Teori positivisme
Sebagai Tugas Kelompok
Teori Sosial Budaya
Drs.Budiaman
PENDIDIKAN IPS REG 2012
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
Kata Pengantar
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Teori Sosial Budaya
ini.
Melalui
makalah ini, kami menyampaikan hasil diskusi, menganalisa serta pencarian dari
berbagai sumber informasi yang telah kami susun sebaik dan sesistematis
mungkin.
Dalam
penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Jakarta,
September 2013
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Abad ke-19 merupakan abad yang
sangat di pengaruhi oleh filsafat
positivisme, hal ini terbukti dengan pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan pada saat itu. Oleh karena itu dalam sejarah filsafat barat, abad
ke-19 merupaka “abad positivisme”, suatu abad yang ditandai dengan peranan yang
sangat menentukan pikiran-pikiran ilmiah, atau yang disebut ilmu pengetahuan
modern. Kebenaran dan kenyataan filsavat diukur menurut nilai
positivistiknya,sedang perhatian orang kepada filsafatnya lebih ditekankan
kepada segi-segi praktisnya bagi tingkah laku dan perbuatan manusia.
Auguste Comte, atau nama
lengkapnya ISIDORE AUGUSTE MARIE FRANCOIS XAVIER COMTE (1798-1857), pendiri
aliran positivisme, telah menampilkan ajaranya yang paling terkenal yaitu hukum
tiga tahap (law of three stages). Melalui hukum inilah ia menyatakan bahwa
sejarah umat manusia, baik secara individual maupun secara keseluruhan, telah
berkembang menjadi tiga tahap yaitu, tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik
atau abstrak, dan tahap poisitf atau ilmiah atau riel. Secara eksplisit August
Comte menegaskan bahwa istilah positif adalah aliran filsafat yang dibentuk
sebagai sesuatu yang nyata,pasti, jelas, bermanfaat, dan segala sesuatu yang
berlawanan dengan negatif.
B.
Rumusan Masalah
1)
Hukum tiga tahap
(law of three stages)
2)
Penggolongan (klasifikasi)
ilmu pengetahuan
3)
Pengertian
filsafati tentang istilah positif
4)
Ajaran Statistika
dan dinamika sosial dan ruang lingkup filsafat positivisme Auguste Comte
5)
Penilain (evaluasi)
terhadap filsafat positivisme Auguste Comte
6) Pengaruh filsafat Positivisme Auguste Comte terhadap
keadaan saat ini
7)
Pandangan
Positivisme dan Pembangunan di Indonesia
C.
Tujuan Penulisan
-
Untuk memahami apa
itu teori positiviseme.
-
Untuk memahami
pemikiran Auguste Comte.
Bab
II
Pembahasan
A.
Hukum Tiga Tahap
Hukum tiga tahap merupakan
unsur pokok dalam filsafat positivisme Auguste Comte,karena dalam hukum ini
tercermin makna, serta filsafat seluruh pandanganya. Dalam karyanya yang
berjudul Discours sur I’esprit positif, hukum
tiga tahap yang telah dikemukakan dalam karya utamanya Course de Philosophie Postive secara lebih rinci diterangkan,
antara lain sebagai berikut:
Bahwa sejarah umat manusia,
juga jiwa manusia, baik secara individual maupun secara keseluruhan, berkembang
menurut tiga tahap, yaitu tahap teologi atau fiktif, tahap metafisik atau
abstrak, dan tahap positiv atau riel. Adapaun masing-masing tahap tersebut, ia
gambarkan sebagai berikut:
·
Tahap Teologi atau Fiktif
Tahap ini merupaka tahap
pertama dari awal setiap perkembangan jiwa atau masyarakat. Dalam tahap ini
manusia selalu ingin menemukan sebab pertama dan tujuan akhir segala sesuatu
yang ada. Karena itu, dalam tahap ini, manusia selalu mempertanyakan hal yang
paling sukar, sejalan dengan tingkah laku dan perbuatanya, yang karena pada
intuisinya hal yang paling sukar tadi harus dapat diketahui dan dikenalnya.
Menurut Auguste Comte, tahap
teologi ini tidak akan muncul begitu saja, melainkan didahului pula oleh suatu
perkembangan secara bertahap,yaitu tahap:
-
Fetiyisme, suatu
bentuk kehidupan masyarakat yang didasari oleh pemikiran-pemikiran yang
mempunyai anggapan, bahwa segala sesuatu yang dikelilingi manusia mempunyai
suasana kehidupan seperti manusia itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan
segala sesuatu itu adalah benda-benda alam seperti gunung, laut,pohon,batu, dan
lain-lain.
