Rabu, 12 Februari 2014

Karakteristik Pendekatan Kualitatf dan Kuantitatif


No.
Pendekatan Kuantitatif
Metode Kualitatif
1.
A. Desain
1.    Spesifik, jelas, rinci
2.    Ditentukan secara mantap sejak awal
3.    Menjadi pasangan langkah demi langkah
4.    bersifat tetap (permanent), misalnya besarnya sampel, dan siapa yang dan bagaimana memperoleh sampel, pada umumnya tidak dapat diubah-ubah
A.   Desain
1.    Umum
2.    Fleksibel
3.    Berkembang dan muncul dalam proses penelitian
4.    bersifat sementara, dan diubah terus menerus selama proses penelitian.
2.
B. Tujuan
1.    Menemukan hubungan antar variabel
2.    Menguji teori
3.    Mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif
B.   Tujuan
1.    Menemukan pola yang bersifat interaktif
2.    Menemukan teori
3.    Menggambarkan realitas yang komplek
4.    Memperoleh pemahaman makna
3.
C. Teknik Pengumpulan Data
1.    Kuisioner
2.    Observasi dan wawancara terstruktur
C.   Teknik pengumpulan Data
1.    Participant observation
2.    In depth interview
3.    Dokumentasi
4.    Tringulasi
4.
D. Istrumen penelitian
1.    Tes, angket, wawancara terstruktur
2.    Instrument yang telah terstandart
D.   Instrumen Penelitian
1.    Peneliti sebagai instrumen
2.    Buku catatan, tape reorder, kamera, dll
5.
E. Data
1.    Kuantitatif
2.    Hasil pengukuran variabel yang dioprasionalkan dengan menggunakan instrumen
E.   Data
1.    Deskristif kualitatif
2.    Dokumen pribadi, catatan lapangan dan tindakan responden, dll.
6.
F. Sampel
1.    Besar
2.    Representatif
3.    Sedapat mungkin random
4.    Ditentukan sejak awal
F.    Sampel
1.    Kecil
2.    Tidak representatif
3.    Purposive, snoeball
4.    Berkembang selama proses penelitian
7.
G. Analisis
1.    Setelah selesai pengumpulan data
2.    Deduktif
3.    Menggunakan statistik untuk menguji hipotesis
G.   Analisis
1.    Terus enerus sejak awal sampai akhir penelitian
2.    Induktif
3.    Mencari pola, model, tema, teori
8.
H. Hubungan dengan Responden
1.    Dibuat berjarak
2.    Kedudukan peneliti lebih tinggi daripada responden
3.    Jangka pendek sampai hipotesis dibuktikan
H.   Hubungan dengan Responden
1.    Empati, akrab
2.    Kedudukan sama
3.    Jangka lama sampai ditemukan hipotesis atau teorinya
9.
I. Usulan Desain
1.    Luas dan rinci
2.    Literatur yang berhubungan dengan variabel yang diteliti
3.    Prosedur spesifik
4.    Masalah dirumuskan dengan spesifik dan jelas
5.    Hipotesis dirumuskan dengan jelas
6.    Ditulis secara rinci dan jelas sebelum terjun ke lapangan
I.      Usulan Desain
1.    Singkat
2.    Literatur yang digunakan bersiifat sementara, tidak menjadi pegangan utama
3.    Prosedur bersifat umum masalah bersifat sementara dan akan ditemukan setelah studi pendahuluan
4.    Tidak dirumuskan hipotesis
5.    Fokus penelitian dtetapkan setelah diperoleh data awal dari lapangan
10.
J. Kapan Peneliti Dianggap Selesai ?
Setelah semua kegiatan yang direncanakan dapat diselesaikan
J.    Kapan Peneliti Dianggap Selesai ?
Setelah tidak ada data yang dianggap baru
11.
K. Kepercayaan Terhadap Hasil Penelitian
Menguji validitas dan realiabilitas instrumen
K.   Kepercayaan Terhadap Hasil Penelitian
Pengujian kredibilitas, depenabilitas, proses dan hasil penelitian.



Sumber: Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D karangan Prof. Dr. Sugiyono

Senin, 10 Februari 2014

Makalah Organisasi Regional Asia

Organisasi Regional
Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
Uni Eropa, Organisasi Regional paling maju saat ini, memiliki European Court of Justice, organ khusus yang bertanggung jawab atas setiap upaya penyelesaian sengketa antara negara-negara anggota Uni Eropa, yang yurisdiksinya mencakup seluruh negara anggota, organ-organ penting dalam masyarakat dan warga negara sah dari negara-negara anggota. Hal ini dijelaskan dalam the Treaty of Amsterdam(1997) yang mulai diberlakukan pada tahun 1999.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organisation – NATO) yang didirikan pada tahun 1949 juga memiliki prosedur penyelesaian konflik antara negara-negara anggotanya. Pada 1956, organ utama NATO, Dewan Atlantik Utara, merumuskan suatu komitmen yang menggariskan bahwa, sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui jalur negosiasi langsung harus disampaikan dan dibahas dengan prosedur dan dalam forum NATO sebelum dibawa ke organisasi internasional di luar NATO. Resolusi tersebut juga menyebutkan bahwa Sekjen maupun negara-negara anggota memiliki hak dan kewajiban untuk meminta perhatian dewan mengenai ancaman-ancaman yang dapat mempengaruhi solidaritas dan efektifitas aliansi. Lebih lanjut, Sekjen diberikan wewenang sebagai fasilitator yang dimandatkan untuk menyelenggarakan penyelidikan, mediasi, atau arbitrasi bagi negara-negara anggota yang berkonflik.
Pakta Warsawa yang didirikan oleh Uni Soviet dan meliputi sebagian besar Eropa Timur, memiliki suatu wadah kerjasama ekonomi yang didirikan pada 1949, yaitu Council for Mutual Economic Aid, namun tanpa sebuah organ penyelesaian sengketa. Organisasi ini kemudian hancur seiring runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin dan digantikan oleh Commonwealth of Independent States (CIS) yang dipimpin oleh Federasi Rusia.
Banyak Organisasi Regional lain yang masing-masingnya memiliki prosedur penyelesaian sengketa tersendiri yang dirumuskan dengan berpedoman pada perjanjian yang telah disepakati oleh negara-negara anggotanya, seperti; Conference on Security and Cooperation in Europe (CSCE) yang kemudian berubah menjadi Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE); Organization of American States (OAS) dengan ketentuan penyelesaian konflik yang tertuang jelas dalam Pakta Bogota; Organization of African Union (OAU); danOrganization of the Islamic Conference (OIC), yang masing-masingnya memiliki organ tersendiri dalam upaya penyelesaian sengketa yang terjadi antara negara-negara anggotanya.
Peran Organisasi Regional Dalam Menyelesaikan Sengketa
Dalam menyelesaikan sengketa internal kawasan, salah satu peran utama Organisasi Regional adalah untuk menjadi wadah konsultasi, menyelenggarakan dan menyediakan suatu forum negosiasi bagi negara-negara anggota baik dalam situasi konflik maupun dalam kondisi yang berpotensi menimbulkan konflik. Peran ini secara nyata dapat dilihat dalam Perang Cod, konflik batas perairan Inggris-Islandia yang meletus pada 1961 dan 1976. Konflik pertama dapat diredakan melalui negosiasi yang digagas oleh NATO. Konflik kedua berhasil diselesaikan melalui Pertemuan Tahunan Menteri Luar Negeri Negara-Negara Anggota NATO yang diselenggarakan di Oslo yang digagas oleh Menteri Luar Negeri Norwegia bersama Sekjen NATO kala itu. Negosiasi ini berujung pada kesepakatan kedua negara untuk mengakhiri pertikaian. Peran yang relatif sama juga tampak pada sengketa perbatasan Aljazair-Maroko tahun 1963. Di sini, OAU membentuk suatu komisi ad hoc dan menyelenggarakan beberapa pertemuan yang diikuti oleh kedua negara yang bersengketa, bertujuan untuk membahas masalah penarikan pasukan, pengembalian tawanan perang dan perbaikan hubungan diplomatik.

