Nama Mahasiswa : Kartika Sari Berlian.
NIM :
4915122550.
Tugas :
Individu.
Nama
Dosen : Drs. Nusa Putra, S.Fil, M.Pd.
Mata
Kuliah : Metodologi Penelitian Pendidikan IPS.
TUGAS MANDIRI
14-15
Mencari Contoh Penelitian Kualitatif sesuai dengan
jenis/strategi
Ada
beberapa strategi penelitian dalam penelitian kualitatif, di antaranya adalah
studi kasus, etnografi, fenomenologi, ethnometodologi, grounded theory, metode
biografi, metode histories, clinical models, dan action research. Namun yang
akan dibahas kali ini ada lima dari delapan strategi penelitian tersebut.
Kelima strategi tersebut adalah studi kasus, etnografi, fenomenologi,
ethnometodologi, grounded theory, dan metode biografi.
1.
Studi Kasus
Menurut Bogdan dan Bikien (1982)
studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu
orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu
. Surachrnad (1982) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan
dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci.
SementaraYin (1987) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan
penekanan pada ciri-cirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa
dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara
mendalarn. Para peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan
batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran
penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2)
sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas
sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami
berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya[1].
Contoh penelitian studi kasus
Judul
: Kekerasan Seksual dalam Keluarga
(Kasus
Pada Masyarakat Nelayan di Kabupaten Rembang)
Oleh
: Drs. Ngabiyanto, M.Si
Dr.
Nugrahaningsih WH, M.Kes
Drs.
Suhadi, M.Si
Kekerasan
(violence) secara umum dapat diartikan sebagai suatu serangan terhadap fisik
dan psikis serta integritas mental seseorang (Fakih, 2000:75). Kekerasan dapat
terjadi terhadap siapa saja dengan alasan apa saja. Diantara beragam alasan
yang memunculkan kekerasan tersebut ada satu jenis kekerasan yang dilakukan
karena keyakinan gender. Kekerasan gender dapat terjadi di dalam dan diluar
rumah tangga. Pada kondisi masyarakat dengan relasi kekuasaan gender yang
bersifat patriakal, maka pada umumnya korban kekerasan gender adalah kaum
perempuan.
Tujuan
penelitian ini untuk (1) mendeskripsikan permasalahan kekerasan seksual yang
terjadi pada masyarakat nelayan yang meliputi jenis frekuensi dan tingkat
kekerasan di Kabupaten Rembang Propinsi Jawa Tengah (2) mengetahui dampak
kekerasan seksual terhadap kasus perceraian pada masyarakat nelayan yang
memiliki karakteristik budaya yang tipikal. Lokasi penelitian di Kabupaten
Rembang. Pendekatan penelitian ini menggunakan strategi studi kasus dengan
subjek penelitian pada unit keluarga dan petugas pemerintah seperti polisi,
pejabat pengadilan agama, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu observasi, wawancara
mendalam, dan dokumentasi. Data yang terkumpul akan dianalisis dengan
menggunakan teknik yang beragam, baik tekstual maupun kontekstual, aalisis
domain dan analisis konteks.
Simpulan
penelitian ini (1) bentuk kekerasan seksual di masyarakat nelayan Rembang
meliputi pelecehan seksual, kawin paksa dan pencabulan (2) faktor penyebab
terjadinya kekerasan seksual adalah faktor kultural yang keras pada masyarakat
nelayan dan karakter suami yang keras dan kasar, faktor kemiskinan dan
ketidakberdayaan kultural. (3) perempuan dengan resiko korban kekerasan seksual
yang tinggia dalah istri dengan usia yang tidak terbatas pada usia muda tetapi
juga perempuan istri yang telah berusia lanjut (4) sebagai persoalan sosial
kekerasan seksual masih belum didasari sepenuhnya oleh masyarakat baik oleh
korban maupun pelaku. Sehingga dalam statistik kriminal kekerasan seksual masih
merupakan dark member yang disebabkan oleh rendahnya masyarakat membawa masalah
keluarga ini pada kepolisian. (5) kekerasan seksual yang menjadi penyebab
peceraian adalah kawin paksa dengan jumlah kasus rata-rata per tahun empat
puluh pasangan memperoleh putusan cerai dari pengadilan agama katena kasus
kawin paksa.
Berdasar
hasil penelitian ini dapat diajukan saran sebagai berikut :
1)
Perlu ditingkatkan tentang sosialisasi kesetaraan gende pada masyarakat nelayan
di Kabupaten Rembang khususnya untuk kecamatan kota.
2)
Pihak Polres Rembang perlu melakukan sosialisasi tentang adanya Unit Pelayanan
Khusus untuk menangani korban kekerasan yang terjadi pada anak-anak dan
perempuan[2].
2.
Etnografi atau Etnosains
Menurut
Airasian, Mills dan Gay, etnografi merupakan studi tentang pola kebudayaan
serta perspektif pastisipan di dalamlatar alamiah. Menurut Haris yang telah
dikutip Cresswell, penelitian etnografi merupakan sebuah model kualitatif
dimana peneliti menjabarkan serta menginterpretasikan pola perilaku,
kepercayaan, nilai serta bahasa yang dipahami dan digunakan oleh suatu
kelompok. Peneliti etnografer meneliti desain yang diikuti 1 kelompok, misalnya
oleh beberapa orang lebih dari 20, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan
yang biasa diteliti di dalam grounded theory. Tapi dapat juga lebih sedikit
seperti sejumlah guru di dalam suatu sekolah tapi tetap di dalam lingkup
kelompok besar ( sekolah ).
Dalam
melakukan penelitian etnografi seorang peneliti harus membuat hubungan yang
sangat dekat dengan narasumber dari obyek komunitas penelitiannya. Sebagai
contoh peneliti etnografi Jonathan Kozol diatas, untuk meneliti perkumpulan
kulit hitam di bronx, ia juga ikut hidup di sana dalam beberapa bulan denhan
tujuan untuk dapat menyelami kehidupan mereka.
Dengan
berjalannya waktu masyarakat di sana mulai percaya dan yakin kepada Kozol serta
mau berbagai tentang perasaan terdalam mereka serta mengenai perbedaan warna
kulit dan kemiskinan. Etnografi meneliti sebuah proses serta hasil akhir. Jadi
akhir dari penelitian etnografi adalah membuat karangan yang kaya gambaran
jelas serta mendalam tentang obyek penelitian / thick description. Sedikit
ulasan ini semoga dapat menambah wawasan anda akan penelitian etnografi
sehingga bisa anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari[3].
Contoh:
KARAKTERISTIK
BUDAYA SEKOLAH BERKARAKTER
Dr.
Nusa Putra
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah
bisa dilihat dan dimaknai dengan banyak cara. Sekolah adalah sebuah sistem yang
terdiri dari banyak unsur pendukung. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan formal. Sekolah adalah komunitas yang
diikat oleh tujuan yang terencana dan terukur. Sekolah adalah masyarakat
belajar. Sekolah adalah cermin masyarakat.
Apapun
makna sekolah dan bagaimanapun sekolah dilihat, sekolah merupakan tempat
penyemaian nilai-nilai, baik nilai-nilai yang harus dilestarikan maupun
nilai-nilai yang mengandung benih perubahan. Sebagai akibatnya sekolah harus
terus menerus menata dan mengembangkan beragram program dan aktivitas yang
membuatnya memiliki kemampuan untuk sekaligus
bisa menghadapi tuntutan masyarakat dan tantangan hari depan bagi anak
didiknya.