-
Politiesme, suatu
bentuk kehidupan masyarakat yang didasari oleh pemikiran-pemikiran yang
mempunyai anggapan atau daya pengaruh atau kekuatan tidak lagi berasal dari
benda-benda yang berada disekeliling manusia, melainkan berasal dari sekeliling
manusia yang tidak kelihatan yang berada disekitar manusia.
-
Monoteisme, suatu
bentuk kehidupan masyarakat yang didasari oleh pemikiran-pemikiran yang
mempunyai anggapan bahwa kekuatan penentu tidak lagi berasal dari dewa-dewa
yang menguasai dan mengatur benda-benda dan gejala alam, melainkan berasal dari
kekuatan mutlak,absolut, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Baik fetisyisme dan politeisme akan berkembang dalam
suatu masyarakat yang masih terisolir dan masih percaya pada kekuatan-kekuatan
gaib yang menguasai suatu kehidupan masyarakat. Fetisyisme dan Politeisme dapat
berkembang dalam manusia primitif, suatu masyarakat yang menempatkan subyek
(manusia) menjadi satu dengan obyeknya (segala sesuatu ada yang lain), sehingga
subyek tidak memiliki identitas sendiri. Dalam bentuk monoteisme mite-mite
tersebut berubah menjadi dogma-dogma agama, dan bersamaan dengan itu , dan saat
itu masyarakat berkembang menjadi masyarakat yang diperintah oleh raja, yang
menyatakan sebagai wakil dari tuhan yang ada di dunia ini, selain lahirnya para
rokhaniawan yang berfungsi sebagai penterjemah dan perantara dengan tuhan,
sebagai yang ditentukan dengan dogma-dogma agama.
Pada bentuk monoteisme ini,
tahap teologi atau fiktif akan datang pada saat keakhiranya,suatu tahap yang
menurut Auguste Comte digambarkan sebagai tahap klasik,atau tahap kuno, yang
ditandai dengan adanya para raja dan para rokhaniawan, diatas susunan
masyarakat yang bersifar militer.
·
Tahap Metafisik atau Abstrak
Dengan berakhirnya tahap
monoteisme, maka berakhirlah tahap teologi atau fiktif, ini disebabkan karena
manusia merubah cara berfikirnya, dalam usaha dalam mencari jawaban yang
berkaitan dengan gejala-gejala alam.
Dogma-dogma agama sudah mulai
ditinggalkan, kemampuan akal budi mulai dikembangkan. Tahap metafisik menurut
Auguste Comte adalah tahap peralihan. Sebagaimana yang pernah dialami oleh
manusia yaitu proses perkembangan dari anak-anak hingga dewasa,harus melalui
massa remaja, sehingga tahap metafisik dalam perkembangan jiwa manusia
mengantarkan jiwa manusia itu sendiri menuju perkembangan yang paling akhir.
Auguste Comte menyatakan bahwa
di dalam penelitian sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, biasanya kita hanya
berhenti pada politiesme saja, sehingga kita berfikir bahwa tahap metafisik ini
adalah sama tujuanya dengan teologi. Menurut Auguste Comte, sejarah
perkembangan umat manusia, apa yang dimaksud dengan tahap metafisik, adalah
tahap ketika manusia datang pada zaman pertengahan dan Renaissance. Apabila
pada tahap teologi, kesatuan keluarga merupakan unsur dasar kehidupan
bermasyarakat, maka dalam tahap metafisik, negaralah yang merupakan dasarnya.
Dalam tahap ini, pemikiran manusia sebagai subyek, tidak lagi diarahkan kepada
“bahwa” barang sesuatu itu ada, melainkan diarahkan kepada “apanya” barang
sesuatu. Bukan lagi kekuatan magic yang menentukan, melainkan analisis fikir
yang menemukan hakikat sehingga “ditemukan” adanya tingkatan atau urutan yang
“ada”. Dibedakan antara “ada” natural dan “ada” supranatural, dunia fisik dan
metafisik.
·
Tahap Positif atau Riel
Auguste Comte menerangkan lebih
lanjut, bahwa perkembangan dalam jiwa manusia, pada suatu batas manusia tidak
lagi puas pada hal-hal yang bersifat abstrak. Orang tidak lagi berkepentingan
dengan hal yang pertama dan tujuan akhir, dan manusia lebih dekat dengan
gejala-gejala yang dapat diterangkan secara hukum-hukum umum yang bersifat
deskriptif, seperti misalnya hukum gravitasi atau ilmu bumi lainya. Pada saat perkembangan
jiwa manusia sudah mencapai akhir, yaitu tahap positif atau riel. Di atas
pandangan ilmiah yang matang. Dan inilah tahap pembebasan yang sebenarnya, yang
tidak perlu lagi bergantung pada tahap kodrati atau metafisik, yang kesemua itu
tidak bisa dibuktikan secara nyata, sebagaimana dituntut secara indrawi. Dengan
menjadi matangnya jiwa manusia, maka manusia tidak lagi merasa “tertolong”,
oleh pengetahuan yang abstrak, dan sesuatu yang bersifat mutlak dan universal.
