Senin, 07 Januari 2013

MAKALAH PARTAI POLITIK

.. 17

 BAB 1

PENDAHULUAN


Sebagai negara demokrasi yang berlandaskan UUD. Negara Indonesia sangatlah menghargai pendapat ataupun aspirasi dari rakyatnya. Oleh karena itu UUD telah mengatur dan menjamin sebagaimana rakyat Indonesia, bebas untuk berkumpul ataupun berorganisasi. Sehingga setiap rakyat pun terdorong untuk membentuk suatu organisasi.
Sejak di adakannya pemilihan umum secara langsung melalui voting (pemungutan suara terbanyak). Pemilihan umum di Indonesia sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia, sudah di lengkapi dengan berbagai macam partai politik. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warganegara indonesia secara sukarela atas dasar kepentingan bersama.

Sebagaimana dengan latarbelakang masalah yang telah di jelaskan di atas. Dengan demikian rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu:
A.    Bagaimana sejarah lahirnya partai politik di Indonesia?
B.     Apakah definisi dari partai politik?
C.     Bagaimana pengklasifikasian atau pengelompokan partai?
D.    Apakah fungsi atau peranan dari partai politik?

BAB 2

PEMBAHASAN


Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Pada mulanya perkembangannya hanya di negara-negara barat seperti Inggris dan Perancis. Kegiatan politik di pusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia pemilihan umum.
Sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang, macam-macam partai politik yang bertujuan sosial maupun berasaskan agama telah ada di Indonesia. Seperti partai Budi Utomo, Muhammadiyah, Sarekat Islam, PNI, Katolik, Masyumi, dan sebagainya. Hal ini merupakan suatu bentuk manifestasi rakyat Indonesia yang menginginkan Indonesia merdeka dari bangsa asing.
Syarat pembentukan partai politik pun telah di atur sedemikian rupa di dalam UU tentang partai politik. Seperti halnya di dalam pasal 2 ayat 1tahun 2008 UU partai politik. Telah di jelaskan bahwa, “partai politik di dirikan dan di bentuk paling sedikit 50 orang warga negara Indonesia yang berusia 21 tahun dengan akta notaris”.[1] Sehingga setiap kelompok orang tidak dapat dengan sembarangan ingin membentuk suatu partai politiknya sendiri.
Dengan demikian pada suatu negara demokrasi, peranan partai politik sangatlah di perlukan. Demi mendukung sistem demokrasi tersebut.

Partai politik secara umum dapat di definisikan dengan, sekumpulan kelompok orang yang mempunyai tujuan ataupun kepentingan yang sama. Dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kekuasaan politik. Biasanya dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.[2] Berbagai pengertian atau definisi dari partai politik menurut beberapa para ahli, yaitu:
·         Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah “sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil”.[3]
·         R. H. Soltau: “Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih. Bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka”.[4]
·         UU Partai Politik pasal 1 ayat 1 tahun 2008: Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945.[5]

Klasifikasi partai dapat dilakukan dengan berbagai cara. Jika dilihat dari segi komposisi dan fungsi kenggotaannya, secara umum partai poltik dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai as dan partai kader. Partai masa mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggota, oleh karena itu ia biasanya terdir dari pendukung – pendukung dari berbagai aliran alira politik dalam masyarakat yang sepakat untuk bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas dan agak kabur. Namun, kelemahan dari partai massa masing –masing aliran atau kelompok yang bernaung di bawah partai massa  cenderung untuk memaksakan kepentingan masing – masing, terutama pada saat – saat krisis, sehingga persatuan dalam partai dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali, hal itu menyebabkan salah satu golongan memisahkan diri dan mendirikan partai baru. Sedangkan partai kader mementingkan keketatan organisasi dan disiplin kerja dari anggotanya. Pimpinan partai biasanya menjaga kemurnian doktrin politik yang dianut dengan jalan mengadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat anggota yang menyeleweng dari garis partai yang telah ditetapkan.
            Klasifikasi lainnya dapa dilakukan dari segi sifat  dan orientasi, secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu partai lindungan dan partai ideology atau partai azas.
Partai lindungan biasanya memiliki organisasi nasional yang kendor, disiplin yang lemah dan biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Sedangkan partai ideology atau azas  biasanya mempunyai pandangan hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin partai yang kuat dan mengikat.
            Pembagian di atas sering dianggap kurang memuaskan karena dalam setiap partai ada unsure lindungan serta pembagian rezeki di samping pandangan hidup tertentu. Oleh karena itu Maurice Duverger dalam bukunya yang berjudul Political Parties, mengklasifikasikan partai politik ke dalam tiga jenis, yaitu sistim partai tunggal, sistim dwi-partai dan sistim multi-partai.