Organisasi Regional juga kadang berperan sebagai mediator dalam konflik-konflik internal kawasan. Dengan wewenangnya, Organisasi Regional merancang sebuah prosedur resolusi konflik untuk menyelesaikan perselisihan antara negara-negara anggota. Contohnya; OAS yang bertindak sebagai mediator dalam sengketa Honduras-Nicaragua pada tahun 1957 perihal keputusan arbitrase Raja Spanyol. Pasca pengaduan kedua negara yang bersengketa, OAS menyelenggarakan sebuah pertemuan khusus dan meminta kedua negara yang bersengketa untuk menghentikan tindakan-tindakan provokatif yang dapat mempertajam konflik. OAS kemudian membentuk sebuah komite yang terdiri dari perwakilan lima negara anggota yang bertugas untuk mempelajari sengketa tersebut. Komite ini kemudian mengunjungi kedua negara dan meminta kedua negara untuk menandatangani kesepakatan genjatan senjata dan penarikan pasukan masing-masing. Komite kemudian juga ditugaskan untuk merumuskan prosedur resolusi konflik untuk menyelesaikan sengketa ini. Walaupun pada akhirnya usaha ini terbukti gagal, namun upaya mediasi yang dilakukan OAS berhasil meredakan ketegangan yang ada. Upaya mediasi juga dilakukan oleh CSCE/OSCE dalam sengketa wilayah Dneister pada tahun 1993. Di sini, CSCE sebagai mediator, menetapkan otonomi bagi Dneister di bawah otoritas pemerintah Moldova dan penarikan pasukan Rusia dari wilayah ini. Pada prakteknya, proses mediasi oleh Organisasi Regional dapat didelegasikan kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap mampu. Seperti dalam sengketa Tanzania-Uganda tahun 1972, di mana Kepala Negara Somalia diberi mandat sebagai mediator dengan didampingi oleh Sekjen OAU.
Organisasi regional juga dapat melakukan penyelidikan terhadap konflik yang terjadi antara negara-negara anggotanya. Nantinya, hasil penyelidikan ini akan digunakan untuk merumuskan resolusi konflik yang dianggap paling efektif untuk diterapkan. Misalnya pada sengketa perbatasan Bolivia-Paraguay tahun 1929. Penyelidikan dilakukan oleh The Chaco Commission yang dibentuk oleh Conference of American States atas mandat yang diberikan oleh OAS. Contoh lain,Inter-American Commission, yang ditugaskan untuk menyelidiki penyebab sengketa Haiti-Republik Dominika tahun 1937.
Pengiriman Pasukan Penjaga Perdamaian merupakan peran lain yang juga dimainkan oleh Organisasi Regional. Beberapa contoh kasus; pengiriman pasukan penjaga keamanan CIS di Georgia pada masa kekosongan pemerintah sipil tahun 1994; dikirimnya pasukan penjaga perdamaian ECOWAS yang didukung oleh Dewan Keamanan PBB di Sierra Leone (1997), Ivory Coast (2003), dan Liberia (2003); operasi penjaga perdamaian yang dilakukan oleh CEMAC pada tahun 2002 menggantikan pasukan CEN-SAD yang telah berada di sana sejak 2001; pasukan penjaga perdamaian yang dikirim oleh OAU ke Darfur, bagian barat Sudan, untuk mendampingi peneliti-peneliti Uni Afrika yang berada di sana.
Batas Kemampuan Organisasi Regional
Keterikatan Organisasi Regional pada batas-batas geografis kawasan melemahkan kemampuannya untuk menyelesaikan konflik intra-regional hingga ke titik terendah. Dalam bahasa sederhana, Organisasi Regional bukan pilihan yang tepat untuk meredakan konflik yang terjadi antara negara anggotanya dengan negara anggota Organisasi Regional lain. Faktanya, dalam konflik-konflik seperti ini, kehadiran Organisasi Regional cenderung mempertajam konflik yang ada. Konflik Argentina- Inggris dalam sengketa Falklands adalah contoh nyata dari kelemahan ini. Dalam kasus ini, kedua pihak yang bertikai justru memanfaatkan keanggotaan mereka untuk memobilisasi kekuatan dan mencari dukungan. Pada akhirnya, konflik ini harus diselesaikan oleh PBB.
Organisasi Regional tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam konflik domestik negara-negara anggotanya, konflik seperti; revolusi, perang sipil, dan peristiwa merusak lainnya. Mereka tidak memiliki yurisdiksi untuk itu, mereka dirancang untuk mengatur dan menjembatani hubungan antara negara-negara anggotanya, bukan mencampuri urusan internal negara-negara anggotanya. Hal ini akan sangat berpengaruh apabila konflik internal tersebut menyebar hingga ke negara tetangga dan pada akhirnya mengancam stabilitas keamanan kawasan. Dapat dilihat, Ketidakmampuan dan keengganan Organisasi Regional untuk terlibat dalam urusan-urusan domestik negara anggota pada akhirnya akan membahayakan eksistensi Organisasi Regional itu sendiri.
Loyalitas dan solidaritas negara anggota yang sangat dipengaruhi oleh hubungan antar negara, kepentingan nasional dan kesamaan atau perbedaan latar belakang budaya dalam sebuah Organisasi Regional seringkali menghalangi upaya penyelesaian sengketa yang ditangani oleh Organisasi Regional tersebut. Memang, dalam perjanjian kerjasama mereka, hubungan negara-negara anggota terlihat kuat dan solid. Namun pada prakteknya, kesatuan yang ada antara mereka tidak sekokoh seperti yang tertuang dalam konstitusi mereka. Dalam kasus Falklands, negara-negara anggota OAS yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya, lebih mendukung Inggris daripada Argentina, yang pada akhirnya menghancurkan kebulatan suara organisasi tersebut. Kasus lain, perbedaan latar belakang budaya -dalam hal ini, ideologi- menyebabkan dihentikannya Pertemuan Tahunan Dewan OAU tahun 1982. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tajam yang ada antara negara-negara anggota berhaluan moderat dengan negara-negara anggota berhaluan radikal.
Minimnya dana dan keterbatasan sumberdaya Organisasi Regional menyebabkan Organisasi Regional menjadi sangat bergantung pada sumberdaya yang dimiliki oleh negara anggota dalam setiap upaya penyelesaian konflik. Hal ini jelas akan membatasi peran dan ruang gerak Organisasi Regional tersebut. Contoh nyata dari kasus ini adalah kegagalan pasukan penjaga perdamaian OAU yang dikirim ke Chad pada tahun 1982, di mana kekurangan logistik dan finansial merupakan salah satu faktor utama kegagalan misi tersebut.