Tahap positif merupakan
tahap, dimana jiwa manusia sampai pengetahuan tyang tidak lagi menjadi abstrak,
tetapi pasti,jelas, dan bermanfaat. Apabila tahap metafisik tumbuh dan
berkembang dalam suatu susunan masyarakat feodal, maka tahap positif ini
menurut Auguste Comte merupakan tahap yang ia sendiri harus berusaha untuk ikut
membantu mewujudkanya, yaitu suatu tahap dalam kehidupan bermasyarakatnya akan
diatur oleh kaum elit dan cendikiawanya dan industrialis, dengan rasa
perikemanusiaan sebagai dasar untuk mengatur kehidupan itu.
B.
Penggolongan Ilmu Pengetahuan
Dengan demikian kita akan
melihat selain hukum tiga tahap, juga penggolongan ilmu pengetahuan yang
diadakan oleh Auguste Comte ini, merupan unsur yang paling penting juga untuk
diketahui, dalam kerangka apa arti “perkembangan” menurut Auguste Comte.
Auguste comte berpendapat bahwa penggolongan yang iya kemukakan itu adalah hal
yang tepat, dan tidak ada kesalahan sebagaiman penggolongan yang pernah ada
sebelumnya.
Untuk menggolongkan secara
tepat, Auguste Comte membenarkan apa yang telah dilakukan oleh para ahli
biologi dan zoologi, yang tanpa bersikap atau mempertimbangkan secara apriori,
hal-hal yang dikenakan penggolongan dipelajari terlebih dahulu. Diakui, bahwa
untuk mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan ini, tidak semudah yang
dikirakan, sebab bagaimanapun cara logika kita, kita pergunakan sebaik-baiknya,
namun berbagai hal akan ikut tersangkut, sehingga dengan cara apapun kita tidak
dapat menghindari lingkaran visius dalam menciptakan penggolongan ilmu
sebagaimana yang seharusnya. Hal ini disebabkan karena setiap cabang ilmu dapat
diterangkan secara historik dan dogmatik.
Pada dasarnya penggolongan ilmu
pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang menunjukan bahwa gejala-gejala dalam ilmu
pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul
dengan gejala-gejala ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin rumit dan
kompleks dan semakin kongkret. Karena itu, dalam penggolongan ilmu pengetahuan,
Auguste Comte memulai dengan pengamatan-pengamatan yang paling sederhana, yaitu
gejala-gejala yang letaknya paling jauh dari kehidupan sehari-hari. Inilah cara
yang paling tepat, karena urutan atau tingkat dalam sifat keserdehanaanya dan
keumumanya, menentukan kemudahan yang diperlukan untuk memahami gejala-gejala
tersebut.
Dengan mempelajari
gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan
rasional, kita akan memperoleh landasan bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling
berkaitan untuk berkembang secara lebih cepat, dan mengakhiri pengamatan
gejala-gejala yang langsung berkaitan dengan manusia, maka urutan penggolongan
yang dilakukan oleh Auguste Comte itu, pertama-tama ilmu pasti (matematika)
yang dikatakan sebagai dasar ilmu pengetahuan. Setelah itu disusul dengan ilmu
perbintangan (astronomi), kemudian ilmu alam (fisika), kimia (chemi), ilmu
hayat (biologi), ilmu fisika sosial (sosiologi).
Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan
I.
Ilmu pasti (Matematika)
Perlu disebutkan bahwa ilmu pasti
yang dimaksud oleh Auguste Comte bukanlah matematisme, sebagaimana Rene
Descartes dan Imanuel Kant menjadikan matematika itu sebagai bentuk, ke arah
mana semua ilmu pengetahaun itu harus dijabarkan. Dengan menggambarkanya
pengertian-pengertian ilmiah ke dalam rumus, maka batas-batas antar ilmu
pengetahuan akan ditiadakan, sehingga terjadilah semacam ilmu pasti.
Dengan menyatakan bahwa ilmu
pasti merupakan ilmu yang mempunyai objek, Auguste Comte menyatakan bahwa ilmu
pasti itu selalu beranggapan bahwa semua kuantitas yang dapat ditujukan oleh
gejala apapun. Atas dasar inilah, ilmu pasti dijadikan dasar bagi semua ilmu
pengetahuan oleh Auguste Comte, karena sifatnya tetap,abstrak dan pasti,
melalui apa yang disebut penjianya “calculusnya”.