Dalam sistem ini, hanya ada satu partai dalam suatu negara atau ada satu partai yang mempunyai kedudukan dominan di antara beberapa partai lainnya untuk dapat menyalurkan aspirasi rakyat. Sehingga aspirasi rakyat tidak dapat berkembang dengan baik. Segalanya ditentukan oleh satu partai tanpa adanya campur tangan partai lain, baik sebagai saingan maupun sebagai mitra. Partai tersebut tentunya adalah partai yang mengendalikan pemerintahan. Suasana kepartaian dinamakan  non-kompetitif karena partai- - partai yang ada harus menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan untuk saling bersaing secara merdeka melawan partai itu. Contohnya adalah Partai Nazi di Jerman, Partai Fascis di Italia dan Partai Komunis di Uni Soviet, RRC, Jerman.
Negara yang paling berhasil meniadakan negara – negara lain ialah Uni Soviet, Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif. Tidak ada partai lain yang boleh bersaing. Oposisi dianggap sebagai pengkhianatan.

b.      Sistem Dwi-Partai

Dalam sistem ini diartikan adanya dua partai dalam suatu negara atau adanya dua partai yang berperan dominan dari partai yang lain. Dalam sistem ini di bagi jelas antara partai yang berkuasa dan partai oposisi. Partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu – waktu dapat bertukar tangan. Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk merebut dukungan orang – orang yang ada di tengah dua partai dan yang sering dinamakan pemilih terapung.
Sistem dwi-partai dapat berjalan dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat, yaitu komposisi masyarakat homogeny, consensus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok kuat, dan adanya kontinuitas sejarah. Contohnya adalah Partai Konservatif (Tory) dan Partai Buruh di Inggris serta Partai Liberal dan Partai Buruh di Australia.
Inggris biasanya di kemukakan sebagai contoh yang paing ideal dalam menjalankan sistem dwi-partai. Partai buruh dan Partai Konservatif boleh di katakan tidak mempunyai pandangan yang banyak berbeda mengenai azas dan tujuan politik, dan perubahan pimpinan umumnya tidak terlalu mengganggu kontinuitas dalam kebijaksanaan pemerintah. Perbedaan yang pokok hanya berkisar pada cara–cara dan kecepatan melaksanakan beberapa program pembaharuan yang menyangkut masalah sosial, perdagangan dan industri. Di samping kedua partai tadi ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya yan paling penting adalah Partai Liberal. Kedudukan partai ini relatif sedikit artinya dan baru terasa perannya jika kemenangan yang dicapai oleh salah satu partai besar hanya tipis sekali, sehingga perlu diadakan koalisi dengan Partai Liberal.

c.       Sistem Multi-Partai

Dalam sistem ini terdapat lebih dari dua partai. Ada negara yang mempunyai sampai 12 partai, walau umumnya berkisar antara 5 sampai 8 partai saja. Indonesia hanya memiliki tiga orsospol. Negara lainnya yang menganut sistem multi partai adalah Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia.
Dalam sistem multi-partai, jika tidak ada partai yang meraih suara mayoritas, maka terpaksa dibentuk pemerintahan koalisi. Penentuan suara mayoritas adalah “setengah tambah satu”, yaitu bahwa sekurang – kurangnya lebih dari separuh jumlah anggota parlemen.

D.   Fungsi Partai Politik.

Sistem politik memiliki memiliki beberapa fungsi yang di laksanakan oleh partai politik itu sendiri. Terdapat 7 fungsi yang menjadi pengendali dari sistem politik tersebut ketika menjalankan sebuah tugas atau wewenangnya. Salah satu utama dari fungsi partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan seperti fungsi rekrutmen dan fungsi-fungsi lain yang akan dijabarkan.
Fungsi pertama yaitu fungsi sosialisasi politik. Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dari diri politik masyarakat itu sendiri. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat. Proses ini berlangsung seumur hidup mereka baik secara sengaja dan tidak. Contoh dari yang tidak disengaja yaitu melalui pendidikan. Contoh dari yang tidak disengaja itu melalui pengalaman sehari-hari baik dari keluarga atau pun dari warga masyarakat sekitarnya..
Dari segi metode penyampaian pesan, sosialisasi politik dibagi dua, yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses pembelajaran yang diajarkan antara pemberi dan penerima pesan. Dalam proses ini, para anggota masyarakat mempelajari dan lebih mengetahui tentang nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya yang ada. Mulai dari pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Cara yang dilakukan dalam proses ini seperti melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan.
Sedangkan indoktrinasi politik diartikan sebagai proses sepihak ketika penguasa memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai sesuatu hal yang ideal dan baik. Cara yang dilakukan yaitu dengan melalui kegiatan berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis, dan latihan yang penuh disiplin.
Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan umum atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam system politikpada umumnya dan pemerintahan pada khususnya[6]. Dalam artian, fungsi ini adalah fungsi untuk memilih seseorang yang benar-benar mengetahui atau ahli dalam menjalankan peranan dan system politik di sebuah lembaga atau pemerintahan.
Partai politik merupakan partai tunggal dari sistem politik totaliter dimana partai ini memiliki porsi besar. Porsi besar yang dimaksud yaitu partai politik memiliki suatu tugas atau tanggung jawab yang dimiliki kepada seluruh partai yang ada di partai politik. Partai politik ini merupakan partai mayoritas dalam badan perwakilan rakyat sehingga berwenang membentuk pemrtintahan dalam system politik demokrasi.
Tujuan kedua dari fungsi rekrutmen adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu,fungsi rekrutmen politik sangat penting bagi kelangsungan system politik sebab tanpa elite yang mampu melaksanakan peranannya,kelangsungan hidup sistem politik akan terancam.
Partisipasi Politik ialah kegiatan warga Negara biasa dalam memengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan[7]. Kegiatan yang di maksud, antara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik kepada suatu kebijakan umum yang sudah dibuat oleh pemerintah. Partai politik juga memiliki fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong dan mengajak para anggota dan anggota masyarakat lain untuk menggunakan partai politik sebagai kegiatan mereka untuk memengaruhi suatu proses politik.
Jadi, partai politik dapat disebut sebagai wadah dalam partisipasi politik. Fungsi ini memiliki porsi yang lebih tinggi dari sistem politik totaliter dalam partai politik, karena fungsi ini lebih mengharapkan ketaatan dari warga daripada aktivitas warganya.
Dalam masyarakat, terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda dengan orang lain bahkan acapkali bertentangan, seperti antara kehendak yang diinginkan seseorang dan kehendak yang tidak diinginkan oleh orang lain, seperti mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi bermutu, antara kehendak untuk mencapai dan mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan jumlah penerimaan mahasiswa yang lebih sedikit dengan kehendak masyarakat untuk menyekolahkan anak ke perguruan tinggi, antara kehendak menciptakan dan memelihara kestabilan politik dengan kehendak berbagai kelompok, seperti mahasiswa, intelektual, pers, dan kelompok agama untuk berkumpul dan menyatakan pendapat secara bebas.
Fungsi pemadu kepentingan ini merupakan salah satu fungsi utama partai politik sebelum fungsi rekrutmen yang mencari dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi ini sangat menonjol dalam system politik demokrasi. Karena dalam sistem politik totaliter, kepentingan dianggap seragam jadi partai politik dalam sistem ini kurang melaksanakan fungsi pemadu kepentingan. Alternatif kebijakan umum yang diperjuangkan oleh partai tunggal dalam sistem politik totaliter lebih banyak merupakan tafsiran atas ideologi doktriner. Dalam sistem politik demokrasi, ideologi digunakan sebagai cara memandang permasalahan dan perumusan penyelesaian masalah dengan menggunakan konsep atau teori.
Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah[8]. Disini partai politik memiliki fungsi yang sangat penting yaitu sebagai komunikator politik. Funsi ini tidak hanya menyampaikan segala keputusan pemerintah tetapi juga menjalankannya.
Dalam melaksanakan fungsi ini, partai politik tidak begitu saja menyampaikan segala informasi yang disampaikan pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah. Tetapi partai politik memiliki cara sendiri agar masyarakat ataupun pemerintah dapat memahami informasi dengan mudah. Partai politik menggunakan konsep dasar dari ilmu komunuikasi dimana penerima informasi (komunikan) dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan informasi tersebut.
Dengan kebijakan pemerintah ini segala aspirasi atau pendapat, keluhan dan tuntutan masyarakat sudah dapat diterjemahkan dari bahasa teknis ke bahasa yang dapat dimengerti oleh pemerintah sekarang ini. Jadi, proses komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik.
Dalam arti luas konflik yang dimaksud dari fungsi ini, mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar-individu atau kelompok dalam masyarakat. Dalam Negara demokrasi, setiap warga Negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik merupakan gejala yang sukar. Akan tetapi, suatu sistem politik hanya akan mentolerir atau menerima konflik yang tidak mengancurkan dirinya sehingga permasalahannya tidak menjadi semakin menambah konflik yang terjadi, melainkan mengendalikan konflik melalui lembaga demokrasi untuk mendapatkan penyelesaian dalam bentuk keputusan politik.
Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik yang kemudian permasalahan ini dibawa ke dalam cara musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan secara politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan politik itu, diperlukan kesediaan berkompromi antara para wakil rakyat, yang berasal dari partai-partai politik. Apabila partai-partai politik keberatan untuk mengadakan kompromi, atau bahkan tidak mengikuti cara musyawarah yang ditetapkan berarti partai politik bukan mengendalikan konflik, melainkan menciptakan konflik dalam masyarakat tersebut.
Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukan kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah[9]. Kebijakan pelaksanaan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam melakukan suatu kontrol  politik atau pengawasan yang pertama dilakukan yaitu adanya tolak ukur yang jelas sehingga kegiatan itu bersifat objektif.      
Tolak ukur dalam fungsi kontrol politik ini berupa nilai-nilai dan norma politik yang dianggap ideal dan baik. Kemudian dijabarkan ke dalam berbagai kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Selain itu, tujuan kontrol politik adalah meluruskan kebijakan atau pelaksanaan kebijakan yang menyimpang dan memperbaiki yang keliru sehingga kebijakan dan pelaksanaannya sejalan dengan tolak ukur tersebut.[10] Fungsi kontrol ini merupakan salah satu mekanisme politik dalam sistem politik demokrasi umtuk memperbaiki dan memperbaharui dirinya secara terus-menerus.
Jika fungsi kontrol politik tersebut dilaksanakan maka partai politik harus menggunakan tolak ukur. Sebab tolak ukur merupakan kesepakatan bersama yang menjadi landasan atau pegangan bersama.
Berdasarkan fakta, tidak semua fungsi partai politik dilaksanakan dalam porsi besar dan tingkat keberhasilan yang sama. Tetapi semua fungsi dijalankan sesuai kepada sistem politik itu sendiri yang menjadi faktor  yang melingkupi partai politik tersebut, tetapi juga ditentukan oleh faktor lain. Di antaranya yaitu berupa dukungan atau semangat  yang diberikan anggota masyarakat terhadap partai politiknya.
Menurut pasal 11 ayat 1 dalam Undang-Undang Partai Politik.
Partai Politik berfungsi sebagai sarana:
1)      Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;[11]
2)      Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat;[12]
3)      Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara;[13]
4)      Partisipasi politik warga negara Indonesia; dan[14]
5)      Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.[15]

BAB 3

PENUTUP




Partai politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kahidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi kebebasan yang bertanggung jawab.Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat.






DAFTAR PUSTAKA


Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik-cet. Ke-26. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004.
Rudy, Teuku May. Pengantar Ilmu Politik-cet. pertama. Bandung: Eresco, 1993
Sanit, Arbi. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik-cet. ketujuh. Jakarta: Grasindo, 2010.
Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Politik-cet. pertama. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Undang-Undang Partai Politik & Perubahannya (2011).



http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_politik_di_Indonesia (di akses pada minggu 6 januari 2013 pukul 17.20)



[1] UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK & PERUBAHANNYA (2011), h. 11.
[2] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004), h.160-161.
[3] Miriam Budiardjo, loc. cit.
[4] Miriam Budiardjo, loc. cit.

[5] UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK & PERUBAHANNYA (2011), h. 10.
[6] Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Pt. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) h. 150-151.
[7] Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Pt. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) h. 151.
[8] Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Pt. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) h. 152-153.

[9] Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Pt. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) h. 153-154.

[10] Ramlan surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta: Pt. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2010) h. 153-154.
[11] UNDANG-UNDANG PARTAI POLITIK & PERUBAHANNYA (2011), h. 14.
[12] loc. cit.
[13] loc. cit.
[14] loc. cit.
[15] loc. cit.