 Contoh organisasi Regional di Asia
1.    ASEAN : Association of South East Asian Nation
Arti dan Makna Lambang ASEAN
Lambang ASEAN membawa arti ASEAN yang stabil, aman, bersatu dan dinamik. Warna logo ASEAN ada 4, yaitu biru, merah, putih, dan kuning. Warna tersebut merupakan warna utama lambang negara-negara ASEAN. Warna biru melambangkan keamanan dan kestabilan, Merah melambangkan semangat dan dinamisme sedangkan putih menunjukkan ketulenan dan kuning melambangkan kemakmuran. Sepuluh tangkai padi melambangkan cita-cita pelopor pembentuk ASEAN di Asia Tenggara, yaitu bersatu dan bersahabat. Bulatan melambangkan kesatuan ASEAN.

Latar Belakang
Sejarah Awal Berdiri Organisasi ASEAN - Organisasi ASEAN adalah kepanjangan dari Association of South East Asia Nations. ASEAN disebut juga sebagai Perbara yang merupakan singkatan dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Gedung sekretarian ASEAN berada di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia. ASEAN didirikan tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok. ASEAN diprakarsai oleh 5 menteri luar negeri dari wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina dan Singapura :


1.    Perwakilan Indonesia : Adam Malik
2.    Perwakilan Malaysia : Tun Abdul Razak
3.    Perwakilan Thailand : Thanat Koman
4.    Perwakilan Filipina : Narcisco Ramos
5.    Perwakilan Singapura : S. Rajaratnam

Sedangkan terdapat negara-negara lain yang bergabung kemudian ke dalam ASEAN sehingga total menjadi 11 negara, yaitu :
1.    Brunei Darussalam tangal 7 Januari 1984
2.    Vietnam tangal 28 Juli 1995
3.    Myanmar tangal 23 Juli 1997
4.    Laos tangal 23 Juli 1997
5.    Kamboja tangal 16 Desember 1998

Tujuan pokok Asean adalah :
A.   Menjalin saling pengertian dan hubungan persaudaraan antara negara-negara di Asia Tenggara.
B.   Memajukan kerjasama ekonomi dengan jalan membentuk pasaran bersama dan membuat proyek bersama. Misalnya Pabrik diesel Marine di Singapura, Pabrik Abusoda di Thailand dan sebagainya.
C.   Memajukan kerjasama dalam bidang kebudayaan dengan jalan tukar menukar kebudayaan.
D.   Meningkatkan kerjasama dalam bidang Pariwisata
E.   Menanggulangi masalah peredaran narkotika secara bersama-sama
F.    Melaksanakan perjanjian ekstradisi antar anggota Asean.