Tidak
mudah bagi sekolah untuk menghadapi tuntunan dan tantangan itu. Sebab sekolah,
negeri atau swasta, terikat pada sejumlah aturan yang harus dipenuhi sebagai
syarat keberadaan dan kelangsungannya. Dalam konteks seperti inilah sekolah
harus mengembangkan kreativitas untuk mempertahankan keberadaannya, membentuk
dan mengembangkan jati diri atau karakteristik sekolah, menciptakan berbagai
aturan dan program yang dapat membentuk dan mengembangkan peserta didik,
mengembangkan berbagai tradisi dan kebiasaan atau habitus yang mengarah pada
keunggulan komparatif dan kompetitif sekolah.
Sekolah
juga harus mengembangkan kemampuan untuk memilah, memilih, dan mengolah
berbagai aspirasi, tuntutan masyarakat, peserta didik, dan tujuan serta target
yang telah ditentukan pemerintah yang terus meningkat setiap tahunnya. Hanya
dengan mengembangkan kemampuan-kemampuan itulah sekolah dapat mempertahankan
dan meningkatkan kebermaknaannya bagi masyarakat yang menjadi pemangku
kepentingan yang utama.
Dalam
berbagai upaya sekolah untuk memenuhi tuntutan dan tantangan tersebut, melewati
waktu dan beragam pengalaman, biasanya secara terstruktur atau tidak, sekolah
kemudian memiliki sejumlah tradisi, kebiasaan, nilai, aturan main, dan
simbol-simbol yang membuat sekolah itu berbeda dari sekolah lain. Pada tingkat
ini, sekolah telah mengembangkan, melaksanakan dan menghayati budaya sekolah.
Peterson
dan Deal (2009:7) menegaskan bahwa budaya sekolah sangat penting dikaji
karena sangat menentukan kinerja,
tampilan dan mutu sekolah. Peterson dan Deal (2009:9) menguraikan,
Culture
exist in deeper elements of a school: the unwritten rules and assumptions, the
combination of rituals and traditions, the array of symbols and artifact, the
special language and phrasing that staff and the students use, and the
expectations about change and learning that saturate the school’s world.
Sementara
itu Finnan & Swanson (2000:78) menjelaskan,
A
school’s culture is composite of a culture that existed in the past, the
cultural assumptions brought to the school by members of the school community,
and the cultural force in the larger community…. The assumptions, beliefs, and
values that shape school cultures can be grouped into five components of school
culture. They include the following:
1. Assumptinos related to expectations for
children
2. Assumptions held by children about
themselves and their future
3. Assumptions related to expectation for
adult (teachers, principals, and parents)
4. Assumptions about educational practices
that are considered “acceptable”
5. Assumptions about the value of changes.
Beranjak
dari pendapat-pendapat di atas tampak dengan jelas bahwa penelitian tentang
budaya sekolah mencakupi suatu kawasan yang sangat luas dan sekaligus mendalam.
Penelitian bisa beranjak dari bangunan fisik sekolah, tata letak gedung,
halaman, tempat ibadah, lingkungan, kebersihan sekolah, manajemen sekolah,
kualitas pegawai, model dan kualitas pelayanan, tradisi sekolah, prestasi
sekolah, fasilitas pendukung pemelajaran, sejarah sekolah, model-model dan
metode pemelajaran, model dan pelaksanaan evaluasi, kegiatan ekstra kurikuler,
latar belakang dan kualitas guru, model kepemimpinan kepala sekolah. Juga masuk
dalam bidang kajian: nilai-nilai, aturan, kebiasaan, harapan, keinginan, dan
aspirasi yang berkembang di kalangan murid, guru, kepala sekolah, orang tua
murid, dan masyarakat. Bisa digali pula persepsi serta harapan murid terkait
dengan dirinya, gurunya, sekolahnya, dan hari depannya. Hal yang sama bisa
digali dari guru, kepala sekolah dan orang tua murid. Termasuk dalam kawasan
budaya sekolah adalah model komunikasi dan interaksi yang terjalin di sekolah
antara murid dengan murid, murid dengan guru, guru dengan guru, murid dengan
kepala sekolah, guru dengan kepala sekolah, sekolah dan masyarakat. Tidak
ketinggalan cara dan tradisi sekolah mengelola konflik, menerapkan hukuman dan
memberi penghargaan. Cara-cara sekolah mengembangkan kompetisi dan kooperasi di
antara murid, guru, dan kelas. Model dan strategi sekolah menata kelas, kantin,
taman, dan toilet. Budaya sekolah memang merentang dari yang abstrak seperti
nilai sampai yang konkret seperti penataan ruang, sangat luas dan mendalam.
B.
Fokus Masalah
Penelitian
tentang budaya sekolah sangat luas cakupannya. Oleh karena itu pada penelitian
ini dibatasi fokusnya pada budaya
sekolah yang mencakup tradisi akademis dan sosial. Pembatasan ini didasarkan
pada keyakinan bahwa kedua tradisi ini sangat menentukan kualitas dan
keberadaan sekolah.
Tradisi
akademis mencakup:
1. Guru:
rekrutmen, pembinaan, kompetensi, penilaian kinerja dan sistem penghargaan
2. Proses
pemelajaran: metode pemelajaran, sistem
evaluasi, program-program tambahan dan pengayaan, solusi bagi siswa
lambat, sistem penghargaan bagi siswa berprestasi, sistem kompetisi dan
kooperasi antar siswa dan kelas, pemanfaatan perpustakaan dan laboratorium,
kegiatan-kegiatan khusus akademik, teknik-teknik motivasi yang dikembangkan
3. Kegiatan
ekstra kurikuler: bentuk dan jenis, keberlangsungan, dan keikutsertaan murid
dan guru
4. Capaian
prestasi: sekolah, murid dan guru: pada tingkat sekolah, daerah, nasional dan
internasional
Tradisi
sosial meliputi:
·
Model-model komunikas dan interaksi:
siswa-siswa, siswa-guru, guru-guru, siswa-kepala sekolah, guru-kepala sekolah,
sekolah-masyarakat
·
Kegiatan-kegiatan sosial
·
Sumbangansih sosial pada masyarakat
·
Status sosial ekonomi murid dan guru
Fokus
ini akan berkembang selama penelitian belangsung. Namun cakupannya tetap pada
kedua tradisi yang telah ditentukan.
Atas
dasar fokus masalah di atas, pertanyaan penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah
karakteristik budaya Sekolah Berkarakter terkait dengan tradisi akademis dan
sosial?”
C.
Tujuan Penelitian
Penelitian
ini memiliki sejumlah tujuan spesifik sebagai berikut:
1. Mendapatkan
gambaran atau deskripsi yang lengkap tentang latar penelitian terkait dengan
aspek geografis, demografis, fisik, dan sosial budaya
2. Mengkaji
secara lengkap, rinci dan mendalam tradisi akademis sekolah sesuai dengan fokus
yang telah ditentukan
3. Mengkaji
secara lengkap, rinci, dan mendalam tradisi sosial sekolah sesuai dengan fokus
yang telah ditentukan
4. Mendapatkan
gambaran yang menyeluruh, rinci, lengkap dan mendalam tentang budaya sekolah
terkait dengan tradisi akademis dan sosial yang dirumuskan dalam bentuk model
dan proses.
BAB
II
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Penelitian
budaya sekolah ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe atau
strategi etnografi. Creswell (2012:462) menguraikan,
Ethnographic
design are qualitative research procedures for describing, analyzing and
interpreting a culture-sharing group’s patterns of behavior, beliefs, and language
that develop over time.
Etnografi
diplih karena merupakan tipe penelitian kualitatif yang fokusnya adalah
mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan kebudayaan kelompok.
Terkait dengan pendidikan, sebagaimana dijelaskan oleh Wiersma & Jurs (2009:273)
etnografi merupakan,
The
process of providing holistic and scientific descriptions of educational
system, processes, and phenomenon within their specific contexts.
Dengan
demikian etnografi pendidikan adalah metode yang paling tepat untuk
mengeksplorasi budaya sekolah seperti telah dirumuskan dalam fokus masalah.
B.
Tahapan Penelitian
Penelitian
etnografis ini dilaksanakan mengikuti tahapan dan proses penelitian kualitatif
yang bersifat induktif, dan terdiri dari tahapan sebagai berikut:
1.
Tahap penjajakan atau orientasi lapangan ( grand tour)
·
Para peneliti melakukan kegiatan terkait
dengan administrasi/perizinan
·
Para peneliti melakukan diskusi
menentukan strategi untuk memasuki latar penelitian
·
Para peneliti melakukan kunjungan ke
latar atau tempat penelitian dilaksanakan. Ini merupakan kegiatan inti pada
tahapan ini. Sewaktu berada di tempat penelitian, dalam penelitian ini adalah
Sekolah Berkarakter, para peneliti melakukan pengawamatan dan wawancara. Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan gambaran umum tentang latar
penelitian, membangun hubungan dengan partisipan, dan mencari informan kunci
·
Para peneliti membuat catatan lapangan
sebagai hasil kunjungan ke latar penelitian.
2.
Tahap Perumusan Temuan Awal dan Penentuan Strategi Penelitian
Sesuai
dengan karakteristik penelitian kualitatif yang menganalisis data sepanjang
penelitian berlangsung, maka para peneliti melakukan analisis terhadap catatan
lapangan yang dihasilkan dari tahapan penjajakan. Berdasarkan temuan awal ini,
para peneliti menentukan strategi lapangan terkait dengan fokus mana yang akan
dikaji lebih dulu, siapa dari partisipan yang akan diwawancara, atau para
peneliti bersepakat untuk membentuk dua
kelompok dan masing-masing kelompok menggali fokus yang berbeda. Semua
keputusan sangat tergantung temuan lapangan.
3.
Tahap Eksplorasi Fokus Penelitian (mini tour)
Tahap
ini merupakan tahap inti atau utama dalam penelitian etnografis ini. Pada tahap
ini para peneliti mengeksplorasi fokus penelitian melalui wawancara kualitatif,
pengamatan biasa dan pengamatan partisipatif, focus discussion groups (FGD),
dan analisis dokumen. Para peneliti harus mewawancara para murid, para guru
para pimpinan sekolah, orang tua siswa, komite sekolah, dan pihak-pihak lain
yang dapat memberikan informasi terkait fokus penelitian. Para peneliti juga
harus melakukan pengamatan terhadap berbagai aktivitas yang terkait dengan
fokus penelitian, melaksanakan FGD, mencari dan menganalisis dokumen yang
tekait dengan fokus penelitian. Para peneliti harus membuat berbagai catatan
kualitatif yaitu catatan lapangan, notulensi FGD, dan hasil analisis dokumen.
4.
Tahap Analisis Data Lanjutan
Pada
tahap kedua telah dilakukan analisis data terhadap hasil penjajakan lapangan.
Selama proses eksplorasi fokus, para peneliti juga melakukan analisis data
untuk menentukan eksplorasi lebih lanjut. Ketika kegiatan eksplorasi sudah
sampai pada data jenuh, penelitian diakhiri dan analisi data dilanjutkan. Oleh
karena kegiatan inti sudah dilakukan, didapatkan deskripsi yang menyeluruh,
lengkap, rinci dan mendalam, maka dilakukan analisis data lanjutan yang bisa
menghasilkan kategori, tema, pola, proses, dan model tradisi akademis dan
sosial.
5.
Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam
penelitian kualitatif tidak dilakukan pemeriksaan kebasahan instrumen, tetapi
pemeriksaan keabsahan data. Nusa Putra (2012a:87-88) menjelaskan, untuk
keperluan pemeriksaan keabsahan data dikembangkan empat indikator, yaitu: (1)
kredibilitas, (2) keteralihan atau transferability, (3) kebergantungan, dan (4)
kepastian. Uji kredibilitas data diperiksa dengan teknik-teknik sebagai
berikut:
a.
Perpanjangan pengamatan
b.
Peningkatan ketekunan pengamatan
c.
Triangulasi
d.
Pengecekan teman sejawat
e.
Pengecekan anggota
f. Analisis kasus negatif
g.
Kecukupan referensial.
Dalam
penelitian ini diusahakan semua indikator pemeriksaan keabsahan data digunakan untuk memastikan bahwa datanya akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
6.
Tahap Analisis Data Akhir dan Perumusan Hasil Penelitian
Setelah
pemeriksaan keabsahan data, dilakukan analisis akhir untuk menyimpulkan hasil
penelitian dan temuan penelitian. Analisis ini merupakan kelanjutan dari
analisis sebelumnya. Pada tahap ini sudah bisa disimpulkan katergori, tema,
pola, model dan proses dari fokus penelitian.
7.
Tahap Pembuatan Laporan
Keseluruhan
proses dan hasil penelitian harus ditulis
secara sistematis dalam laporan akhir yang berisi keseluruhan proses, kesimpulan dan semua yang ditemukan dalam
penelitian. Dalam laporan ini dilampirkan catatan lapangan, dan hasil analisis
data beserta semua dokumen yang dianalisis yang ditemukan selama proses penelitian berlangsung, dan foto-foto.
8.
Tahap Pasca Lapangan
Para
peneliti melakukan atau menyelenggarakan seminar untuk mendapatkan masukan dan
mempertanggungjawabkan proses dan hasil penelitian.
C.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian
etnografis ini menggunakan teknik pengumpulan data yang lazim digunakan dalam
penelitian kualitatif, dan yang kerap digunakan dalam penelitian etnografis.
Teknik yang lazim digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah:
1.
Wawancara
Wawancara
yang dilakukan adalah wawancara kualitatif atau yang juga dikenal sebagai
wawancara mendalam. Berbeda dengan wawancara formal yang biasanya sangat
terstruktur dan relatif terbatas atau tertutup. Wawancara mendalam dilakukan
secara informal dalam bentuk perbincangan sehari-hari terhadap semua
partisipan. Wawancara bertujuan menggali fokus penelitian secara mendalam,
karena itu dilakukan secara berkelanjutan, dan pada partisipan tertentu mungkin
dilakukan berulang-ulang.
2.
Pengamatan
Dalam
penelitian kualitatif, pengamatan dilakukan dengan beragam jenis pengamatan
yaitu pengamatan biasa atau terjarak, pengamatan terlibat atau partisipatif
terbatas, dan pengamatan terlibat atau partisipatif penuh. Dalam proses
penelitian, para peneliti akan menentukan aktivitas, peristiwa atau kejadian
apa saja yang harus diamati. Peneliti juga akan menentukan kapan waktunya melakukan pengematan
partisipatif untuk menggali fokus lebih dalam dan rinci.
3.
Analisis Dokumen
Untuk
mendapatkan deskripsi dan pemahaman mendalam atas fokus penelitian, para
peneliti akan mengumpulkan sejumlah dokumen seperti silabus, rencana pelaksaan
pemelajaran, pekerjaan siswa dan berbagai dokumen yang terkait lainnya.
Domumen-dokumen itu dianalisis untuk memperdalam, dan memperinci temuan
penelitian.
4.
Focus Groups Discussion (FGD)
Oleh
karena yang diteliti adalah budaya sekolah yang melibatkan dan dihayati oleh
komunitas, maka perlu untuk mendiskusikan berbagai topik agar didapatkan
pandangan yang lebih komprehensif tentang fokus penelitian. Diskusi akan
dilakukan dalam kelompok dengan topik-topik tertentu yang dapat membantu
memperdalam sekaligus memeriksa data. FGD bisa dilakukan dalam kelompok kecil
yang terdiri dari para siswa, para siswa dan guru, para guru dan orang tua
siswa, para guru dan pimpinan sekolah, para siswa, guru, dan kepala sekolah.
