah anugerah yang amat besar dari Tuhan. Oleh karena itu, setiap keluarga disarankan untuk memiliki paling tidak seorang keturunan. Oleh karena budaya yang amat menghormati anugerah Tuhan tersebut, aborsi yang bersifat sengaja akan diberikan hukuman yang amat berat secara adapt, yaitu hukuman mati kepada sang Ibu dan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya, seperti suaminya (jika suaminya yang memaksa), dokter (jika dokter yang memberikan sarana untuk aborsi), dan lain-lain. Akan tetapi, secara hukum, tidak akan diadakan hukuman mati. Hukuman mati biasanya hanya dilaksanakan di daerah pedalaman Korea di mana adat masih berpengaruh secara kuat.
Pembagian harta warisan dalam budaya ini amatlah adil. Tanpa memperdulikan jenis kelamin, keturunan dari seseorang akan mendapatkan pembagian harta dengan jumlah yang sama dengan saudara-saudaranya. Akan tetapi, dalam prakteknya ini tidak selalu terjadi. Kebanyakan orang tua menyisihkan lebih banyak harta warisan kepada anak tertua mereka.



c)     Budaya Pakaian Tradisional "Hanbok"



Hanbok (Korea Selatan) atau Chosŏn-ot (Korea Utara) adalah pakaian tradisional masyarakat Korea. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu pada "pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.


Hwalot, pakaian pengantin
Hanbok digunakan diklasifikasikan berdasarkan peristiwanya: pakaian sehari-hari, termasuk untuk hari ulang tahun pertama anak.
Hanbok modern
Hanbok modern untuk anak-anak terbagi atas 2 atau 3 bagian dan bisa dipakai dengan mudah. Hanbok anak-anak dipakai biasanya satu atau dua kali setahun dalam perayaan chuseok atau tahun baru imlek (seolall). Pada ulangtahun pertamanya (dolljanchi) anak-anak memakai hanbok pertama merekla.
Pola tradisional hanbok memiliki kombinasi garis anggun dan warna yang menampilkan keindahan dari hanbok tersebut. Bentuk pola hewan, tumbuhan, dan pola alam lainnya ditambahkan pada pinggiran rok, maupun pada bagian luar dari kerah disekitar bahu.




Bagian – bagian dari hanbok yaitu:

Jeogori yang dipakai wanita dan pria sedikit berbeda bentuknya. Jeogori yang dipakai pria lebih besar dan panjangnya menutupi bagian tubuh atas sampai ke pinggang. Sedangkan Jeogori yang dipakai wanita hanya sampai bawah dada.
Garis kerah Jeogori yang berbentuk V itu disebut Dongjeong yang kemudian diikat dengan pita pengikat yang disebut Goreum. Jaman dulu Goreum tidak terlalu banyak detil hiasannya, tapi kalau kamu lihat Hanbok modern di Korea sekarang ini, ada begitu banyak varian warna dan bentuk Goreum yang fashionable.
Rok yang menggembung di Hanbok wanita disebut Chima. Nah Chima ini bentuknya panjang dan mengembang menutupi sebagian besar tubuh sang pemakai. Tujuannya selain untuk mengatur penampilan agar terlihat sopan, juga untuk memudahkan gerak agar lebih leluasa.
Baji adalah celana yang dipakai pria Korea dan diikat dengan pengikat bernama Daenim. Di masa kuno, orang Korea baik pria maupun wanita menggunakan Baji, khusus wanita tentunya tergantung kegiatan mereka. Dulu ukuran Baji dijadikan sebagai identitas status sosial.
Baerae adalah garis terbawah dari lengan jeogori atau magoja (jaket luar). Dengan bentuk garis melingkar yang membentuk kurva, seripa dengan garis yang terdapat pada bagian atap rumah tradisional Korea.
Beoseon adalah sepasang kaos kaki. Bentuk dari beoseon sebenarnya tidak merefleksikan perbedaan gender penggunanya, baik pria maupun wanita. Hanya saja beoseon pria memiliki pelipit lurus.
Dulu baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang.






Aksesori untuk kepala
 

Baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita yang berprofesi sebagai penghibur seperti kisaeng, memakai aksesori wig yang disebut gache. Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19, gache semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar dan berat.
Tusuk konde binyeo, ditusukkan melewati konde rambut sebagai pengencang atau aksesori. Bahan pembuatan binyeo bervariasi sesuai kedudukan sosial pemakainya. Wnita juga mengenakan jokduri pada hari pernikahan mereka dan memakai ayam untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.
Pria menggunakan gat, topi yang dianyam dari rambut kuda, yang juga bervariasi model dan bentuknya sesuai status atau kelas.





d)           Budaya Makanan


Dalam budaya Korea , ada satu makanan khas yang memiliki suatu arti yang tidak dimiliki oleh makanan lainnya. Makanan ini disebut kimchi. Di setiap session makanan, ketidakberadaan kimchi akan memberikan kesan tidak lengkap. Kimchi adalah suatu makanan yang biasanya merupakan sayuran yang rendah kalori dengan kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada, dan lain-lain) yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah sehingga menghasilkan rasa yang unik dan biasanya pedas. Dalam kenyataannya (menurut hasil penelitian kesehatan WHO), jenis-jenis kimchi memiliki total gizi yang jauh lebih tinggi dari buah manapun.
Hal yang membuat kimchi menjadi makanan yang spesial ada banyak faktornya. Faktor pertama adalah pembuatannya. Kimchi (dalam hal ini adalah kimchi yang dihidangkan untuk acara-acara spesial, bukan kimchi untuk acara makan biasa dan sehari-hari) dibuat oleh wanita dari keluarga bersangkutan yang mengadakan acara tersebut dan hanya bisa dibuat pada hari di mana acara tersebut dilaksanakan. Semakin banyak wanita yang turut membantu dalam pembuatan kimchi ini, semakin “bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi juga merupakan faktor penentu kepintaran atau kehebatan seorang wanita dalam memasak. Konon katanya, jika seorang wanita mampu membuat kimchi yang enak, tidak diragukan lagi kemampuan wanita tersebut dalam memasak makanan lain. Faktor ketiga adalah asal mula kimchi. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri dari Raja Sejong sebagai hidangan untuk perayaan Sesi.

e)   Kebiasaan / Tradisi, Kesenian, dan Bahasa Korea Selatan

Ada sebuah tradisi / kebiasaan yang cukup terkenal di Korea. Tradisi ini dinamakan “sesi custom”. Tradisi sesi dilaksanakan sekali setiap tahun. Sesi adalah sebuah tradisi untuk mengakselerasikan ritme dari sebuah lingkaran kehidupan tahunan sehingga seseorang dapat lebih maju di lingkaran kehidupan tahun berikutnya. Tradisi sesi dilaksanakan berdasarkan kalender bulan (Lunar Calender). Matahari, menurut adat Korea , tidak menunjukkan suatu karakteristik musiman. Akan tetapi, Bulan menunjukkan suatu perbedaan melalui perubahan fase bulan. Oleh karena itu, lebih mudah membedakan adanya perubahan musim atau waktu melalui fase bulan yang dilihat.
Dalam tradisi sesi, ada lima dewa yang disembah, yaituirwolseongsin (dewa matahari bulan dan bintang),sancheonsin (dewa gunung dan sungai), yongwangsin(raja naga), seonangsin (dewa kekuasaan), dan gasin(dewa rumah). Kelima dewa ini disembah karena dianggap dapat mengubah nasib dan keberuntungan seseorang. Pada hari di mana sesi dilaksanakan, akan diadakan sebuah acara makan malam antar sesama keluarga yang pertalian darahnya dekat (orang tua dengan anaknya). Acara makan wajib diawali dengankimchi dan lalu dilanjutkan dengan “complete food session”.
Ada juga mitos lain dalam memperoleh keberuntungan menurut tradisi Korea, antara lain “nut cracking” yaitu memecahkan kulit kacang-kacangan yang keras pada malam purnama pertama tahun baru, “treading on the bridge” yaitu berjalan dengan sangat santai melewati jembatan di bawah bulan purnama pada malam purnama pertama tahun baru yang katanya dapat membuat kaki kita kuat sepanjang tahun, dan “hanging a lucky rice scoop” yaitu menggantungkan skop (sendok) pengambil nasi di sebuah jendela yang katanya akan memberi beras yang melimpah sepanjang tahun.

Kesenian tradisional di Korea, dalam hal tarianTalchum atau talnori adalah pertunjukan tradisi korea yang dipertunjukkan oleh beberapa orang yang mengenakan topeng dan  kostum untuk memainkan sebuah lakon lewat tarian, dialog dan lagu. 
orang koreamenyukai pertunjukkan ini karena sering menyampaikan pesan-pesan moral dan menceritakan tentang kehidupan dan permasalahan sehari-hari. Tari topeng memperlihatkan berbagai bentuk emosi seperti kesedihan, kebahagiaan dan kecaman terhadap kaum penguasa. Tema-tema tari topeng antara lain mengenai ritual upacara,biksu yang murtad, kaum bangsawan yang ditimpa kemisikinan, cinta segitiga dan kehidupan sehari-hari rakyat jelata. Pada masa lalu, hiburan ini dipentaskan di halaman sebuah rumah besar atau di pasar untuk menarik perhatian warga.



Tarian dan permainan alat musik

Menari adalah bagian penting dalam talchum. Musik dimainkan selama pertunjukkan oleh kelompok musik petani dengan 9 jenis alat musik yakni geomungo(kecapi 6 senar), gayageum (kecapi 12 senar), hyangbipa (mandolin), genderang besar, genderang panjang, haegeumpi (rebab bersenar 2), piri(suling) dan 2 taepyeongso (terompet).
Topeng Korea dinamakan Tal, namun juga dikenal dengan nama-nama lain seperti gamyeon, gwangdae, chorani, talbak dan talbagaji. Topeng Korea memiliki kain hitam yang tersambung dibelakangnya yang dibuat untuk melapisi kepala atau sebagai rambut hitam
                                                        
 Bongsan Talchum                                                         Songpa Sandaenori
                     

Eunyul Tachum                                                 Hahoe Byeolsandaenori




Talchum dari Korea Utara

Add caption
Sendratari topeng yang berasal dari Korea Utara dinamakan talchum. Sendratari topeng pesisir barat dari propinsi Hwanghae memiliki sedikit perbedaan dengan sendratari dari daerah lain. Tokoh yang dimainkan antara lain delapan biksu berwajah hitam, biksu kepala, orang muda dan  orang tua, bangsawan dan nenek Miyal. Ciri khas tari topeng Korea Utara adalah gerakannya yang lincah dan cepat serta
 mengenakan selendang panjang di tangan.

Yayu dan Ogwangdae

Yayu (sendratari topeng lapangan) dan Ogwangdae (sendratari topeng lima badut) adalah jenis tari topeng yang berasal dari wilayah selatan semenanjung Korea, masing-masing dipertunjukkan di sebelah timur dan barat aliran sungai Nakdong. Kedua jenis pementasan sendratari ini kurang berkaitan dengan praktik gutkarena memang bertujuan untuk menghibur. Kelompok yang mempertunjukkan sendratari ini dinamakan Daegwangdaepae yang menghibur rakyat di sepanjang aliran Sungai Nakdong. Kelompok ini menghibur dalam berbagai festival desa dan menyerap banyak karakter lokal.

Bahasa yang digunakan di Korea adalah bahasa Korea . Penulisan bahasa Korea dinamakan Hangeul. Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong pada abad ke 15. Hangeul terdiri dari 10 huruf vokal dan 14 konsonan yang bisa dikombinasikan menjadi banyak sekali huruf-huruf dalam bahasa Korea. Hangeul sangat mudah dibaca dan dipelajari. Hangeul juga dianggap sebagai bahasa tulisan yang paling sistematik dan scientific di dunia.







KESIMPULAN
            Pembagian Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara, tentu saja menyebabkan adanya perbedaan kebudayaan di antaran keduanya. Jika, di Korea Selatan menganut budaya liberal maka di Korea Utara menganut gaya sosial. Kemudian, orang-orang Korea Selatan sangat terbuka dengan negaranya, maka Korea Utara tertutup.
            Dari sini dapat dikatakan bahwa nampaknya, Korea Utara mewarisi hanya sedikit kebudayan-kebudayaan Korea bersatu karena, sangat bertentangan dengan kebudayaan Korea Utara yang sekarang. Contoh kecil, jika kebudayaan Korea bersatu mengajarkan mereka untuk terbuka tapi, Korea Utara malah menutup diri. Sedangkan, kebudayaan Korea bersatu yang masih melekat erat pada Korea Utara mungkin hanya mitos Tan’Gun, karena kerajaan Tan’Gun terletak di Asadah atau yang sekarang kita kenal dengan ibukota Korea Utara, Pyongyang.
            Sebaliknya, dengan Korea Selatan mereka mewarisi hampir seluruh kebudayaan Korea bersatu. Karena, memang situs-situs budaya juga banyak terdapat disini. Dan kebudayaan ideal dari kebudayaan Korea bersatu, sangat fasih diterapkan oleh masyarakat Korea Selatan, seperti ajaran Kong-Hu-Cu, yang menyuruh pengikutnya agar baik terhadap sesama manusia, baik terhadap binatang, baik terhadap Tuhan serta jujur dan terbuka dalam semua masalah yang menimpa pengikutnya. Maka, dapat dikatakan kebudayaan Korea Selatan sekarang adalah hasil warisan dari kebudayaan Korea Bersatu.


DAFTAR PUSTAKA
Ahn, Chung-Si. Korea At A Glance. Seoul : Seoul University Press, 2004.
Go, Pok Sam. Korean Three Kingdoms. Busan : Busan History Center Press,
     2006.
Surajaya, I Ketut. Pengantar Sejarah Korea(Kompilasi danTerjemahan). Depok: UI,
     2006.
www. KBS. com.
www. Korea. net.
www. wikipedia. co. id.