Tujuan di Bentuknya ASEAN
  1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial buaya di kawasan Asia Tenggara.
  2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional Asia Tenggara.
  3. Memajukan kerja sama dan saling membantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  4. Memajukan kerja sama di bidang pertanian, indusrti, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi.
  5. Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara.
  6. Memelihara kerja sama yang lebih erat dengan organisasi internasional dan regional.
Prinsip-prinsip Utama ASEAN
  1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap Negara.
  2. Tidak mencampuri urusan dalam negara sesama anggota.
  3. Kerja sama efektif antar anggota.
  4. Menolak penggunaan kekuatan yang mematikan.
  5. Penyelesaian perbedaan atau perdebatan dengan damai
Struktur ASEAN :
Menurut KTT ASEAN di BALI 1976 strukturnya :
  • ASEAN Summit, yaitu pertemuan para kepala pemerintahan se ASEAN. Konferensi Tingkat Tinggi ini merupakan lembaga pembuat keputusan tertinggi dalam ASEAN. Didahului dengan pertemuan para menteri ekonomi dan menteri luar negeri ASEAN.
  • ASEAN Miniterial Meeting (AMM), yaitu siding para menteri luar negeri ASEAN yang merumuskan garis kebijakan dan koordinasi kegiatan ASEAN.
  • ASEAN Economic Ministers (AEM) adalah siding para menteri ekonomi untuk meneruskan kebijakan yang telah dirumuskan. Sidang ini 2 kali setahun.
  • ASEAN Finance Meeting (AFMM) adalah siding para menteri keuangan ASEAN merumuska kebijakan ASEAN di bidang keuangan.
  • Other ASEAN Ministerial Meeting (OAMM) yaitu siding para menteri non ekonomi merumuskan kebojakan selain ekonomi seperti pendidikan, keshatan penerangan, sosbud, teknologi, ilmu pengetahuan, perburuhan.
  • ASEAN Standing Committee (ASC) komisi tetap ASEAN dipimpin oleh menteri luar negeri dari Negara yang mendapat giliran manjadi Ketua yaitu tuan rumah dari siding tahunan para menteri luar negeri ASEAN.
  • ASEAN Secretariat yaitu sekretaris ASEAN yang berfungsi untuk memprakarsai, member nasehat dan pertimbangan dan mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN.  
Negara-Negara Anggota ASEAN
Hingga saat ini ASEAN memiliki 10 anggota yang semua anggotanya merupakan negara-negara Asia Tenggara. Berikut ini adalah negara-negara anggota ASEAN:

1.    Indonesia (negara pendiri)
2.    Fillipina (negara pendiri)
3.    Malaysia (negara pendiri)
4.    Singapura (negara pendiri)
5.    Thailand (negara pendiri)
6.    Brunei Darussalam (7 Januari 1984)
7.    Vietnam (28 Juli 1995)
8.    Laos (23 Juli 1997)
9.    Myanmar (23 Juli 1997)
10. Kamboja (30 April 1999)


Selain negara-negara anggota tersebut, terdapat dua negara lainnya yang berstatus sebagai pemantau (observer) yaitu:
1. Papua Nugini (1976)
2. Timor Leste
Negara baru Timor Leste, yang dulunya merupakan sebuah provinsi Indonesia, terpaksa harus puas dengan hanya mendapatkan status pemantau (observer) dalam ASEAN. Itupun setelah menuai protes dari berbagai negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor-Leste ke ASEAN, atas dasar rasa hormat kepada Indonesia. Myanmar, terutama, menentang pemberian status observer kepada Timor Leste karena dukungan Timor Leste terhadap pejuang pro-demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi. Sejak kemerdekaan Timor-Leste pada Mei 2002, ASEAN telah banyak membantu Timor-Leste. Timor-Leste telah diundang untuk hadir dalam beberapa pertemuan ASEAN. Meskipun begitu, Timor-Leste masih tetap berstatus observer. Mantan Menlu Timor Leste yang sekarang menjadi Presiden, Ramos Horta, pernah menyatakan tidak berminat menjadi anggota ASEAN, karena Timor-Leste dinilai bukan negara Asia (Tenggara), melainkan negara Pasifik atau Australia. Berbeda dengan rekannya Xanana Gusmao yang menyatakan bahwa akan lebih menguntungkan bagi Timor Leste apabila berafiliasi dengan ASEAN dibandingkan dengan apabila bergabung dengan Pacific Islands Forum.
Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa Timor-Leste sangat berminat untuk menjadi anggota ASEAN. Bahkan Pemerintah Timor-Leste melalui Kementerian Luar Negerinya telah menargetkan bahwa Timor-Leste akan menjadi anggota ASEAN sebelum tahun 2012, hal ini sangat di dukung oleh pemerintah Indonesia juga negara-negara anggota ASEAN lainnya seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura dan lain-lain. Hal ini dapat dilihat bahwa Pemerintah Timor-Leste juga telah membuka Sekretariat Nasional ASEAN di Dili pada awal bulan Februari 2009, dimana sekretariat ini akan berfungsi untuk mempersiapkan tahapan-tahapan menjadi keanggotaan ASEAN.
Ada beberapa norma dasar yang tumbuh dalam proses evolusi ASEAN selaku organisasi regional.
*      Menentang Penggunaan Kekerasan dan Mengutamakan Solusi Damai.
Berakhrinya konfrontasi dan keikutsertaan Indonesia dalam pembentukan ASEAN merupakan blessing in disguise bagi pembentukan norma hubungan antarnegara yang menentang penggunaan kekerasan. Walapun konfrontasi menciptakan ketegangan yang luar biasa, keputusn Soeharto untuk menghentikan konfrontasi melegakan Negara-negara tetangga dan memuluskan jalan menuju pembentukan organisasi regional yang mementang prinsip penggunaan kekerasan dalam hubungan dengan sesame anggota. Di samping itu, pembentukan ASEAN pada hakikatnya membuka jalan bagi Indonesia untuk mendapatkan pengaruh tanpa harus menggunakan kekerasan.
Persoalan awal yang mengiringi pertumbuhan ASEAN adalah friksi diplomatic antara Malaysia dan Philipina. Kasus Sabah menjadi penyebab terputusnya hubungan diplomatik kedua Negara walaupun hanya sementara. Malaysia mengancam mundur yang sudah tentu mengancam kelangsungan hidu ASEAN yang baru berumur enam bulan. Melalui pertemuan di Jakarta dan Bangkok Desember 1968 akhrinya sepakat menghimbau keduan Negara untuk tidak lagi menyuarakan perbedaan pendapat mereka secara terbuka untuk menurunkan ketegangan hubungan politik kedua Negara. Sejak bulan Maret tahun 1969 pihak Philipina telah menyatakan kesediaan untuk tidak lagi membicarakan isu Sabah dalam pertemuan ASEAN berikutnya.
Kemudian Mei 1969 kedua Negara akhrinay bertemu. Harapan ini terwujud pada bulan Desember 1969, kedua Negara sepakat untuk membuka kembali hubungan diplomatik yang terputus sejak 1968.
Cara ASEAN menyelesaikan konflik Sabah sangat unik karena mereka lebih banyak melakukan upaya diplomasi, tekanan, dan pencegahan sedemikian rupa sehingga di kemudian hari rangkaian kegiatan ini dikenal sebagai ASEAN Way, yaitu kebiasaan ASEAN dalam menyelesaikan persoalan.

*      Otonomi Regional. Dalam contoh Thailand maupun Philpina telah menjalin kerjasama keamanan denan Amerika jauh sebelum ASAN terbentuk. Demikian pula Malaysia dan Singapura secara historis merupakan bagian dari Negara persemakmuran Inggris. Namun Indonesia senantiasa menentang pembentukan blok keamanan di ASEAN dan lebih cenderung untuk bersikap non blok. Perbedaan persepsi ini tidak mengurangi motivasi tumbuhnya prinsip lain yang bersifat mendasar bagi pertumbuhan ASEAN, yakni otonomi regional. Menteri Luar Negeri Adam Malik mengatakan bahwa organisasi regional semestinya menjadikan persoalan-persoalan regional sebagai perhatian utama mereka. Penegasan ini sebagai upaya agar ASEAN tidak perlu lagi menggantungkan diri pada Negara-negara Barat seperti Amerika dan Inggris. Dengan demikian, ASEAN sebagai organisasi regional akan mampu mengembangkan dirinya sebagai organisasi yang tidak mudah dipermainkan oleh Negara-negara besar.
Tetapi semua anggota ASEAN sepakat bahwa sebaga organisasi regional yang masih muda ASEAN tidak mungkin menolak sepenuhnya pengaruh Negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara. Lee Kuan Yew, mengemukakan bahwa Negara-negara ASEAN paling tidak dapat meminta Negara-negara besar untuk memperhatikan kepentingan mereka bukan sebagai Negara tetapi sebagai organisasi regional. Dengan demikian, ASEAN dapat leluasa menumbuhkan dan mengembangkan harapan mereka selaku organisasi otonom.
Prinsip otonomi regional juga dipengaruhi oleh perubahan-perubahan global yang mengarah pada kebutuhan masing-masing Negara untuk mengembangakan politik luar negeri mandiri dan tidak tergantung sepenuhnya pada dukungan Negara-negara besar. Dalam pandangan Adam Malik ketergantungan militer apada Negara besar lebih banyak mengandung resiko dan kerugian dibandingkan denagn manfaatnya bagi pertumbuhan bangsa yang masih labil. Mohammad Ghazali Syafie menentang campur tangan pihak luar dalam menciptakan stabilitas internasional karena proses ini tidak mungkin dipaksakan dari luar.
Perdana Menteri Malaysia tahun 1970, Tun Abdul Razak memunculkan gagasan netralisasi kawasan Asia Tenggara dalam bentuk Zon of Peace., Freedom and Neutrality (ZOPFAN). Deklarasi ZOPFAN tahun 1971 merupakan kompromi dari berbagai pendapat Negara anggota ASEAN khusunya Indonesia dan Malaysia. Prakarsa netralisasi ASEAN oleh Malaysia dilatarbelakangi dengan pertimbangan politik domestic khusus kerusuhan berdarah di Malaysia tahun 1969.
Deklarasi ZOPFAN cenderung kompromis dan kabur untuk mewadahi berbagai pendapat Negara anggota. Indonesia dan Malaysia semakin dekat dalam menegakan prinsip otonomi dan menentang kehadiran Negara-negara besar di ASEAN. Sebaliknya, posisi geografis Singapura dan Thailand merupakan alasan mengapa kedua Negara tersebut tetap menghendaki kehadiran Amerika di Negara mereka.
*      Tidak Mencampuri Urusan Internal Anggota lain. Prinsip tidak mencampuri urusan Negara lain atau doctrine of non interfence merupakan salah satu pondasi paling kuat menopang kelangsungan regionalism ASEAN. Dengan berlandaskan pada doktrin ini ASEAN dapat memelihara hubungan internal sehingga menutup pintu bagi konflik militer antar Negara ASEAN. Ancaman Komunsi di sebagian besra Negara anggota merupakan alasan dasar mengapa Negara-negara ASEAN menganggap ancaman domestic lebih berat dibandingkan dengan ancaman luar. Bukan tidak mungkin bahwa kasus Vietnam menjadi pemicu mengapa ancaman internal jauh lebih berbahaya dibandingakn dengan ancaman dari luar. Vietnam jatuh ketangan komunis lebih disebabkan lemahnya institusi politik domestic.
Konsep “ketahanan nasional” merupakan sumbangan Negara Indonesia dalam mengembangkan doctrine of non interfence tersebut. Konsep ini memberikan keleluasaan Indonesia untuk mengendaikan dan melemahkan gerakan komunis tanpa harus melibatkan campur tangan dari luar.
Doctrine of non interfence menjadi landasan bagi Negara anggota ASEAN untuk
:
1.    berusaha agar tidak melakukan penilaian kritis terhadap kebijakan pemerintah Negara anggota terhadap rakyatnya masing-masing agar tidak menjadi penghalang bagi kelangsungan organisasional ASEAN,
2.    mengingatkan Negara anggota lain yang melanggar prinsip tersebut,
3.    menentang pemberian perlindungan bagi kelompok oposisi Negara anggota lain,
4.    mendukung dan membantu Negara anggota lain yang sedang menghadapi gerakan anti-kemapanan.
Invasi Vietnam ke Kamboja tahun 1979 merupakan ujian berat bagi prinsip kedua doctrine of non interfence. ASEAN mengingatkan bahwa tindakan Vitenam tersebut telah melanggar prinsip non interfence. Dalam pertemuan Menteri Luar Negeri 9 Januari 1979 ASEAN akhirnya mendesak Negara-negara Asia Tenggara agar menjaga kemerdekaan , kedaulatan, dan system politik Negara lain dan menahan diri agar tidak melakukan campur tangan urusan Negara lain serta tidak melakukan tindakan subversib baik secara langsung maupun tidak langsung.

*      Menentang Pakta Militer dan Mendukung Kerjasama Pertahanan Bilateral
Sejak awal pembentukannya para anggota ASEAN cenderung menolak kerjasama militer dalam kerangkan ASEAN. Perhatian awal ASEAN adalah pada isu-isu ekonomi dan kebudayaan, walaupun isu keamanan sudah pasti mempengaruhi pembentukan ASEAN. Sedangkan dalam isu-isu keamanan ASEAN cenderung mendukung bilateralism. Kerjasaama bilateral dalam urusan keamanan memang tidak mungkin dihindari karena kedekatan geografis masing-masing anggota sangat rentan terhadap isu-isu keamanan.
Perdana Menteri Singapura mengusulkan latihan militer bersama di kalangan Negara ASEAN. Akan tetapi baik Thailand maupun Indonesia menolak gagasan tersebut karena kerjasama bilateral antra Negara anggota ASEAN dipandang sudah cukup untuk memperkuat posisi keamanan masing-masing Negara
anggota.
Struktrur Organisasi ASEAN terdapat pada Deklarasi Bangkok bahwa Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM); Sidang Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri negara yang menjadi Ketua ASC beranggotakan para Duta Besar negara anggota ASEAN yang ditempatkan di negara yang menjadi Ketua ASC; Komite-komite permanen dan komite-komite ad-hoc; dan Sekretariat Nasional di masing-masing negara anggota ASEAN.

2.    APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-negara kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi )
Latar Belakang Berdirinya APEC
Forum Kerjasama Ekonomi negara-negara di kawasan Asia Pasifik (Asia Pacific Economic Cooperation-APEC) dibentuk pada tahun 1989 berdasarkan gagasan Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Tujuan forum ini selain untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan juga mengembangkan dan memproyeksikan kepentingan-kepentingan kawasan dalam konteks multilateral. Mengingat APEC lebih dititikberatkan pada hubungan ekonomi, maka setiap anggota, termasuk negara, disebut sebagai entitas ekonomi. Keanggotaan APEC terdiri dari 21 ekonomi yang terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chile, China, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Meksiko, PNG, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Chinese Taipei, Thailand, AS dan Vietnam. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh APEC Secretariat, total penduduk di wilayah APEC mencapai 2,6 milyar dengan total GDP mencapai 57 persen (US$ 19,254 milyar) dari GDP dunia, serta total perdagangan APEC mencapai 47 persen dari total perdagangan dunia.Dengan potensi perdagangan dan investasi yang ada di APEC, dalam sepuluh tahun terakhir data ekonomi makro APEC telah menunjukkan peningkatan, antara lain (i) peningkatan ekspor APEC sebesar 113 persen yang mencapai USD 2,5 trilyun; (ii) meningkatnya pertumbuhan foreign direct investment di APEC yaitu sebesar 210 persen untuk seluruh APEC, dan sebesar 475 persen di ekonomi yang berpendapatan rendah, (iii) pertumbuhan GDP sebesar 33 persen untuk seluruh APEC dan 74 persen di ekonomi yang berpendapatan rendah.
Sebagai forum regional, APEC memiliki karakteristik yang membedakannya dari berbagai forum kerjasama ekonomi kawasan lainnya, yakni sifatnya yang tidak mengikat (non-binding). Berbagai keputusan diperoleh secara konsensus dan komitmen pelaksanaannya didasarkan pada kesukarelaan (voluntarism). Selain itu APEC juga dilandasi oleh prinsip-prinsip konsultatif, komprehensif, fleksibel, transparan, regionalisme terbuka dan pengakuan atas perbedaan pembangunan antara ekonomi maju dan ekonomi berkembang. Sejak pembentukannya, berbagai kegiatan APEC telah menghasilkan berbagai komitmen antara lain pengurangan tariff dan hambatan non tariff lainnya di kawasan Asia-Pasifik, menciptakan kondisi ekonomi domestik yang lebih efisien dan meningkatkan perdagangan secara dramatis. Visi utama APEC tertuang dalam 'Bogor Goals' of free and open trade and investment in the Asia-Pacific by 2010 for industrialised economies and 2020 for developing economies yang diterima dan disepakati oleh Kepala Negara dalam pertemuan di Bogor, Indonesia pada tahun 1994.

Anggota dan Klasifikasi Negara Anggota
Pada awal berdirinya, APEC beranggotakan dua belas negara, yaitu enam negara anggota ASEAN dan enam mitra dialognya, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun 1991 APEC menerima Cina, Hongkong dan Taiwan masuk menjadi anggotanya. Dalam pertemuan di Seattle, Kanada pada bulan November 1993, APEC memasukkan Papua Nugini dan Meksiko sebagai anggota.Pada pertemuan di Bogor tahun 1994 anggota APEC menjadi 18 negara yaitu :

a) Indonesia                          j) Korea Selatan
b) Singapura                         k) Selandia Baru
c) Thailand                            l) Australia
d) Filipina                              m) RRC
e) Malaysia                            n) Taiwan
f) Brunei Darussalam          o) Hongkong
g) Amerika Serikat               p) Meksiko
h) Jepang                              q) Papua Nugini
i ) Kanada                              r) Cile
Dari 18 negara anggota, diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yang didasarkan atas kemajuan ekonomi dan industri, yaitu sebagai berikut.
a.    Negara sangat maju : AS dan Jepang.
b.    Negara maju : Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
c.    Negara industri : Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan Hongkong
d.    Negara berkembang : Brunei Darusalam, Malaysia, Filipina, Thailand, RRC, Meksiko, Papua Nugini, Cili, dan Indonesia.

APEC DAN PERKEMBANGANNYA
Kemajuan pesat yang dialami APEC tidak lepas dari dorongan politis langsung yang diberikan para Pemimpin melalui APEC Economic Leaders Meeting sejak AELM I di Blake Island, AS tahun 1993. Sejak saat itu, telah berlangsung 12 (dua belas) kali pertemuan. Namun demikian, AELM tahun 1993-1996 merupakan tahapan-tahapan penting yang menjadi dasar kerjasama APEC. Tahapan kegiatan APEC telah berkembang dari perumusan visi di Blake ke tahapan target dan komitmen pada AELM II di Indonesia tahun 1994 yang mencatat momentum penting dalam sejarah perkembangan APEC dengan disepakatinya Bogor Goals yang memuat kerangka waktu liberalisasi perdagangan dan investasi secara penuh pada tahun 2010 untuk ekonomi maju, dan 2020 untuk ekonomi berkembang.
Tiga unsur kerjasama APEC, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Para Pemimpin APEC di Bogor tersebut adalah:
· strengthening the open multilateral trading system
· enhancing trade and investment liberalization in the Asia-Pacific; dan
· intensifying Asia-Pacific development cooperation.
Dimasukkannya wacana mengenai kerjasama pembangunan Asia Pasifik (butir 3) merupakan inisiatif Indonesia. Tujuannya, sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Bogor, adalah untuk mendorong negara anggota APEC untuk mengembangkan sumber daya alam maupun manusia di kawasan Asia dan Pasifik guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan pembangunan yang merata dengan mengurangi jurang ekonomi di antara para anggota APEC. Selanjutnya, pada Pertemuan Pemimpin APEC di Osaka, Jepang tahun 1995, dicatat beberapa perkembangan penting di APEC, antara lain: deklarasi tiga pilar kerjasama APEC berdasarkan Deklarasi Bogor, yaitu Liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi (lebih dikenal sebagai pilar TILF/Trade and Investment Liberalization and Facilitation), serta pilar Economic and Technical Cooperation (ECOTECH); penetapan Osaka Action Agenda (OAA), yang merupakan cetak biru liberalisasi dan fasilitasi perdagangan dan investasi untuk mengarahkan kerjasama ekonomi dan teknik. OAA digunakan sebagai ukuran dalam perancangan rencana kerja dan proyek-proyek APEC, dan terbagi atas: Bagian Pertama yang memuat elaborasi kerja di bawah pilar Trade and Investment Liberalization Facilitation (TILF); dan Bagian Kedua, yang memuat rencana kerja dalam kerangka ECOTECH dan menetapkan bidang-bidang kerjasama sesuai dengan Working Group.
Pada tahun 1996 di Manila, dihasilkan pijakan penting untuk pilar ECOTECH, yaitu deklarasi para pemimpin APEC mengenai Framework for Strengthening Economic Cooperation and Development, yang selanjutnya lebih dikenal sebagai MAPA (Manila APEC Plan of Action). MAPA menetapkan enam wilayah prioritas kerjasama di bawah pilar ECOTECH, yaitu:
a. pengembangan modal sumber daya manusia,
b. menciptakan pasar modal yang aman dan efisien,
c. memperkuat infrastruktur ekonomi,
d. merancang teknologi untuk masa depan,
e. mendorong pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan, serta
f. membangun dasar bagi dan mendorong pertumbuhan usaha kecil dan menengah (UKM).
Pada tahun 1997 di Vancouver, Canada, APEC menghasilkan proposal untuk Early Voluntary Sectoral Liberalization (EVSL) di 15 sektor dan memutuskan agar update Individual Action Plans (IAP) atau Rencana Aksi Individu (RAI) harus dilakukan setiap tahunnya. Pada tahun 1998 di Kuala Lumpur, Malaysia, APEC menyetujui 9 sektor EVSL dan mendorong persetujuan atas EVSL dari non-APEC members pada tingkat World Trade Organization. Pada tahun 1999 di Auckland, New Zealand, anggota APEC menyampaikan komitmennya untuk melaksanakan paperless trading pada tahun 2005 untuk developed economies dan tahun 2010 untuk developing economies. Pertemuan juga menyetujui skema APEC Business Travel Card serta menghasilkan Mutual Recognition Arrangement on Electrical Equipment dan Framework for the Integration Women in APEC. Pada tahun 2000 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, APEC menghasilkan electronic Individual Action Plan (e-IAP) system yang memungkinkan pemantauan IAP secara online sekaligus meningkatkan akses internet di kawasan APEC tiga kali lipat hingga tahun 2005. Pada tahun 2001 di Shanghai, Republik Rakyat Cina, APEC mengadopsi Shanghai Accord, yang terfokus pada perluasan Visi APEC, memperjelas Roadmap to Bogor dan memperkuat mekanisme implementasi. Pertemuan juga mengadopsi e-APEC Strategy, yang menentukan agenda untuk memperkuat market structures and institutions, memfasilitasi investasi infrastruktur dan teknologi untuk transaksi secara on-line serta mendorong kewirausahaan dan capacity building. Pertemuan di Shanghai menghasilkan Counter-Terrorism Statement APEC yang pertama dan merupakan awal pembahasan isu keamanan dalam APEC.
Pertemuan pada tahun 2002 di Los Cabos, Meksiko berhasil mengadopsi Trade Facilitation Action Plan, Policies on Trade and the Digital Economy and Transparency Standards. Pertemuan menghasilkan pula Counter-Terrorism Statement yang kedua dan mengadopsi inisiatif Secure Trade in the APEC Region (STAR). Pada tahun 2003 di Bangkok, Thailand, pertemuan sepakat untuk mendorong negosiasi WTO Doha Development Agenda (WTO DDA) dan melihat bahwa Free Trade Agreements, Regional Trade Agreements, Bogor Goals dan sistem perdagangan multilateral di bawah skema WTO yang pada prinsipnya bersifat saling komplementer. Pertemuan ke-12 Para Pemimpin Ekonomi APEC yang diselenggarakan di Santiago, Chile, tanggal 20 – 21 November 2004, telah menghasilkan Deklarasi para Pemimpin yang berjudul: Santiago Declaration: “One Community, Our Future”. Sedangkan Pertemuan Tingkat Menteri (APEC Ministerial Meeting/AMM) telah menghasilkan Joint Ministerial Statement AMM ke-16. Pada tahun 2005 di Busan, Korea Selatan, Para Pemimpin Ekonomi APEC sepakat untuk meluncurkan ”Busan Roadmap to Bogor Goals”, melakuakan Mid-Term Stock Take/ evaluasi atas capaian anggota ekonomi APEC dalam merealisasikan Bogor Goals. Selain itu, para Pemimpin Ekonomi APEC juga mengeluarkan sebuah pernyataan bersama yang berisi dukungan kuat APEC atas penyelesaian negosiasi Doha Development Agenda di WTO.


PERKEMBANGAN TERAKHIR APEC
Saat ini ekonomi yang menjadi host APEC adalah Vietnam. Tema yang diambil untuk penyelenggaraan APEC tahun ini adalah “Towards a Dynamic Community for Sustainable Development and Prosperity” dengan Sub Tema “Enhancing Trade and Investment with the Busan Roadmap and Doha Development Agenda, Strengthening Economic and Technical Cooperation for Gap Bridging and Sustainable Development, Improving Secure and Favorable Business Environment, Promoting Community Linkages.” Sebagai perwujudan tema tersebut, telah ditetapkan 8 prioritas APEC 2006 sebagai berikut:
1. Mendorong kerjasama APEC untuk meningkatkan perdagangan dan investasi, melalui:
  • Dukungan APEC terhadap WTO atau Doha Development Agenda (Support for the WTO DDA
  • Pengimplementasian Busan Roadmap to Bogor Goals
2. Meingkatkan daya saing dari Usaha Kecil dan Menengah
3. Mendorong pemerataan kapasitas antar anggota Ekonomi APEC melalui pembangunan sumber daya manusia, Kerjasama di bidang IT, dan kemitraan untuk pembangunan.
4. Meningkatkan human security: Counter terrorism, health security, Disaster Preparedness dan Energy Security.
5. Mendukung anti korupsi dan transparansi
6. Menghubungkan anggota-anggota Ekonomi APEC melalui pariwisata dan pertukaran kebudayaan.
7. Mereformasi APEC menjadi organisasi yang lebih dinamis dan efektif.
8. Mendorong komunikasi lintas budaya (Cross-cultural Communication)
KEANGGOTAAN INDONESIA
Indonesia merupakan salah satu negara yang berperan aktif dalam pembentukan APEC maupun pengembangan kerjasamanya. Keikutsertaan Indonesia dalam APEC sangat didorong oleh kepentingan Indonesia untuk mengantisipasi dan mempersiapkan diri dalam menghadapi perdagangan dunia yang bebas sekaligus mengamankan kepentingan nasional RI. Kontribusi Indonesia terbesar bagi APEC adalah disepakatinya komitmen bersama yang dikenal juga sebagai ‘Tujuan Bogor’ (Bogor Goals) yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi secara penuh pada tahun 2010 untuk ekonomi yang sudah maju, dan tahun 2020 untuk ekonomi berkembang. Komitmen ini menjadi dasar dalam berbagai inisiatif untuk mendorong percepatan penghapusan tarif perdagangan maupun investasi antar anggota APEC.
MANFAAT APEC BAGI INDONESIA
1. APEC merupakan forum yang fleksibel untuk membahas isu-isu ekonomi internasional.
2. APEC merupakan forum konsolidasi menuju era perdagangan terbuka dan sejalan dengan prinsip perdagangan multilateral
3. Peningkatan peran swasta dan masyarakat Indonesia menuju liberalisasi perdagangan. Salah satu pilar APEC yaitu fasilitasi perdagangan dan investasi secara langsung akan memberikan dampak positif bagi dunia usaha di Indonesia yakni kemudahan arus barang dan jasa dari Indonesia ke anggota APEC lainnya. Beberapa inisiatif APEC yang memberikan manfaat kepada dunia usaha di Indonesia antara lain melalui pelaksanaan APEC Business Travel Card (ABTC) serta penyederhanaan prosedur kepabeanan.
4. Peningkatan Human and Capacity Building Indonesia dapat memanfaatkan proyek-proyek APEC untuk peningkatan kapasitas dan peningkatan sumber daya manusia, baik yang disponsori oleh anggota ekonomi tertentu maupun melalui skema APEC.
5. Sumber peningkatan potensi ekonomi perdagangan dan investasi Indonesia Pembentukan APEC telah memberikan manfaat terhadap peningkatan arus barang, jasa maupun pertumbuhan ekonomi negara anggota APEC. Indonesia memiliki potensi untuk memanfaatkan potensi pasar APEC bagi peningkatan ekspor maupun arus investasi, khususnya karena mitra dagang utama Indonesia sebagian besar berasal dari kawasan APEC.
6. APEC sebagai forum untuk bertukar pengalaman Forum APEC yang pada umumnya berbentuk “policy dialogue” memiliki manfaat yang sangat besar terutama untuk menarik pelajaran dan pengalaman positif maupun negatif (best practices) anggota APEC lainnya dalam hal pengambilan dan pembuatan kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi.
7. Memproyeksikan kepentingan-kepentingan Indonesia dalam konteks ekonomi internasional
8. APEC merupakan salah satu forum yang memungkinkan Indonesia untuk memproyeksikan kepentingan-kepentingannya dan mengamankan posisinya dalam tata hubungan ekonomi internasional yang bebas dan terbuka.
Prinsip ASEAN dan Sikap Indonesia
Prinsip ASEAN terhadap APEC adalah sebagai berikut
:
a.    Setiap peningkatan kerja sama di kawasan Asia-Pasifik, hendaknya identitas, kepentingan, dan persatuan ASEAN tetap dipertahankan.
b.    Kerja sama hendaknya didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan, keadilan, dan keuntungan bersama.
c.    Hendaknya kerja sama tidak diarahkan pada pembentukan blok perdagangan yang tertutup (inward looking economic or trading block).
d.    Hendaknya kerja sama ditujukan untuk memperkuat kemampuan individual dan kolektif para peserta.
e.    Hendaknya pertumbuhan kerja sama dikembangkan secara bertahap dan pragmatis
Sedangkan sikap Indonesia terhadap keberadaan APEC adalah menyambut era perdagangan bebas dengan tangan terbuka. Perdagangan bebas menuntut produk-produk berkualitas, memiliki daya saing tinggi dan mampu menembus pasaran dunia. Untuk mempersiapkan era pasar bebas tersebut, maka langkah pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut :
1.    Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal.
2.    Meningkatkan mutu produk-produk agar mampu menembus pasaran dunia dan mampu bersaing.
3.    Meningkatkan budaya ACI (Aku Cinta Indonesia), yaitu menumbuhkan mentalitas di kalangan rakyat Indonesia dari kalangan bawah, menengah dan atas agar mencintai segala produksi dalam negeri.
4.    Meningkatkan semangat nasionalisme agar tidak terbawa arus globalisasi agar tercipta modernisasi bukan westernisasi.
5.    Meningkatkan semangat juang dan pantang menyerah untuk membangun bangsa dan negara

Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi. Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.










Daftar pustaka

http://idadwiw.wordpress.com/2011/12/17/organisasi-internasional-dan-regional/  diakses pada tanggal 28 september 2013 pukul 15.00