Saukko
(2003:62,64,67) menambahkan beberapa cara yang biasa digunakan untuk memperkaya
data yaitu:
a.
Self-reflexivity
Refleksi
peneliti atau para peneliti atas temuan atau
hasil perbincangan dengan partisipan
dan hasil pengamatan. Agar terhindar dari bias pribadi sebaiknya
refleksi tersebut merupakan hasil perbincangan mendalam dengan teman sejawat
yang memiliki keahlian.
b.
Polyvocality
Kemampuan
peneliti atau para peneliti untuk menemukan suara atau pendapat yang sangat
majemuk, bahkan saling bertentangan dari
para partisipan terkait dengan fokus penelitian. Temuan ini dapat
ditinjaklanjuti dan diperdalam dalam FGD.
c.
Testimony/Pengakuan/Kesaksian
Dalam
penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi testimoni atau pengakuan dari
partisipan yang terlibat dalam fokus penelitian sangat penting untuk
dimanfaatkan demi pendalaman dan pemahaman fokus. Bagaimana pengalaman murid
dan guru selama bersekolah, akan lebih mendalam jika diungkapkan dalam bentuk testimoni. Seperti
semua data, testimoni pastilah juga harus diperiksa keabsahannya.
D.
Instrumen Penelitian
Dalam
penelitian kualitatif, instrumen utama penelitian adalah peneliti atau para peneliti.
Demi kecukupan referensial, para peneliti dapat menggunakan catatan, kamera
foto, kamera video, dan perekam suara.
E.
Teknik Sampling Purposif
Dalam
penelitian kualitatif teknik samplingnya adalah purposif. Dipilih atas tujuan
dan alasan tertentu. Para partisipan yang akan diwawancara dan diamati dalam
penelitian ini dipilih karena mereka adalah orang-orang yang terlibat dan
menghayati tradisi akademik dan sosial di sekolah yang diteliti. Karena alasan
itu mereka dipilih sebagai partisipan yang diteliti. Dalam prakteknya akan
digunakan teknik ‘bola salju’ yang semakin lama akan semakin membesar dan
padat. Artinya partisipan yang satu akan menunjuk pertisipan yang lain,
aktivitas tertentu terkait dengan aktivitas lain, begitulah seterusnya sampai
seluruh fokus penelitian tergali dan terungkap.
F.
Teknik Analisis Data
Teknik
analisis data yang digunakan adalah modifikasi dari Milles & Huberman (Nusa
Putra,2011:204) dan analisis kategori Spradley yang disederhanakan[4].
3.
Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi
dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu
fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu
ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Istilah
ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777),
seorang filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang
ilmu yang tak nyata.
Pada
dasarnya fenomenologi adalah suatu tradisi pengkajian yang digunakan untuk
mengeksplorasi pengalaman manusia. Seperti yang dikemukakan oleh Littlejohn
bahwa fenomenologi adalah suatu tradisi untuk mengeksplorasi pengalaman
manusia. Dalam konteks ini ada asumsi bahwa manusia aktif memahami dunia
disekelilingnya sebagai sebuah pengalaman hidupnya dan aktif
menginterpretasikan pengalaman tersebut.Asumsi pokok fenomenologi adalah
manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna
atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses
aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia. Dengan kata
lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
Fenomenologi
menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam kesadaran. Fenomenolog
mencari pemahaman seseorang dalam membangun makna dan konsep yang bersifat
intersubyektif. Oleh karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk
menjelaskan makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep atau
gejala. Natanson menggunakan istilah fenomenologi merujuk kepada semua
pandangan sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya
sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial[5].
Anak-anak ini hidup di jalanan. Tidur di emperan toko, taman
kota, terminal bus, stasiun kereta api, kolong jembatan, bahkan di trotoar
jalanan. Macam-macam pekerjaan yang mereka lakoni. Mengamen, tukang parkir
liar, menjadi pemulung, pengemis, dan spesialis maling kecil-kecilan yang suka
ngutil rokok atau minuman kaleng di berbagai kios pinggiran jalan. Beberapa di
antara mereka ada yang menjadi petugas kebersihan tak resmi yang membersihkan
bis dan metro mini di terminal pada malam atau dini hari. Sebagian dari mereka masih
memiliki keluarga yang tinggal di pemukiman kumuh, dan di kampung halaman yang
jauh dari tempat mereka tinggal sekarang. Sejumlah anak sudah tidak jelas di
mana keluarganya.
Mereka yang keluarganya tinggal di pemukiman kumuh, biasanya
beraktivitas tidak jauh dari tempat tinggal orang tuanya. Tetapi mereka enggan
pulang karena menghindari kekerasan orang tuanya yang memaksa mencari uang, dan
suka memukul jika anak-anak itu tidak dapat menyerahkan setoran dalam jumlah
tertentu. Anak-anak yang lari dari keluarga ini kemudian membentuk komunitas
jalanan. Komunitas jalanan bukan hanya hidup di jalan bersama-sama. Komunitas
jalanan adalah hidup bersama di jalan menghadapi resiko jalanan bersama-sama.
Resiko itu adalah kehidupan yang keras dan liar, tanpa perlindungan, hidup
penuh tekanan, dan ancaman.
Untuk dapat bertahan hidup di jalanan yang cenderung keras
dan liar, anak-anak itu harus cerdas. Bukan sekadar cerdas membaca, menulis dan
berhitung (calistung). Calistung seperti yang diajarkan di sekolah kurang
berguna bagi mereka untuk dapat bertahan hidup di jalanan. Anak-anak itu mesti
cerdas untuk merespon, mengantisipasi, dan menghindari kekerasan yang berasal
dari preman, anak jalanan yang lebih besar dan kuat, petugas keamanan dan
ketertiban yang suka sekali memburu mereka, dan memenangkan persaingan dengan
teman sebaya.
Itu berarti kecerdasan yang harus mereka miliki dan
kembangkan berisi sejumlah unsur yaitu: keberanian, kecepatan mengambil
keputusan dan bertindak, lincah dan licin merespon petugas keamanan dan
ketertiban, sabar dan tegar menghadapi penderitaan,tidak suka mengeluh, dan
hidup dalam kegembiraan bersama teman-teman senasib sepenanggungan. Rasanya
kecerdasan seperti ini tidak pernah atau kurang diajarkan, apalagi dipraktikkan
pada pendidikan formal di sekolah.
Anak-anak
itu adalah anak-anak kehidupan, sekolahnya adalah jalanan, gurunya adalah
pengalaman, ujiannya adalah penderitaan, dan tanda kelulusannya adalah
pengakuan dan keberterimaan dalam komunitas jalanan, serta bertahan hidup dalam
beragam tantangan. Mereka tidak dapat dinilai dengan infikator-indikator yang
digunakan bagi anak-anak yang tumbuh kembang dalam keluarga normal dan sekolah
formal. Anak-anak jalanan ini bisa jadi gagal bila harus menghadapi ujian di
sekolah, namun mereka selalu berhasil melalui ujian kehidupan. Keberhasilan
itulah yang membuat mereka dapat terus bertahan hidup dalam kegembiraan
jalanan.
Karena hidup dan besar di jalan, mereka tidak memiliki nomor
induk siswa nasional, tidak terdaftar dalam buku besar sekolah formal, tidak
muncul dalam data sensus penduduk, dan tidak pernah diikutkan dalam program
apapun. Satu-satunya program yang mereka rasakan dampaknya adalah program
pembersihan kota dari para gepeng yaitu gelandangan dan pengemis. Itulah pula
sebabnya mereka sering dikejar-kejar polisi pamong praja. Mereka adalah warga
Indonesia, karena lahir, besar, dan tinggal di Indonesia. Tak lebih dan tak
kurang. Tetapi mereka tidak dapat diikutsertakan dalam program apapun, sebab
tidak pernah terdaftar di mana pun. Karena itu mereka harus mengembangkan
sendiri kecerdasan jalanan untuk dapat bertahan hidup.
Persoalan terbesar bagi anak-anak ini adalah bagaimana
caranya agar mereka menjadi warga negara yang sesungguhnya, dapat merasakan
haknya sebagai warga negara. Mereka adalah sebagian kecil dari orang-orang
marginal, orang-orang yang dipinggirkan dan harus diberdayakan. Bagaimana
caranya? Dari mana pemberdayaan itu bisa dimulai? Anak-anak miskin ini adalah
korban, korban dari kekerasan dan kegagalan para orang tua membesarkan mereka
dengan cara yang normal. Orang tuanya juga adalah korban. Korban kebijakan
pembangunan yang berorientasi kekotaan dan pertumbuhan. Ini bermakna kemiskinan
yang dihadapi anak-anak itu, beserta resiko yang mengikutinya adalah cermin
dari kegagalan negara bangsa ini mewujudkan apa yang ditulis dalam
undang-undang dasar. Kemampuan anak-anak miskin itu mengembangkan kecerdasan
jalanan tidak membuat negara bangsa bisa merasa bebas dari tanggungjawab untuk
mewujudkan perintah undang-undang dasar.
KEMISKINAN
BISA MEMACU ANAK-ANAK MENGEMBANGKAN KECERDASAN JALANAN[6].
4.
Etnometodologi
Tujuan Etnometodologi adalah
mencari dasar-dasar yang mendukung terwujudnya interaksi social, atau dengan
kata lain etnometodologi berusaha mendapatkan basic rule-nya, yaitu resource we
employ in our mutual construction and negotiation of our everyday practical
activities (Philipson, 1972: 148).
Karena etnometodologi terutama
ditujukan pada proses interaksi social serta bagaimana pelaku-pelaku yang
terlibat di dalamnya bisa berinteraksi dan memahami proses itu sendiri, maka
etnometodologi juga memperhatikan bahasa atau percakapan yang ada di antara
para pelaku. Anggapan para ahli di sini adalah bahwa bahasa merupakan alat
untuk membangun kenyataan social dan sarana untuk mengkomunikasikan
kenyataan-kenyataan social serta makna-makna yang dimiliki oleh para pelaku
yang terlibat dalam suatu interaksi
(Ahimsa-Putra, 1986: 116). Bahasa yang diperhatikan di sini adalah bahasa yang
alami yang berada dalam dalam konteks atau setting tertentu. Percakapan
tersebut kemudian dianalisis dari sini mereka berharap mampu mengungkapkan
mutual processes of reality negotiating contructions and maintenance
(Phillipson, 1972: 148)[7].
Contoh-contoh kasus dalam
pendekatan etnometodologi :
1. Adat Larung Sesaji. Sebenarnya tidak ada
hubungan yang erat antara upacara atau sesaji dengan berhentinya bencana. Hal
ini terlihat dari meski adanya rutinitas “nglarung” tetapi bencana alam maupun
sosial masih terjadi di mana-mana. Namun karena manusia memiliki refleksi,
masih adanya bencana-bencana tersebut direfleksikan berbeda, seperti, mereka
mengatakan pada dirinya sendiri bahwa, “Mungkin persembahan yang diberikan
kurang banyak dan tak tepat waktu, sehingga ritual tersebut tidak diterima
dengan baik oleh Yang Maha Kuasa”. Dari sini terlihat adanya proses berpikir
dan evaluasi diri dari sang Peritual tersebut.
2. Membuat tertawa. Gail Jefferson
mempertanyakan bagaimana orang tahu kapan saatnya tertawa dalam percakapan.
Menurut pandangan awam, tertawa sama sekali bebas waktunya dalam percakapan
atau interaksi, artinya, kapan saja dikehendaki. Tetapi Jefferson menemukan
bahwa beberapa ciri structural mendasar suatu ucapan dimaksudkan untuk membuat
pihak lain agar tertawa yakni pertama, penempatan tawa oleh pembicara di ujung
ucapannya. Kedua, tertawa diletakkan di tengah pembicaraan, misalnya di tengah
kalimat. Jadi, kemungkinan yang dapat menimbulkan tertawa tak diorganisir
sebebas yang diperkirakan orang. Masalahnya bukanlah sesuatu yang akan terjadi,
tertawa atau apa pun lainnya, tapi tertawa harus terjadi atas dasar suka rela
atau oleh ajakan.
Dari
contoh di atas, dapat dijelaskan bahwa teori etnometodologi memberikan
cara-cara atau metode yang di gunakan dalam suatu interaksi antara sesama
manusia agar tercipta suatu keteraturan sosial yang baik dan sempurna[8].
5.
Grounded Theory
Pada penelitian dengan menggunakan
strategi ini, peneliti langsung terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan
konseptual, teori, dan hipotesis tertentu. Glesser dan Strauss mengetengahkan
dua jenis teori,vyaitu teori substantive tertentu, atau empiris, dari
pengamatan bersifat sosiologis, seperti perawatan pasien, pendidikan
professional, kenakalan atau penyimpangan adapt, hubungan ras, atau
organisasi/badan penelitian. Sedangkan teori formal deitemukan dan dibentuk
untuk kawasan kategori konseptual teoritik atau untuk bidang pengamatan
sosiologis formal atau konseptual, seperti tanda cacat, tingkah laku yang
menyimpang dari adapt, organisasi formal, sosialisasi, kekuasaan, dan kekuatan
social, atau mobilitas social.
Menurut Schlegel dan Stern, ada
tiga elemen dasar dari grounded theory, yang masing-masing tidak terpisahkan
satu dengan yang lain, yaitu (1) konsep; (2) kategori; (3) proposisi.
1) Konsep
Dalam
frounded theory, teori dibangun dari konsep, bukan langsung dari data itu
sendiri. Sedangkan konsep diperoleh melalui konseptualitas dari data. Tipe
konsep yang harus dirumuskan ada dua cirri pokok, yaitu (1) konsep itu haruslah
analitis-telah cukup digeneralisasikan guna merancang dan menentukan cirri-ciri
kesatuan yang kongkrit, tetapi bukan kesatuan itu sendiri; dan (2) konsep juga
harus bisa dirasakanartinya bisa mengemukakan gambaran penuh arti, ditambah
dengan ilustrasi yang tepat, yang memudahkan orang bisa menangkap referensinya
dari segi pengalamannya sendiri.
2) Kategori
Kategori
adalah unsure konseptual dari suatu teori, sedangkan kawasannya adalah aspek
atu unsure suatu kategori. Kategori maupun kawasannya adalah konsep yang
ditujukan oleh data yang pada mulanya menyatakannya, maka kategori dan
kawasannya ini akan tetap, jadi tidak akan berubah atau menjadi lebih jelas
ataupun meniadakan.
3) Proposisi atau Hipotesis
Pada
elemen ketiga ini, pada awalnya Glaser dan Strauss (1967) menyebut sebagai
hipotesis, tetapi istilah proposisi tampaknya dianggap paling tepat. Hal ini
dikarenakan disadari bahwa proposisi menunjukkan adanya hubungan konseptual,
sedangkan hipotesis lebih menunjuk pada hubungan terukur. Dalam grounded theory yang dihasilkan adalah
hubungan konseptual, bukan hubungan terukur sehingga digunakan istilah-istilah
proposisi. Hipotesis dalam penelitian grounded adalah suatu pernyataan ilmiah
yang terus dikembangkan[9].
contoh proposal grounded teori
MANAJEMEN PENGEMBANGAN KINERJA
PERGURUAN TINGGI
(Studi tentang Pengaruh Kompetensi
Individu, Kreativitas Pimpinan dan Faktor Lingkungan Terhadap Kinerja
Universitas Swasta di Bekasi )
A.
Latar Belakang
Pendidikan
bagi bangsa merupakan wahana untuk membangun sumber daya manusia menuju era
globalisasi yang penuh tantangan, berkaitan dengan hal tersebut, sangat disadari
bahwa pendidikan merupakan fundamen bagi suatu bangsa, oleh karena itu kegiatan
pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja terutama dalam memasuki abad
milenium ketiga ini. Meskipun pengembangan sumber daya manusia tidak mutlak
hanya dapat dilakukan melalui pendidikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
pendidikan merupakan wahana utama untuk pengembangan sumber daya manusia yang
dilakukan secara sistematis, terprogram, dan berjenjang, upaya ini dilakukan
dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat.
Memasuki
era globalisasi dan keterbukaan yang menuntut profesionalisme sumber daya
manusia yang andal dan memiliki daya saing yang tinggi, maka pendidikan tinggi
memiliki peran yang strategis dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat
memenuhi tuntutan tersebut. Perguruan tinggi sebagai suatu lembaga pendidikan
yang memiliki potensi sumber daya manusia dan agent of change dalam masyarakat
perlu memperhatikan sumber daya yang dimilikinya, terutama pimpinan selaku
pengelola dan penanggung jawab kinerja lembaga. Karena persoalan kualitas dan
kinerja pendidikan akan banyak ditentukan oleh kualitas pengelolanya, kualitas
dan kinerja pendidikan akan banyak berkaitan dengan soal bagaimana kompetensi
individu dan kreatifitas pimpinan serta faktor lingkungan dalam mengelola
lembaganya. Oleh karena itu diperlukan pimpinan yang berkualitas, berkemampuan,
memiliki sikap kreatif yang tinggi, penuh komitmen, dapat berprestasi, serta
lingkungan yang kondusif dan sinergis.
Pimpinan
perguruan tinggi harus kompeten, karena “kompetensi merupakan pilarnya
kinerja”. Proses transformasi kompetensi individu menjadi kinerja sangat
dipengaruhi oleh faktor individu, organisasi dan psikologi. Kompetensi adalah
suatu hal yang dituntut pada faktor individu dan menunjukkan kepada tindakan
atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan
berdasarkan kondisi yang diharapkan.
Pimpinan
perguruan tinggi harus memiliki kreativitas, karena kreativitas dari langkah
yang dikembangkan pimpinan untuk mencapai tujuan organisasi merupakan salah
satu keberhasilan organisasi, orisinalitas dan kreativitas tindakan pimpinan
berkorelasi positif dan signifikan dengan prestasi dari organisasi yang
dipimpinnya. Sedangkan kinerja manajemen dipengaruhi oleh lingkungan baik
secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam memilih input dan dalam
menghasilkan output.
Dalam
pengelolaan perguruan tinggi tugas dan tanggung jawab pimpinan sangat
ditekankan pentingnya, yakni: (1) pimpinan perguruan tinggi harus memiliki visi
tentang lembaga yang dipimpinnya, dan harus mampu mengkomunikasikan visi itu
kepada seluruh karyawan dan mahasiswa serta masyarakat umum, serta membimbing
pemimpin bawahan menjabarkan visi itu menjadi program kerja berkesinambungan,
(2) mampu berkomunikasi dengan seluruh karyawan, mahasiswa dan masyarakat, (3)
mampu memberikan perhatian utama pada peningkatan kualitas pelayanan terhadap
mahasiswa dan stakeholders.
B.
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan dan hasil penelitian pendahuluan
yang dilakukan, maka masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut:
bahwa upaya-upaya untuk pengembangan kinerja universitas swasta khususnya di
daerah dalam rangka mencapai kesetaraan dan kesepadanan atau kesejajaran dengan
universitas negeri dan/atau universitas swasta yang telah mapan di kota besar,
nampaknya belum diimbangi dan mendapat dukungan yang memadai diantaranya dari
sumber daya pimpinan selaku pengelola dan penanggung jawab utama kinerja
lembaganya. Sumber daya dimaksudkan sebagai bentuk kualitas kompetensi
individu, kreativitas yang dimiliki para pimpinannya serta faktor lingkungan
yang mengitarinya. Sehingga upaya pembinaan yang telah dilakukan belum dapat
menciptakan keberhasilan profil keahlian kepemimpinan perguruan tinggi bermutu,
prestasi akademik yang tinggi, dan sustainabilitas yang mantap.
Tema
masalah di atas menunjukkan dengan jelas adanya faktor-faktor tertentu dalam
kondisi pengembangan kinerja universitas swasta di daerah khususnya yang
situasinya perlu konfirmasi agar tantangan yang ditimbulkannya dapat diatasi
dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor yang dimaksud, di satu sisi berupa aspek
kepemimpinan dan perilaku organisasi yang dimiliki para pimpinan universitas
swasta, yaitu kompetensi individu, dan kreativitas, serta dukungan faktor
lingkungan. Sedangkan di sisi lain ditemui faktor produktivitas yang merupakan
bagian dari kinerja universitas swasta yang terdiri dari profil kepemimpinan,
prestasi akademik dan sustainabilitas.
C.
Perumusan Masalah
1.
Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan yang bagaimanakah yang
perlu dimiliki oleh seorang pimpinan universitas swasta untuk mencapai kinerja
yang telah ditetapkan dengan efektif dan efisien ?
2.
Bagaimanakah keadaan kompetensi individu, kreativitas, dan faktor lingkungan;
profil kepemimpinan, tingkat prestasi akademik dan sustainabilitas universitas
swasta dewasa ini ?
3.
Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi individu,
kreativitas pimpinan, faktor lingkungan dengan kinerja universitas swasta dalam
wujud profil kepemimpinan, prestasi akademik dan sustainabilitas ?
4.
Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara
langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan ?
5.
Apakah profil kepemimpinan secara langsung dan positif berpengaruh terhadap
kinerja universitas swasta ?
6.
Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara
langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun prestasi akademik
?
7.
Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara
langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun sustainabilitas ?
8.
Apakah kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan secara
langsung dan positif mempengaruhi profil kepemimpinan maupun kinerja
universitas swasta dalam prestasi akademik dan sustainabilitas ?
9.
Apakah terdapat perbedaan yang berarti pengaruh variabel kompetensi individu
kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan terhadap Kinerja universitas swasta
dalam wujud profil kepemimpinan, prestasi akadedmik, dan sustainabilitas
dilihat dari identitas universitas yang berdomisili di Kota Bekasi dan di Luar
Kota Bekasi ?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan
penelitian ditetapkan sebelum kegiatan penelitian dimulai, karena tujuan ini
akan menentukan arah atau sasaran yang ingin dicapai dari penelitian. Tujuan
umum penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran tentang profil atau ciri-ciri
pimpinan sebagai pengelola dan penanggung jawab kinerja universitas melalui
kajian hubungan dan pengaruh kompetensi individu, kreativitas pimpinan dan
faktor lingkungan sebagai variabel independen terhadap profil kepemimpinan,
prestasi akademik, dan sustainabilitas universitas swasta sebagai variabel
dependen. Sehingga dapat mengembangkan dan merencanakan sumber daya pimpinan
serta mengelola faktor pendukung atau moderator secara sinergistik untuk
meningkatkan kinerja universitas secara berkelanjutan.
E.
Manfaat Penelitian
Secara
keilmuan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengayaan keilmuan dan
khasanah penelitian empirik di bidang kepemimpinan, perilaku organisasi, dan
manajemen pendidikan secara lebih luas, khususnya dalam manajemen pengembangan
sumber daya pimpinan yang sesuai dengan kebutuhan nyata secara empiris, dan
secara khusus penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: (1) sebagai pedoman
untuk pengembangan sumber daya manusia, khususnya sumber daya pimpinan, dalam
upaya peningkatan dan pembinaan universitas swasta, terutama di daerah dalam
rangka mencapai kesetaraan dan kesepadanan dengan universitas negeri dan
universitas swasta yang telah mapan di kota-kota besar, (2) untuk meningkatkan
keahlian pimpinan dalam melaksanakan dan mengamalkan ciri-ciri kepemimpinan
perguruan tinggi yang bermutu, (3) untuk meningkatkan prestasi akademik, dan
sustainabilitas universitas swasta khususnya di daerah, (4) sebagai dasar
pertimbangan dalam rangka melakukan penataan kembali institusi pendidikan tinggi
(Reinventing the University).
F.
Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian
Perguruan
tinggi adalah lembaga ilmiah, lembaga pendidikan tinggi, dan komunitas ilmiah
sebagai “agent of change” yang mengemban misi sosial budaya, dan misi nasional.
Perguruan tinggi di Indonesia pada saat ini dihadapkan pada tantangan globalisasi
yang ditandai dengan perubahan dan perkembangan IPTEK yang sangat cepat,
relevansi hasil pendidikan, perkembangan ekonomi nasional, kebijakan
pemerintah, dan kondisi internal perguruan tinggi itu sendiri. Dari
masalah-masalah tersebut sebenarnya masalah pokok yang dihadapi secara nasional
di era globalisasi adalah masalah pengembangan kualitas sumber daya manusia
melalui pendidikan yang sesuai. Karena itu perguruan tinggi memiliki tugas dan
peran yang sangat penting, dan harus segera dibenahi sedemikian rupa sehingga
memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas secara berkelanjutan,
kemandirian dan kerjasama serta daya saing secara sehat. Persoalan kualitas,
kemandirian, dan kinerja pendidikan akan banyak ditentukan antara lain oleh
kualitas pimpinan yang mengelolanya, kualitas dan kinerja universitas akan
banyak berkaitan dengan soal bagaimana kompetensi individu dan kreatifitas
pimpinan serta faktor lingkungan dalam mengelola lembaganya.
Dengan
memperhatikan teori, kerangka berfikir, rumusan masalah, asumsi dan premis,
dalam penelitian ini dirumuskan hipoteisis sebagai berikut:
1.
Terdapat hubungan yang signifikan antara kompetensi individu, kreativitas
pimpinan, dan faktor lingkungan dengan profil kepemimpinan, prestasi akademik,
sustainabilitas, dan kinerja universitas.
2.
Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh
langsung, positif dan nyata terhadap profil kepemimpinan.
3.
Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata
terhadap prestasi akademik.
4.
Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata
terhadap sustainabilitas.
5.
Profil kepemimpinan mempunyai pengaruh secara langsung, posistif dan nyata
terhadap kinerja universitas swasta.
6.
Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh
langsung, positif dan nyata terhadap prestasi akademik dan akan semakin kuat
dengan adanya dukungan profil kepemimpinan.
7.
Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh langsung,
positif dan nyata terhadap sustainabilitas dan akan semakin kuat dengan adanya
dukungan profil kepemimpinan.
8.
Kompetensi individu, kreativitas dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh
langsung, positif dan nyata terhadap kinerja universitas dan akan semakin kuat
dengan adanya dukungan profil kepemimpinan.
9.
Terdapat perbedaan yang berarti pengaruh variabel kompetensi individu
kreativitas pimpinan dan faktor lingkungan terhadap kinerja universitas dalam
wujud profil kepemimpinan, prestasi akadedmik, dan sustainabilitas dilihat dari
identitas universitas swasta yang berdomisili di Kota Bekasi dan di Luar Kota
Bekasi.
G.
Metode Penelitian
Berpijak
pada teori administrasi pendidikan, sumber daya manusia, perilaku organisasi
pendidikan dan aspek kepemimpinan, metoda penelitian digunakan metoda survey,
pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta Grouded theory dengan menggunakan
instrumen penelitian. Lokasi penelitian pada delapan universitas swasta di Jawa
Barat, masing-masing empat universitas swasta di Kota Bekasi dan empat
universitas swasta di Luar Kota Bekasi. Data-data hasil persepsi responden
dianalisis secara statistik dengan software SPSS-Versi 10,0.
H.
Strategi Pengolahan Data
Analisis
data statistik dilakukan dengan maksud membantu peneliti dalam memberi makna
terhadap hasil penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan analisis data
statistik guna: (1) Menguji kualitas instrumen penelitian dengan menggunakan
uji validitas dan reliabilitas kuesioner, (2) Menguji normalitas data hasil
penelitian, (3) Menguji hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian melalui
analisis korelasi, analisis regresi dan analisis path[10].
6.
Metode Biografi
Dalam siklus hidup seseorang, dari
kelahiran hingga kematian, berbagai kejadian dialami oleh individu. Pengalaman
ini merupakan unsure yang sangat menarik untuk diketahui karena ia bersifat
akumulatif yang tidak hanya menjelaskan apa saja yang dialami oleh seseorang,
tetapi setting di mana kejadian dan pengalaman itu berlangsung. Metode biografi
berusaha merekam kembali pengalaman yang terakumulasi tersebut. Biografi
karenanya merupakan sejarah individual yang menyangkut berbagai tahap kehidupan
dan pengalaman yang dialami dari waktu ke waktu.
Biografi ini memiliki banyak
varian, antara lain potret, profil, memoir, life history, autobiografi, dan
diary. Varian semacam ini tidak hanya menunjukkan cara di dalam melihat
pengalaman yang terakumulasi tersebut, tetapi juga memperlihatkan perluasan
dari metode ini sebagai metode yang penting dalam penelitian social.
Bahan yang digunakan dalam biografi
ini adalah dokumen (termasuk surat-surat pribadi) dan hasil wawancara, tidak
hanya dengan orang yang bersangkutan, tetapi juga dengan orang yang
disekelilingnya. Dengan cara ini pula individu dapat dikendalikan sekaligus
melihat data dari dimensi yang lain karena biografi bagaimanapun juga merupakan
bagian dari proses representasi social[11].
Contoh NUNUN, SARI, BILLA, CACA,
CICI, NADIN, SHELLA, PUPUT,...
Mereka
adalah para perempuan karib dekatku. Sering kali aku berkumpul bersama jika
sedang letih. Bercanda, bercengkrama dan berbagi makanan. Jika aku sedang olah
raga mereka sering ikut meramaikan. Pasti sangat seru. Mereka yang tentukan
lagu apa yang mesti diperdengarkan sebagai pengiring. Mereka sibuk berjoget
dengan gaya yang heboh dan lucu. Mereka sering nyamper ke rumah ngajak jalan
dan ngobrol. Biasanya mereka laporan macam-macam hal tentang diri
masing-masing. Mengerjakan apa saja dan jalan-jalan ke mana saja.
Shella
yang paling tua, ia kini kelas tiga, Puput kelas dua , Billa kelas satu.
Semuanya masih SD. Nunun TK. Sari, Caca, dan Cici baru akan masuk TK. Mereka
hanya sebagian dari sekitar lima belas anak yang sering bersamaku. Aku sudah
lama bermain dengan mereka, sejak mereka bayi. Mereka memanggilku Pak Ucha.
Setiap
kali aku pulang mereka berlarian mengejar. Biasanya minta permen. Aku selalu
bawakan mereka permen, coklat, biskuit, donat, dan kue. Aku hafal siapa suka
apa. Karena itu aku sering bawa macam-macam oleh-oleh untuk mereka.
Jika
aku lama tak di rumah karena harus tugas keluar kota, mereka sering ke rumah
bertanya pada anak atau istriku, Pak Ucha kemana seh? Sering juga mereka pergi
ke rumah supirku dan bertanya Pak Ucha koq gak pulang-pulang.
Bila
sudah sore dan belum mandi, para ibu masing-masing menyuruh mereka mandi dan
bilang, ada Pak Ucha tu, ayo pada mandi. Mereka biasanya berlari ke rumahku.
Bila tak melihat mobilku, mereka biasanya tetap bermain dan tak mau mandi. Dan
bilang ke ibunya, Pak Ucha gak ada lage. Biasanya para ibu mulai mengejar
mereka agar segera mandi. Bila melihat
ada mobil, biasanya mereka langsung mandi. Setelah mandi ramai-ramai datang ke
rumah dan laporan kalo mereka sudah mandi. Aku kemudian membagikan permen.
Jika
berkumpul dan makan cemilan bareng, mereka suka cerita bahwa Nunun pacaran ama
Dhani. Nunun akan bilang bahwa Sari pacarnya si Opic. Sari laporan bahwa Billa
pacaran ama Egi. Lucunya mereka sering bilang begini, Pak Ucha Egi lope ama
Billa, sambil dua jari telunjuk dan dua jari jempol dipertemukan membentuk
gambar hati. Rasanya ini mereka dapatkan dari sinetron.
Mereka
sering ngobrol tentang sinetron di depanku. Aku sama sekali gak faham karena
gak permah nonton. Mereka sering minta difoto dan minta fotonya dimasukin di
internet. Katanya supaya jadi terkenal kaya Ayu Ting Ting. Walah, mereka tahu
internet.
Pernah
mereka nyamper aku sambil joget bareng-bareng dan nyanyi lagu Oplosan. Ada-ada
saja. Mereka bisa menirukan joget Caesar dan gaya Soimah. Dulu waktu lagu Mbah
Surip Tak Gendong lagi ngetop, mereka masih lebih kecil, tapi mereka bisa
menyanyikannya lirik lagu yang diucapkan
dengan tidak sempurna. Tentu dengan meniru gaya Mbah Surip.
Aku
sering mendapat laporan tentang apa yang terjadi di sekitar rumah. Aku memang
sangat jarang di rumah. Mereka cerita dengan seru sambil bertengkar kecil
dengan sesama teman saat bercerita tentang ibu ini berantem dengan ibu itu ,
suami istri ribut, dan segala macam
kejadian lainnya. Kacau juga ya, anak-anak koq pada ngerumpi. Aku biasa
mendengarkan saja dan membiarkan mereka saling bantah untuk melengkapi cerita.
Kadang
mereka mengajakku berkeliling,menunjukkan di rumah mana terjadi keributan sewaktu
aku tidak di rumah. Bila aku menolak, Sari suka bilang ya Pak Ucha payah. Aku
gak faham maksudnya. Apapun kejadian selama aku tidak di rumah pasti
diceritakan.
Lucunya
adalah saat tidak ada mobil di rumahku.
Saat sore aku keluar dan nyamper mereka. Mereka kaget. Dan segera lari ke
rumahku untuk memastikan apakah mobil ada atau tidak. Bila tidak ada, mereka
suka marah dan bilang, ih Pak Ucha boong ni. Koq Pak Ucha ada, kan mobilnya gak
ada. Biasanya mereka ngomel-ngomel dan pergi mandi.
Nunun
yang nama sebenarnya Nurul, tapi karena belum bisa bilang R dia menyebut
dirinya Nunun, adalah provokator paling berani. Ia biasa membawa teman-temannya
ke rumahku dan meminta makanan. Kadang-kadang aku sengaja bilang gak ada
makanan. Dia langsung nanya lagi, permen? Gak ada, jawabku. Coklat? Gak punya.
Anggun deh anggun aja, maksudnya anggur. Belum beli. E....donat. Gak ada.
Pisang aja. Gak punya. Dia langsung teriak, sorakin Pak Ucha. Temen-temennya
rame-rame teriak sambil jalan tinggalkan rumahku, Pak Ucha...pelit. Sari yang
imut biasanya lebih ketus, ah Pak Ucha payah, udah gak temenan.
Biasanya
aku pergi dua atau tiga hari. Kemarin aku pergi delapan hari mendampingi
mahasiswa KKL ke Bromo. Rupanya mereka penasaran. Mereka sudah tanya ke
putraku, Pak Ucha kemana dan kapan pulang. Putraku suka godain mereka dan
bilang gak tahu tu. Nunun tanya pada emaknya, Pak Ucha kemana koq gak
pulang-pulang. Emaknya bilang Pak Ucha udah pindah rumah. Walah, mereka jadi
heboh, tapi tak percaya karena mobil dan istriku masih di rumah. Mereka
menanyakan pada istriku kapan Pak Ucha pulang. Hari Minggu jawab istriku,
mereka tampaknya seneng karena aku belum pindah. Hanya ibu mereka pada sewot.
Sebab Bila disuruh mandi, mereka bilang gak mau. Jika ibunya katakan, nanti
dilaporin Pak Ucha kamu belum mandi. Mereka dengan santai bilang, Pak Ucha gak
ada tau, Pak Ucha gak pulang-pulang.
Waktu
aku pulang, mereka pada nyemper dan
marah-marah. Mereka bilang Pak Ucha kemana aja, koq lama amat gak
pulang-pulang. Nunun yang paling banyak omong. Dia lapor macem-macem, termasuk
Billa udah gak pacaran ama Egi. Dia juga cerita Pak J mantan supirku masuk
rumah sakit. Mereka berlomba cerita apa saja. Aku cuma mendengar dan memberi
komentar. Lama kami ngobrol. Karena sudah sore, aku minta semua mereka pada
mandi dulu. Beberapa saat kemudian, Nunun teriak-teriak laporan udah mandi. Aku
keluar, walah kacau, yang dateng banyak banget. Permennya gak cukup. Aku cari
makanan apa saja yang masih bisa dibagi. Untungnya masih ada buah-buahan.
Setelah pembagian mereka meninggalkan rumahku.
ANAK-ANAK
ADALAH MASA DEPAN NEGERI INI, MEREKA PANTAS MENDAPATKAN PERHATIAN DAN
PENGASUHAN TERBAIK[12].
[1] http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/metode-penelitian-studi-kasus/
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 19:00
[2] http://www.situsbahasa.info/2010/12/studi-kasus-dalam-penelitian-pendidikan.html
diakses pada tanggal 18 Mei 14 pukul 19:58
[3] http://seputarpendidikan003.blogspot.com/2013/08/penelitian-etnografi.html
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 19:00
[4] http://juangtualang.wordpress.com/2012/08/06/contoh-proposal-etnografi-pendidika/
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul : 20:04
[7] http://kishi-kun.blogspot.com/2012/04/strategi-penelitian-kualitatif.html
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 20:58
[8] http://pinkqu.blogspot.com/2013/05/fenomenologi-dan-etnometodologi-bab-i.html
diakses pada tanggal 18 Mei 14 pukul 21:03
[9] http://kishi-kun.blogspot.com/2012/04/strategi-penelitian-kualitatif.html
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 20:58
[10] http://elqorni.wordpress.com/2008/12/23/proposal-penelitian-kualitatif/
diakses pada 18 Mei 2014 pukul 21:17
[11] http://kishi-kun.blogspot.com/2012/04/strategi-penelitian-kualitatif.html
diakses pada tanggal 18 Mei 2014 pukul 20:58
[12] http://paknusa.blogspot.com/2014/05/nunun-sari-billa-caca-cici-nadin-shella.html
diakses pada tanggal 18 Mei 14 pukul 21:27