II.
Ilmu perbintangan (astrnomi)
Auguste Comte mendefinisikan
ilmu perbintangan ini “as the science by swich we discover the laws of the
geometrical and mechanical phenomena presented by the heavenly bodies. Sesuai
dengan definisi tersebut, dibaginya ilmu perbintangan ini ke dalam “celestial
geometry” dan “celestial mechanics” yang kesemuanya itu menerangkan bagaimana
bentuk ukuran, kedudukan, serta gerak-gerak benda langit seperti
bintang,bumi,bulan, atau planet-planet lain.
Dengan menguraikan doktrin ini,
Auguste Comte telah merasa berhasil menunjukan sifat umum ilmu pengetahuan yang
sebenarnya merupakan dasar bagi filsafat alam.
III.
Ilmu alam (fisika)
Sesuai dengan asas yang telah
disebutkan tadi, dalam ilmu alam sesuai yang lebih tinggi daripada ilmu
perbintangan, maka pengetahuan mengenai benda-benda langit merupakan dasar bagi
pemahaman gejala-gejala dunia anorganik. Disini kita berhadapan dengan
gejala-gejala yang lebih kompleks, yang kesemuanya itu tidak dapat dipahami,
tanpa terlebih dahulu memahami hukum-hukum astronomi.
Melalui “observation by
experiment” ilmu alam yang meliputi berat benda (barologi), panas benda
(termologi), akustik, optik, dan listrik, oleh Auguste Comte ilmu alam
digunakan bukti untuk menunjukan adanya hukum-hukum yang mengatur sifat-sifat
umum benda-benda yang dikaitkan dengan massa, yang berada dalam keadaan molekul
yang tidak berubah sebagai satu himpunan.
IV.
Ilmu Kimia
Untuk membuktikan bahwa
gejala-gejala yang dihadapi lebih kompleks daripada ilmu alam, Auguste Comte
menerangkan bahwa ilmu kimia ada kaitanya dengan ilmu hayat (biologi), bahkan
juga dengan sosiologi. Untuk itu pendekatan dengan ilmu ini tidak hanya saja
melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eskperimen), melainkan juga
dengan perbandingan (komparasi).
Dikatakan bahwa ilmu kimia ini
masih dalam proses berkembang, namun demikian iya tidak membenarkan untuk
membagi ilmu kimia ini kedalam kimia organik atau kimia anorganik, sebab apa
yang terdapat dalam kimia organik menunjukan kenyataan adanya setengah kimia
dan setengah fisiologi, sehingga hakikatnya kimia mempunyai sifat “bastard”.
V.
Ilmu hayat (fisiologi atau biologi)
Pada tingkat penggolongan ilmu
ini, apa yang disebut ilmu hayat sudah berhadapan dengan gejala-gejala
kehidupan. Unsur-unsurnya lebih kompleks, disertai adanya perubahan –perubahan
yang sedemikian rupa, menyebabkan Auguste Comte berpendapat bahwa ilmu hayat
ini, jelas dalam perkembanganya belum sampai dalam tahap positif.
Ini berbeda dengan ilmu-ilmu
sebelumnya seperti ilmu pasti,ilmu perbintangan, ilmu alam, dan ilmu kimia.
Sifatnya yang lebih kompleks mentiadakan harapan bahwa ilmu hayat akan pernah
dapat mencapai kesempurnaan yang sebanding dengan bagian-bagian filsafat alam,
yang mempunyai sifat lebih sederhana dan lebih umum itu.
VI.
Fisika Sosial
Dalam urutan yang tertinggi
dalam penggolongan ilmu pengetahuan, Auguste Comte menempatkan fisika sosial
sebagai ilmu yang harus berhadapan dengan gejala-gejala yang lebih kompleks,
paling kongkrit dan khusus, yaitu gejala-gejala yang bersentuhan dengan kehidupan
manusia dalam ikatanya dengan suatu kelompok, fisika sosial bukanlah lanjutan
dari perkembangan ilmu hayat, karena gejala-gejala yang dihadapi sosiologi itu
timbul dari antara individu yang satu dengan individu yang lainya dalama wadah
suatu kelompok yang disebut masyarakat.
Bagi Auguste Comte, fisika
sosial merupaka suatu bidang yang meliputi tata-pemerintahan negara,etik, dan
filsafat sejarah, sedang hukum-hukum yang berlaku dibedakan antara hukum yang
statis dan dinamis. Yang statis berkaitan dengan usaha untuk memahami hal-hal
yang bersifat umum mengenai keberadaan setiap masyarakat, seperti rasa
solidaritas sosial, sedang yang dinamis mengenai yang berkaitan dengan perkembangan atau perubahan dalam masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar