Nama :Kartika Sari Berlian
No Reg :4915122550
Dosen :Drs. Eko Siswono, M,SI
PENDAHULUAN
Korea atau sewaktu bersatunya dikenal sebagai Choson, negeri yang dijuluki Land Of Morning Calm memiliki kebudayaan yang tak ternilai harganya. Sebut saja contohnya adalah Kuil Bulguksa, Observatorium tertua di dunia-Ch’omsongdae, hingga Tugu Ssanggyong. Itu baru kebudayaan berwujud fisik belum lagi kebudayaan yang bersifat imaterial atau dengan kata lain kebudayaan ideal. Karena memang kebudayaan tidak hanya yang kelihatan wujudnya tapi juga, ada yang wujudnya tidak terlihat secara kasat mata namun sebenarnya ada, inilah yang disebut kebudayaan ideal atau kebudayaan gagasan.
Kebudayaan ideal Korea, sebenarnya kebanyakan hanya kebudayaan ideal turunan. Contohnya adalah ajaran Kong-Hu-Chu yang melekat erat dalam kehidupan sosial dan etos kerja orang Korea tentu saja bukan kebudayaan ideal asli Korea, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa Kong-Hu-Cu adalah kebudayaan ideal dari Cina dengan penggagasnya adalah Konfusius, seorang filsuf Cina. Kemudian, ada semangat keagamaan yang berasal dari kebudayaan Buddha yang menganjurkan pengikutnya agar beragama Buddha, inilah yang membuat orang Korea tertarik beragama.
Tapi, tentu saja ada kebudayaan ideal asli Korea, seperti Hwangdo (Jalan Ksatria). Hwangdo mengajarkan bahwa orang Korea harus memiliki integritas dan disiplin yang tinggi. Hwangdo pada dahulu kala tadinya hanya untuk bangsawan tapi, sekarang semua orang Korea mengaplikasikannya.
PERMASALAHAN
Kebudayaan-kebudayaan yang ada di bagian pendahuluan, nampaknya adalah pondasi-pondasi bagi kebudayaan Korea sekarang. Mungkin dapat dikatakan semua kebudayaan Korea bersatu (Choson) menjadi dasar bagi kebudayaan Korea sekarang. Karena ingin memastikan bahwa semua kebudayaan Korea bersatu adalah pondasi dari kebudayaan Korea sekarang dan khususnya kebudayaan Korea Selatan serta untuk menjawab pertanyaan: “apakah hanya Korea Selatan yang mengadopsi kebudayaan Korea bersatu, sedangkan Korea Utara sama sekali tidak mengadopsinya ? Maka, penulis membuat makalah ini yang berjudul “Kebudayaan Korea Selatan Adalah Kebudayaan Korea Bersatu”.
1) Bagaimana sejarah terbentuknya Negara korea ?
2) Bagaimana budaya perkawinan di Korea ?
3) Bagaimana kebudayaan Korea dalam hal keturunan ?
4) Bagaimana budaya pakaian adapt Korea ?
5) Apa saja bagian-bagian dari baju adapt Korea ?
6) Apa makanan khas dari Korea ?
PEMBAHASAN
Sendratari topeng
yang berasal dari Korea Utara dinamakan
talchum. Sendratari topeng pesisir barat dari propinsi Hwanghae
memiliki sedikit perbedaan dengan sendratari dari daerah lain. Tokoh
yang dimainkan antara lain delapan biksu berwajah hitam, biksu kepala, orang
muda dan orang tua, bangsawan dan nenek Miyal. Ciri khas tari topeng
Korea Utara adalah gerakannya yang lincah dan cepat serta
mengenakan selendang panjang di tangan.
Kebudayaan Korea berawal dari lahirnya kerajaan pertama Korea, yaitu kerajaan Choson karena di masa kerajaan ini lahir dongeng yang menceritakan nenek moyang bangsa Korea. Dongeng ini dikenal dengan nama legenda Tan’gun. Dongeng ini bercerita bahwa ada seorang dewa langit yang bernama Hwanung yang turun ke bumi, kemudian dia mengajak anak buahnya untuk ikut turun ke bumi. Di bumi mereka mendirikan kerajaan di suatu tempat, di mana lagi kalau bukan di Semenanjung Korea.
Suatu ketika, ada seekor macan dan beruang menemui Hwanung dengan tujuan meminta Hwanung agar mengubah diri mereka yang berwujud binatang menjadi manusia. Hwanung mengabulkan permintaan mereka, ia memberikan sejumlah rumput dan sejumlah siung bawang putih serta memerintahkan mereka memakannya dan menghindari matahari selama 100 hari. Mereka harus melaksanakan perintah tersebut jika mereka ingin menjadi manusia
Beruang yang melaksanakan perintah Hwanung dengan sabar akhirnya menjelma menjadi perempuan dalam waktu kurang dari dua bulan, tetapi macan yang tidak sabar melaksanakan perintah Hwanung gagal menjelma menjadi manusia. Karena macan tersebut tidak tahan makan bawang putih dan rumput terus menerus maka, dia akhirnya keluar dari gua dan memakan daging. Padahal, jika macan itu bersabar seminggu lagi saja, menurut Hwanung macan itu menjadi laki-laki dan tentu saja berpasangan dengan beruang yang menjadi perempuan tersebut.
Hwanung merasa empati dengan beruang yang menjelma menjadi perempuan tersebut karena ia tidak memiliki pasangan hidup sehingga akhirnya Hwanung menikahinya. Kemudian, mereka memiliki putra yang diberi nama Tan’gun yang selanjutnya menjadi nenek moyang bangsa Korea. Sekitar tahun 2300 Sebelum Masehi, Tan’gun menyatukan suku Tungusic dan kemudian mendirikan kerajaan yang dikenal dengan kerajaan Choson kuno dengan ibukota Asadah (Pyongyang sekarang).
Meskipun legenda Tan’gun hanya sebuah mitos yang kurang didukung fakta-fakta sejarah, namun legenda tersebut merefleksikan idealisme Korea serta memberikan kebanggan bangsa Korea sebagai bangsa yang memiliki sejarah dan kebudayaan tertua. Oleh karena itu, bangsa Korea tetap melestarikan legenda tersebut dan menjadi sumber kebangkitan spiritual bagi bangsa Korea saat menghadapi krisis rasial dan nasional
Berlanjut ke masa tiga kerajaan, yaitu Koguryo, Paekche dan Silla. Di masa ini nampaknya hanya sistem tulisan idu yang terkenal dan mempengaruhi kebudayaan Korea sekarang khususnya di Korea Selatan karena memang idu masih dipelajari orang Korea Selatan sekarang. Idu pada masa itu dikembangkan untuk menerjemahkan kata-kata dalam bahasa Korea ke bentuk tullisan Cina, karena pada masa ini seorang cendekiawan bernama Sol Ch’ong dari kerajaan Silla mensistemasisasi dan mengolah sistem ini
Kemudian, saat tiga kerajaan ini ingin menguasai Korea atas nama satu kerajaan atau bahasa halusnya adalah penyatuan Korea. Mulailah, adanya budaya perang atau permusuhan satu sama lain (sentimen kerajaan)
Akhirnya, ketiga kerajaan itu dapat disatukan dibawah bendera kerajaan Silla dan ketiga kerajaan itu memadukan, kebudayaannya, maka terciptalah Kuil Bulguksa yang dibuat penganut Buddha dari Silla, ajaran Kong-Hu-Cu yang dijadikan sistem sosial dasar masyarakat, padahal tadinya ajaran Kong-Hu-Cu, hanya berkembang di Paekche, dan pembuatan observatorium bintang-Ch’omsongdae, hingga Tugu Ssanggyong yang dimulai pada masa kerajaan Koguryo.
Maju ke abad pertengahan tepatnya abad ke-16, di Korea terdapat seorang laksamana perang bernama, Laksamana Yi Sun-Sin beliaulah yang membuat kapal anti peluru pertama kali di dunia yang diberi nama “kapal kura-kura”, untuk menangkal invasi Jepang.
Saat Jepang menginvasi Korea tentu saja ada kebudayaan Jepang, yang berasimilasi dengan kebudayaan Korea, ini terlihat dari pakaian tradisional Korea yang bernama Hanbok, yang merupakan perpaduan kimono ala Jepang dan baju katun Korea. Kemudian, saat orang Eropa, ikut datang ke Korea mereka membawa agama Kristen ke Korea serta etos kerja keras ala Eropa dan individualisme plus liberalisme dan imperalisme Eropa. Ketika Perang Dunia berakhir, Korea mengalami vacum of power, seperti Indonesia, tapi, akhirnya oleh PBB, Amerika Serikat dan Uni Sovyet, Korea dibagi dua tepat di garis 38 derajat, menjadi Korea Selatan dan Korea Utara
Budaya Korea
a)
Budaya Perkawinan
Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas
sistem Patrilinial. Pria memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarga
dan diwajibkan untuk bekerja. Wanita diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau
diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak dan
menjaga rumah.
Budaya perkawinan
Korea
sangat menghormati kesetiaan. Para janda, jika
suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus mengabdikan
hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga yang terjadi pada
seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya walaupun istrinya
tersebut mati muda.
b)
Budaya dalam hal keturunan
Dalam budaya Korea
, keturunan atau anak dianggap sebagai sebuah anugerah yang amat besar dari
Tuhan. Oleh karena itu, setiap keluarga disarankan untuk memiliki paling tidak
seorang keturunan. Oleh karena budaya yang amat menghormati anugerah Tuhan
tersebut, aborsi yang bersifat sengaja akan diberikan hukuman yang amat berat
secara adapt, yaitu hukuman mati kepada sang Ibu dan orang lain yang mungkin
terlibat di dalamnya, seperti suaminya (jika suaminya yang memaksa), dokter
(jika dokter yang memberikan sarana untuk aborsi), dan lain-lain. Akan tetapi,
secara hukum, tidak akan diadakan hukuman mati. Hukuman mati biasanya hanya
dilaksanakan di daerah pedalaman Korea di mana adat masih
berpengaruh secara kuat.
Pembagian harta
warisan dalam budaya ini amatlah adil. Tanpa memperdulikan jenis kelamin,
keturunan dari seseorang akan mendapatkan pembagian harta dengan jumlah yang
sama dengan saudara-saudaranya. Akan tetapi, dalam prakteknya ini tidak selalu
terjadi. Kebanyakan orang tua menyisihkan lebih banyak harta warisan kepada
anak tertua mereka.
c)
Budaya Pakaian Tradisional "Hanbok"
Hanbok (Korea Selatan) atau Chosŏn-ot
(Korea Utara) adalah
pakaian tradisional masyarakat Korea.
Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana
serta tidak memiliki saku. Walaupun secara harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu
pada "pakaian gaya
Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam
perayaan atau festival tradisional.
Hwalot, pakaian
pengantin
Hanbok digunakan diklasifikasikan berdasarkan
peristiwanya: pakaian sehari-hari, termasuk untuk hari ulang tahun pertama
anak.
Hanbok modern
Hanbok modern untuk anak-anak terbagi atas 2 atau 3
bagian dan bisa dipakai dengan mudah. Hanbok anak-anak dipakai biasanya satu
atau dua kali setahun dalam perayaan chuseok atau tahun baru imlek
(seolall). Pada ulangtahun
pertamanya (dolljanchi)
anak-anak memakai hanbok pertama merekla.
Pola tradisional
hanbok memiliki kombinasi garis anggun dan warna yang menampilkan keindahan
dari hanbok tersebut. Bentuk pola hewan, tumbuhan, dan pola alam lainnya
ditambahkan pada pinggiran rok, maupun pada bagian luar dari kerah disekitar
bahu.
Bagian – bagian dari hanbok yaitu:
Jeogori yang dipakai
wanita dan pria sedikit berbeda bentuknya. Jeogori yang dipakai pria lebih
besar dan panjangnya menutupi bagian tubuh atas sampai ke pinggang. Sedangkan
Jeogori yang dipakai wanita hanya sampai bawah dada.
Garis kerah
Jeogori yang berbentuk V itu disebut Dongjeong yang kemudian diikat
dengan pita pengikat yang disebut Goreum. Jaman dulu Goreum tidak
terlalu banyak detil hiasannya, tapi kalau kamu lihat Hanbok modern di Korea
sekarang ini, ada begitu banyak varian warna dan bentuk Goreum yang fashionable.
Rok yang
menggembung di Hanbok wanita disebut Chima. Nah Chima ini bentuknya
panjang dan mengembang menutupi sebagian besar tubuh sang pemakai. Tujuannya
selain untuk mengatur penampilan agar terlihat sopan, juga untuk memudahkan
gerak agar lebih leluasa.
Baji adalah celana
yang dipakai pria Korea
dan diikat dengan pengikat bernama Daenim. Di masa kuno, orang Korea baik pria
maupun wanita menggunakan Baji, khusus wanita tentunya tergantung kegiatan
mereka. Dulu ukuran Baji dijadikan sebagai identitas status sosial.
Baerae adalah garis
terbawah dari lengan jeogori atau magoja (jaket luar). Dengan bentuk garis
melingkar yang membentuk kurva, seripa dengan garis yang terdapat pada bagian
atap rumah tradisional Korea.
Beoseon adalah sepasang
kaos kaki. Bentuk dari beoseon sebenarnya tidak merefleksikan perbedaan gender
penggunanya, baik pria maupun wanita. Hanya saja beoseon pria memiliki pelipit
lurus.
Dulu baik pria
maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka
menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai
atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang
kepala atau di atas leher belakang.
Aksesori untuk kepala
Baik
pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka
menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai
atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di
belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita yang berprofesi sebagai
penghibur seperti kisaeng, memakai aksesori wig yang disebut gache.
Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19, gache
semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar dan
berat.
Tusuk konde binyeo, ditusukkan
melewati konde rambut sebagai pengencang atau aksesori. Bahan pembuatan binyeo
bervariasi sesuai kedudukan sosial pemakainya. Wnita juga mengenakan jokduri
pada hari pernikahan mereka dan memakai ayam untuk melindungi tubuh dari cuaca
dingin.
Pria menggunakan gat, topi yang
dianyam dari rambut kuda, yang juga bervariasi model dan bentuknya sesuai
status atau kelas.
d)
Budaya Makanan
Dalam budaya Korea
, ada satu makanan khas yang memiliki suatu arti yang tidak dimiliki oleh
makanan lainnya. Makanan ini disebut kimchi. Di setiap session makanan,
ketidakberadaan kimchi akan memberikan kesan tidak lengkap. Kimchi adalah suatu
makanan yang biasanya merupakan sayuran yang rendah kalori dengan kadar serat
yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada, dan lain-lain) yang
dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah sehingga menghasilkan
rasa yang unik dan biasanya pedas. Dalam kenyataannya (menurut hasil penelitian
kesehatan WHO), jenis-jenis kimchi memiliki total gizi yang jauh lebih tinggi
dari buah manapun.
Hal yang membuat
kimchi menjadi makanan yang spesial ada banyak faktornya. Faktor pertama adalah
pembuatannya. Kimchi (dalam hal ini adalah kimchi yang dihidangkan untuk
acara-acara spesial, bukan kimchi untuk acara makan biasa dan sehari-hari)
dibuat oleh wanita dari keluarga bersangkutan yang mengadakan acara tersebut
dan hanya bisa dibuat pada hari di mana acara tersebut dilaksanakan. Semakin
banyak wanita yang turut membantu dalam pembuatan kimchi ini, semakin
“bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi juga merupakan faktor penentu
kepintaran atau kehebatan seorang wanita dalam memasak. Konon katanya, jika
seorang wanita mampu membuat kimchi yang enak, tidak diragukan lagi kemampuan
wanita tersebut dalam memasak makanan lain. Faktor ketiga adalah asal mula
kimchi. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri dari Raja Sejong sebagai
hidangan untuk perayaan Sesi.
e) Kebiasaan / Tradisi,
Kesenian, dan Bahasa Korea
Selatan
Ada sebuah tradisi / kebiasaan yang cukup terkenal di Korea. Tradisi ini
dinamakan “sesi custom”. Tradisi sesi dilaksanakan sekali setiap tahun. Sesi
adalah sebuah tradisi untuk mengakselerasikan ritme dari sebuah lingkaran
kehidupan tahunan sehingga seseorang dapat lebih maju di lingkaran kehidupan
tahun berikutnya. Tradisi sesi dilaksanakan berdasarkan kalender bulan (Lunar
Calender). Matahari, menurut adat Korea , tidak menunjukkan suatu
karakteristik musiman. Akan tetapi, Bulan menunjukkan suatu perbedaan melalui
perubahan fase bulan. Oleh karena itu, lebih mudah membedakan adanya perubahan
musim atau waktu melalui fase bulan yang dilihat.
Dalam tradisi sesi, ada lima
dewa yang disembah, yaituirwolseongsin (dewa matahari bulan dan
bintang),sancheonsin (dewa gunung dan sungai), yongwangsin(raja
naga), seonangsin (dewa kekuasaan), dan gasin(dewa rumah). Kelima
dewa ini disembah karena dianggap dapat mengubah nasib dan keberuntungan
seseorang. Pada hari di mana sesi dilaksanakan, akan diadakan sebuah acara
makan malam antar sesama keluarga yang pertalian darahnya dekat (orang tua
dengan anaknya). Acara makan wajib diawali dengankimchi dan lalu
dilanjutkan dengan “complete food session”.
Ada juga mitos lain dalam memperoleh keberuntungan menurut tradisi
Korea, antara lain “nut cracking” yaitu memecahkan kulit kacang-kacangan yang
keras pada malam purnama pertama tahun baru, “treading on the bridge” yaitu
berjalan dengan sangat santai melewati jembatan di bawah bulan purnama pada
malam purnama pertama tahun baru yang katanya dapat membuat kaki kita kuat
sepanjang tahun, dan “hanging a lucky rice scoop” yaitu menggantungkan skop
(sendok) pengambil nasi di sebuah jendela yang katanya akan memberi beras yang
melimpah sepanjang tahun.
Kesenian tradisional di Korea, dalam hal tarianTalchum atau talnori
adalah pertunjukan tradisi korea yang dipertunjukkan oleh beberapa orang yang
mengenakan topeng
dan kostum
untuk memainkan sebuah lakon lewat tarian, dialog dan lagu.
orang koreamenyukai pertunjukkan ini karena sering
menyampaikan pesan-pesan moral dan menceritakan tentang kehidupan dan
permasalahan sehari-hari. Tari topeng memperlihatkan berbagai bentuk emosi seperti kesedihan,
kebahagiaan dan kecaman terhadap kaum
penguasa. Tema-tema tari topeng antara lain mengenai ritual upacara,biksu yang
murtad, kaum bangsawan yang ditimpa
kemisikinan, cinta segitiga dan kehidupan
sehari-hari rakyat jelata. Pada masa lalu, hiburan ini dipentaskan di halaman
sebuah rumah besar atau di pasar untuk menarik perhatian warga.
Tarian
dan permainan alat musik
Menari adalah
bagian penting dalam talchum. Musik dimainkan selama pertunjukkan oleh kelompok
musik petani dengan 9 jenis alat musik yakni geomungo(kecapi
6 senar), gayageum (kecapi 12 senar),
hyangbipa (mandolin), genderang
besar, genderang panjang, haegeumpi (rebab bersenar 2), piri(suling) dan 2 taepyeongso (terompet).
Topeng Korea dinamakan Tal, namun juga dikenal dengan nama-nama lain seperti gamyeon, gwangdae, chorani, talbak dan talbagaji. Topeng Korea memiliki kain hitam yang tersambung dibelakangnya yang dibuat untuk melapisi kepala atau sebagai rambut hitam
Topeng Korea dinamakan Tal, namun juga dikenal dengan nama-nama lain seperti gamyeon, gwangdae, chorani, talbak dan talbagaji. Topeng Korea memiliki kain hitam yang tersambung dibelakangnya yang dibuat untuk melapisi kepala atau sebagai rambut hitam
Bongsan Talchum Songpa
Sandaenori
Eunyul
Tachum Hahoe
Byeolsandaenori
Talchum dari Korea Utara
Add caption |
mengenakan selendang panjang di tangan.
Yayu dan Ogwangdae
Yayu (sendratari
topeng lapangan) dan Ogwangdae (sendratari topeng lima badut) adalah jenis tari topeng yang berasal dari
wilayah selatan semenanjung Korea,
masing-masing dipertunjukkan di sebelah timur dan barat aliran sungai Nakdong.
Kedua jenis pementasan sendratari ini kurang berkaitan dengan praktik gutkarena memang bertujuan untuk menghibur. Kelompok
yang mempertunjukkan sendratari ini dinamakan Daegwangdaepae yang menghibur
rakyat di sepanjang aliran Sungai Nakdong. Kelompok ini menghibur dalam
berbagai festival desa dan menyerap banyak karakter lokal.
Bahasa yang
digunakan di Korea adalah
bahasa Korea
. Penulisan bahasa Korea
dinamakan Hangeul. Hangeul diciptakan oleh Raja Sejong pada abad ke 15. Hangeul
terdiri dari 10 huruf vokal dan 14 konsonan yang bisa dikombinasikan menjadi
banyak sekali huruf-huruf dalam bahasa Korea. Hangeul sangat mudah dibaca
dan dipelajari. Hangeul juga dianggap sebagai bahasa tulisan yang paling
sistematik dan scientific di dunia.
KESIMPULAN
Pembagian Korea menjadi Korea
Selatan dan Korea Utara, tentu saja menyebabkan adanya perbedaan kebudayaan di
antaran keduanya. Jika, di Korea Selatan menganut budaya liberal maka di Korea
Utara menganut gaya sosial. Kemudian, orang-orang Korea Selatan sangat terbuka
dengan negaranya, maka Korea Utara tertutup.
Dari sini dapat dikatakan bahwa
nampaknya, Korea Utara mewarisi hanya sedikit kebudayan-kebudayaan Korea
bersatu karena, sangat bertentangan dengan kebudayaan Korea Utara yang
sekarang. Contoh kecil, jika kebudayaan Korea bersatu mengajarkan mereka untuk
terbuka tapi, Korea Utara malah menutup diri. Sedangkan, kebudayaan Korea
bersatu yang masih melekat erat pada Korea Utara mungkin hanya mitos Tan’Gun, karena kerajaan Tan’Gun terletak di Asadah atau yang
sekarang kita kenal dengan ibukota Korea Utara, Pyongyang.
Sebaliknya, dengan Korea Selatan
mereka mewarisi hampir seluruh kebudayaan Korea bersatu. Karena, memang
situs-situs budaya juga banyak terdapat disini. Dan kebudayaan ideal dari
kebudayaan Korea bersatu, sangat fasih diterapkan oleh masyarakat Korea
Selatan, seperti ajaran Kong-Hu-Cu, yang menyuruh pengikutnya agar baik
terhadap sesama manusia, baik terhadap binatang, baik terhadap Tuhan serta
jujur dan terbuka dalam semua masalah yang menimpa pengikutnya. Maka, dapat
dikatakan kebudayaan Korea Selatan sekarang adalah hasil warisan dari
kebudayaan Korea Bersatu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, Chung-Si. Korea At A Glance. Seoul : Seoul
University Press, 2004.
Go, Pok Sam. Korean Three Kingdoms. Busan : Busan
History Center Press,
2006.
Surajaya, I
Ketut. Pengantar Sejarah Korea(Kompilasi
danTerjemahan). Depok: UI,
2006.
www. KBS. com.
www. Korea. net.
www. wikipedia.
co. id.